Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
David S Perdanakusuma
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Prof. Dr. David S Perdanakusuma, dr., SpBP-RE(K) adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.

Alasan Mengapa Harus Tidak Mudik Saat Pandemi Covid-19

Kompas.com - 24/04/2020, 09:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo telah mengumumkan larangan mudik untuk semua warga negara setelah sebelumnya bersifat imbauan saja.

Hal ini penting mengingat saat ini telah memasuki bulan suci Ramadhan yang dari tahun ke tahun diwarnai arus mudik yang tinggi. Larangan ini tidak lain demi mencegah penyebaran Covid-19.

Keputusan ini patut diapresiasi mengingat bahaya yang akan timbul bila mudik tetap berjalan. Larangan ini sebenarnya selaras dengan berbagai imbauan, arahan, dan keputusan yang sudah tersebar secara masif untuk tetap tinggal di rumah.

Keputusan ini sangat dibutuhkan dalam rangka penguatan arahan tetap tinggal di rumah, belajar di rumah, bekerja dari rumah, beribadah di rumah, menjaga jarak, dan tidak berkerumun.

Sebelumnya, pelarangan ini hanya untuk ASN, pegawai BUMN, dan personel TNI-Polri.

Mobilisasi vs imobilisasi

Mudik berarti kegiatan perantau atau pekerja migran kembali ke kampung halamannya (udik). Kata “mudik” juga singkatan dari mulih dhilik yang artinya adalah pulang sebentar. Jadi, mudik berarti berpindahnya seseorang dari kota untuk pulang ke desa.

Kegiatan ini jelas berlawanan dengan semangat merumahkan orang di tempatnya masing-masing sesuai dengan domisili saat ini.

Merumahkan kegiatan belajar dan bekerja berarti merumahkan di tempat domisili saat ini, bukan merumahkan di tempat asal atau di kampung halaman.

Dalam konteks pandemi, keduanya berlawanan karena makna merumahkan sesuai domisili adalah imobilisasi sementara makna kedua adalah mobilisasi keluar domisili.

Kontradiksi ini terkait dengan risiko penularan. Imobilisasi menekan penularan sementara mobilisasi meningkatkan risiko penularan.

Petugas kesehatan tengah mengecek suhu tubuh pengendara yang masuk ke Kota Bandung melalui jalur Jalan Dr Djunjunan (Jalan Pasteur) dengan menggunakan scan thermal, Rabu (22/4/2020). Pengecekan yang dilakukan di pos check point Jalan Pasteur ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona (covid-19) di Bandung Raya selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).KOMPAS.com/AGIE PERMADI Petugas kesehatan tengah mengecek suhu tubuh pengendara yang masuk ke Kota Bandung melalui jalur Jalan Dr Djunjunan (Jalan Pasteur) dengan menggunakan scan thermal, Rabu (22/4/2020). Pengecekan yang dilakukan di pos check point Jalan Pasteur ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona (covid-19) di Bandung Raya selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dengan imobilisasi, orang tidak berpindah dari tempat domisili. Ini mengurangi kontak antar manusia sehingga risiko saling menularkan bisa minimal. Seandainya tertular pun dapat ditelusuri rantai penularannya.

Di lain pihak, mobilisasi meningkatkan peluang kontak antar manusia karena interaksinya di area publik misal terminal, stasiun, dan bandara serta dalam kendaraan.

Kondisi ini memungkinkan penularan dari orang sakit dengan maupun tanpa gejala. Penularan dari sini sulit ditelusuri. Belum lagi risiko menjadi penular di desanya.

Penyakit impor karena mobilitas orang

Seperti diketahui bahwa Covid-19 ini adalah penyakit impor yang diawali dengan kontak dan mobilitas manusia yang datang dan pergi dari dan ke luar negeri.

Jadi asalnya adalah karena adanya mobilitas global/ internasional yang masuk kategori masyarakat menengah ke atas dan mengenai masyarakat terutama di kota besar. Dalam proses perjalanannya Covid-19 ini relatif dapat ditelusuri untuk melacak rantai penularan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com