Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Minta Bantuan di Media Sosial Saat Pandemi Corona, Apakah Wajar?

Kompas.com - 18/05/2020, 10:51 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 memang membawa begitu banyak dampak bagi kehidupan masyarakat dunia.

Di antaranya perubahan pola hidup, terganggunya kegiatan bisnis, hingga berkurangnya atau bahkan hilangnya penghasilan.

Pemerintah pusat maupun daerah memang telah mengeluarkan stimulus bantuan tertentu untuk membantu rakyatnya yang mengalami kesulitan ekonomi, namun sepertinya bantuan tersebut belum sepenuhnya menyentuh mereka yang membutuhkan.

Padahal, kebutuhan hidup terus ada tidak peduli bagaimana krisis yang sedang terjadi.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 18 Mei: 4,8 Juta Terinfeksi | India Perpanjang Lockdown

Belakangan ini, di media sosial sering dijumpai sejumlah akun yang mengaku sangat membutuhkan bantuan.

Beragam cara mereka lakukan, mulai dari meminta diberi pekerjaan demi menyambung hidup, ada yang menampilkan sisa saldo di rekening yang hanya sekian ratus Rupiah saja, ada pula yang langsung memberikan nomor rekening dan meminta sejumlah bantuan uang.

Misalnya yang satu ini, sebuah akun di Twitter mengunggah informasi bahwa ia membutuhkan pekerjaan, pekerjaan apapun menurutnya bisa ia lakukan demi mendapat uang.

Baca juga: Mengintip Program KKN UNS di Tengah Pandemi Corona...

Penjelasan Sosiolog

Sosiolog asal Universitas Gadjah Mada yang memiliki fokus pada masyarakat digital, Sidiq Hari Madya menyebut hal itu sebagai ketidakwajaran yang menjadi wajar di saat masa krisis seperti sekarang ini.

"Menurut saya perilaku tersebut memang tampak tak wajar. Tetapi, dalam kondisi krisis sangat mungkin ketidakwajaran itu dianggap lumrah," kata Sidiq, Minggu (17/5/2020).

Di tengah situasi yang penuh dengan ketidakpastian seperti sekarang, apapun bisa saja dilakukan orang untuk bisa mempertahankan hidupnya. Termasuk cara-cara yang jika kondisi normal itu sangat tidak wajar untuk dilakukan.

Baca juga: Kisah-kisah Penjemputan Pasien Positif Corona, Warga Dipeluk Agar Tertular hingga Petak Umpet dengan Petugas

"Perilaku seperti minta pekerjaan apapun, minta belas kasihan dengan menunjukkan menipisnya saldo rekening bisa jadi upaya yang wajar selama perilaku tersebut dihadapkan dengan pilihan untuk bertahan hidup," jelas dia. 

"Berbeda dengan kondisi non-krisis (normal) yang menurut saya tidak bisa dibenarkan. Konteks pandemi ini menunjukkan situasi krisis di mana orang-orang mementingkan soal bagaimana bertahan hidup," lanjut Sidiq.

Akun Twitter @djiyanto yang melakukan upaya ini berhasil mendapatkan sejumlah transferan dari netizen lain yang membaca unggahannya.

Baca juga: Dampak Corona, Emirates Bakal Pangkas 30.000 Pekerja

Hal ini lah yang membuat sejumlah netizen lain melakukan hal sama di kolom komentar unggahan dari @djiyanto.

Menurut Sidiq, efektif atau tidaknya cara ini untuk menapatkan bantuan sangat tergantung pada banyak sedikit pelakunya.

"Apakah cara itu efektif? Tidak, jika banyak orang melakukannya. Tapi cara itu bisa kita lihat sebagai upaya yang 'tersisa', di saat cara lain seperti bantuan yang didesain pemerintah dinilai tidak efektif," ucap dia.

Dalam pandangannya, Pemerintah di masa krisis ini semestinya hadir dan kehadirannya benar-benar dapat dirasakan oleh mereka yang membutuhkan.

"Inisiatif personal atau sosial dengan mengharapkan charity atau simpati dari orang lain muncul karena tidak ada yang diharapkan dari pemerintah," pungkas dia. 

Baca juga: Update, 5 Kabar Baik soal Kondisi dan Penanganan Virus Corona di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing 'Oren' Barbar

Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing "Oren" Barbar

Tren
8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Tren
Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Tren
Bukan Cuma Olahraga, Lakukan 3 Gerakan Ini untuk Jaga Kesehatan

Bukan Cuma Olahraga, Lakukan 3 Gerakan Ini untuk Jaga Kesehatan

Tren
Apa yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Kopi Sebelum Makan?

Apa yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Kopi Sebelum Makan?

Tren
Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 7-8 Mei 2024

Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 7-8 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN]  Ikan Tinggi Albumin, Cegah Sakit Ginjal dan Hati | Pemain Malaysia Disiram Air Keras

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Albumin, Cegah Sakit Ginjal dan Hati | Pemain Malaysia Disiram Air Keras

Tren
PBB Kecam Israel Buntut Pemberedelan Al Jazeera, Ancam Kebebasan Pers

PBB Kecam Israel Buntut Pemberedelan Al Jazeera, Ancam Kebebasan Pers

Tren
Waspada, Modus Penipuan Keberangkatan Haji dengan Visa Non-Haji

Waspada, Modus Penipuan Keberangkatan Haji dengan Visa Non-Haji

Tren
Cara Menyewa Kereta Api Luar Biasa untuk Perjalanan Wisata

Cara Menyewa Kereta Api Luar Biasa untuk Perjalanan Wisata

Tren
Kemendagri Pastikan PNS di Lubuklinggau yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia Sudah Kembali Jadi WNI

Kemendagri Pastikan PNS di Lubuklinggau yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia Sudah Kembali Jadi WNI

Tren
Ramai soal Milky Way di Langit Indonesia, Simak Waktu Terbaik untuk Menyaksikannya

Ramai soal Milky Way di Langit Indonesia, Simak Waktu Terbaik untuk Menyaksikannya

Tren
Seorang Suami di Cianjur Tak Tahu Istrinya Laki-laki, Begini Awal Mula Perkenalan Keduanya

Seorang Suami di Cianjur Tak Tahu Istrinya Laki-laki, Begini Awal Mula Perkenalan Keduanya

Tren
Cara Menghapus Semua Postingan Facebook, Mudah Bisa lewat HP

Cara Menghapus Semua Postingan Facebook, Mudah Bisa lewat HP

Tren
Dampak Pemasangan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, 21 Kereta Berhenti di Jatinegara hingga 30 November 2024

Dampak Pemasangan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, 21 Kereta Berhenti di Jatinegara hingga 30 November 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com