Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Jenazah PDP Corona Diambil Paksa Keluarga, Mengapa Bisa Terjadi?

Kompas.com - 08/06/2020, 21:07 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam beberapa hari terakhir, kabar mengenai jenazah pasien dalam pemantauan (PDP) yang diambil paksa keluarga semakin kerap terdengar.

Salah satunya yang terjadi di Rumah Sakit Stella Maris, Makassar. Bahkan di rumah sakit tersebut, sudah tiga jenazah PDP yang diambil paksa pihak keluarga.

Pihak keluarga menolak pemakaman sesuai protokol Covid-19 dengan alasan jenazah bukan pasien positif. Rumah sakit pun tak bisa berbuat banyak menghadapi permintaan keluarga tersebut.

Baca juga: Sudah 3 Jenazah PDP Corona Diambil Paksa dari RS Stella Maris Makassar

Lantas, mengapa hal itu bisa terjadi?

Standar pemerintah dan masyarakat

Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan kejadian-kejadian seperti itu muncul dikarenakan adanya pertentangan antara standar yang dimiliki oleh pemerintah dengan konstruksi sosial masyarakat.

Dalam hal ini pemerintah bergerak secara formal, sementara masyarakat secara sosial kultural.

"Apa yang bertentangan? kalau pemerintah bergeraknya secara formal, sedangkan masyarakat secara sosial kultural. Nah, ini tidak terjembatani," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/6/2020).

Dalam konstruksi sosial, menurutnya, masyarakat menganggap pengurusan jenazah sebagai bagian dari ritus of passage, yaitu ritual-ritual kehidupan manusia sejak hidup hingga mati dan melibatkan orang lain.

Ritual-ritual kehidupan itu bisa berupa peringatan kelahiran dan kematian. Jika tidak dilakukan, akan ada hukum sosial yang menantinya.

"Kalau tidak melakukan itu secara kultural, dia juga akan dihukum dengan sanksi sosial, misal menjadi anak yang tidak hormat dengan orang tua," jelas dia.

"Hal-hal seperti itu masih melekat kuat di dalam masyarakat atau istilah sosiologinya disebut dengan tindakan berorientasi nilai," tambahnya.

Baca juga: Fakta Keluarga Bongkar Plastik Jenazah PDP Virus Corona, Sempat Umrah dan Hasil Tes Belum Keluar

Pendekatan Konstruktif

Melihat kondisi tersebut, Drajat menyebut harus ada titik-titik kompromi yang dibuat antara ke dua pihak, yaitu pemerintah dan pihak keluarga. 

Sayangnya, pemerintah sejauh ini tak mau kompromi dengan hal itu dan cenderung menggunakan pendekatan positivistik, bukan pendekatan konstruktif.

"Kalau positivistik kan asumsinya masyarakat tidak ngerti apa-apa, komunikasinya satu arah. Sementara pendekatan konstruktif itu kan mendengarkan, bagaimana sih variasi masyarakat itu. Itu yang kemudian menyebabkan orang tidak punya pilihan lain," terang dia.

Misalnya, kata Drajat, masyarakat bisa mengizinkan salah satu anggota keluarga dalam pengurusan jenazah dengan menggunakan protokol ketat dan alat pelindung diri (APD) secara lengkap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com