Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
David S Perdanakusuma
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Prof. Dr. David S Perdanakusuma, dr., SpBP-RE(K) adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.

Risiko Penugasan Dokter PPDS Saat Pandemi

Kompas.com - 19/05/2020, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Angka perkiraan bila dihitung untuk seluruh program studi di Indonesia sekitar 218 kasus. Kondisi ini selaras dengan peningkatan jumlah pasien dan jumlah tes yang dilakukan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Para PPDS adalah dokter yang sedang melaksanakan proses pendidikan dengan melakukan pelayanan di rumah sakit pendidikan.

Pada diri mereka melekat tugas dan tanggung jawab yang terstruktur dan terjadwal. Dalam situasi pandemi ini PPDS tetap memberi pelayanan kepada pasien di bawah supervisi dokter penanggung jawab pasien (DPJP).

Situasi ini membuat PPDS menjadi orang yang berpotensi tertular Covid-19 dari pasien yang dilayaninya.

Pasien dari bidang keilmuan masing-masing yang datang mungkin juga sudah tertular Covid-19, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam setiap pelayanan.

Identifikasi harus dapat dilakukan untuk memastikan status Covid-19 pada pasien yang datang dengan atau tanpa keluhan terkait Covid-19.

Potensi mengganggu pelayanan

Situasi ini dapat menimbulkan gangguan pada pelayanan. Saat ini sudah ada kebijakan membatasi pelayanan elektif dengan prioritas hanya pada kasus gawat darurat.

Tentu hal ini akan sangat merugikan, bukan hanya bagi pasien non-Covid-19 namun juga bagi PPDS perlu mencapai kompetensi yang diharapkan selama masa pendidikan.

Penurunan jumlah pasien non-Covid-19 memungkinkan terjadi masalah yang serius bagi pasien berupa keterlambatan dalam penanganan. Hal ini dapat merugikan maupun fatal.

Perlu disiapkan rumah sakit non-Covid-19 untuk tetap terjaminnya pelayanan pada pasien non-Covid-19 sekaligus sebagai tempat pendidikan PPDS dalam upaya memenuhi kompetensinya.

Kebijakan penanggulangan keselamatan PPDS sedapat mungkin dimulai dengan pengaturan jadwal dan waktu kegiatan untuk mengurangi frekuensi keterpaparan dan mencegah timbulnya kelelahan yang bisa menurunkan daya tahan tubuh.

Secara teoritis terjadinya infeksi virus sama dengan keterpaparan virus dikali dengan frekuensi.

Berikutnya, PPDS perlu diberi pembekalan mengenai Covid-19 baik untuk bidang yang terkait langsung dengan Covid-19 maupun yang tidak.

Dalam praktiknya, ini harus disertai dengan program skrining berkala bagi PPDS yang kemungkinan terpapar kasus Covid-19. Perlu diupayakan adanya jaminan dari pihak berwenang baik lokal maupun nasional apabila tertular atau sakit.

Tiga tahap penapisan

Penapisan atau skrining pada pelayanan dilakukan dengan tiga tahap meliputi triage, ruangan penanganan, dan di ruang perawatan.

Pasien yang dihadapi adalah pasien rujukan yang telah diduga atau terdiagnosa Covid-19 atau pasien mandiri yang belum jelas Covid-19 atau bukan.

Diperlukan alur penanganan yang jelas untuk implementasi ini. Pada setiap tahapan skrining, PPDS dibekali dengan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dan memadai.

Alat pelindung diri harus disesuaikan dengan tempat pelayanan dan tingkat risiko paparan dengan pasien bergejala maupun tidak, pasien Covid19, atau pasien non-Covid-19 yang sudah diketahui positif maupun yang belum diketahui. Untuk hal ini diperlukan kejelasan perlindungan bagi PPDS.

Dosen Fakultas Kedokteran UNS Solo, Darmawan Ismail menunjukkan alat pelindung diri yang digagasnya di Solo, Jawa Tengah, Senin (30/3/2020).KOMPAS.com/LABIB ZAMANI Dosen Fakultas Kedokteran UNS Solo, Darmawan Ismail menunjukkan alat pelindung diri yang digagasnya di Solo, Jawa Tengah, Senin (30/3/2020).

Penggunaan APD ada 3 tingkat perlindungan.

Perlindungan tingkat 1 terdiri dari penutup kepala, masker bedah, sarung tangan, baju kerja, dan alas kaki.

Perlindungan tingkat 2 terdiri dari penutup kepala, google, masker N95, sarung tangan, apron atau gown, dan alas kaki.

Perlindungan tingkat 3 terdiri dari face shield, google, masker N95, sarung tangan, hazmat/cover all jumpsuit dan sepatu boots.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com