Sekolah kerajinan ini juga dikelola bersama kedua saudaranya, RA Kardinah dan RA Rukmini,
Pada periode tahun 1896 hingga 1903, Kartini menuliskan pemikirannya lewat tulisan yang dimuat oleh majalah perempuan di Belanda yang bernama De Hoandsche Lelie, De Nederlandasche Taal, De Gida, dan Soerabainsche Nieus Handelsblad.
Selain itu, ia juga saling berkirim surat dengan teman-temannya yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Abendanon.
Menurut surat tertanggal 19 Oktober 1903 kepada Abendanon, Kartini menuliskan bahwa ia akan menikah.
Acara pernikahan tersebut berlangsung pada 8 November 1903.
Kartini menikah dengan seorang bangsawan Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada 1903.
Meski telah menikah, Kartini tidak menghentikan perjuangannya untuk membela hak-hak perempuan.
Suaminya juga mengerti akan keinginan Kartini dan memberikan kebebasan padanya.
Dari pernikahannya ini, RA Kartini memiliki anak pertama sekaligus anak terakhirnya yang bernama Soesalit Djojo Adhiningrat pada 13 September 1904.
Namun, empat hari setelah melahirkan, tepatnya pada 17 September 1904, Kartini mengembuskan napas terakhir di usianya yang baru menginjak 25 tahun.
Baca juga: Kalau Kamu ke Jepara, Nikmati Keelokan Pantai Kartini
Melansir Harian Kompas, 1 Januari 2000, perjuangan Kartini banyak diketahui melalui surat-surat yang ditinggalkan olehnya.
Setidaknya ada 106 surat Kartini kepada para sahabatnya.
Sebagian surat Kartini dipilih dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1911 dalam buku Door Duisternis tot Lict oleh pejabat Belanda, JH Abendanon yang mengenal Kartini dengan dekat dan keluarga Bupati Jepara.
Buku tersebut pun dicetak ulang sebanyak empat kali hingga tahun 1923.
Cetakan kelima pada tahun 1976 merupakan edisi baru yang diperluas dengan tambahan surat Kartini yang tidak diterbitkan pada edisi I.