KOMPAS.com - Awal pekan lalu, Senin (2/3/2020), Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama Covid-19 yang disebabkan infeksi virus corona.
Pengumuman itu disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di Istana Kepresidenan, Jakarta.
"Orang Jepang ke Indonesia bertemu siapa, ditelusuri dan ketemu. Ternyata orang yang terkena virus corona berhubungan dengan dua orang, ibu 64 tahun dan putrinya 31 tahun," kata Jokowi.
Sebelum adanya pengumuman itu, banyak pihak meragukan status Indonesia yang nihil kasus, mengingat sejumlah negara sekitarnya telah terinfeksi.
Tidak adanya Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, tak ada ruang isolasi yang cukup dan tak memadainya transportasi spesimen menjadi alasan atas keraguan itu.
Namun, keraguan itu dibantah langsung oleh Menkes Terawan.
Baca juga: [POPULER TREN] Kisah Pasien Sembuh Corona | Hasil SKD CPNS Diumumkan 22-23 Maret
Menurut Menkes, alat yang digunakan Kemenkes adalah alat tercanggih yang didatangkan dari Amerika Serikat.
Pasca-pengumuman pemerintah, masyarakat bereaksi. Terjadi panic buying terutama untuk masker, hand sanitizer, dan makanan kemasan.
Istana pun mengimbau agar masyarakat tak panik, tetapi tetap waspada.
Melihat penanganan di negara lain, respons cepat pemerintah menghadapi situasi krisis virus corona menjadi salah satu kunci menekan penyebaran dan peningkatan angka kasus.
Dosen kebijakan publik Universitas Gadjah Mada Gabriel Lele menilai, respons yang dilakukan pemerintah terkait penyebaran virus corona sudah baik.
Menurut dia, pemerintah tidak menunjukkan rasa panik dalam menangani kasus positif pertama di Indonesia.
Meski demikian, soal transparansi atas kasus ini masih menimbulkan banyak pertanyaan di benak publik.
"Pemerintah melalui Kemenkes beberapa kali memberikan penjelasan kepada publik. Tapi yang membuat publik bertanya-tanya adalah soal kredibilatas ketika Menkes mengatakan bahwa kita berserah saja kepada Yang Maha Kuasa," kata Lele kepada Kompas.com, Kamis (5/3/2020).
Ia juga berharap agar pemerintah memperketat keimigrasian dengan pengecekan yang lebih sistematis.
Menurut Lele, pengecekan di beberapa pintu masuk saat ini hanya berdasarkan pada self assessment.
"Artinya kalau orang merasa baik-baik saja, ya sudah dia enggak akan centang di dalam form yang diberikan imigrasi, sehingga lewat begitu saja," kata Lele.
Baca juga: Viral Driver Ojol Pakai Masker Gas karena Takut Terkena Virus Corona
Seharusnya, ia menilai, hal yang harus diperhatikan Indonesia adalah pemeriksaan komprehensif di titik keluar masuk negara, khususnya dari negara yang tingkat paparan virusnya tinggi.
Meski demikian, ia menganggap bahwa Indonesia memiliki kesiapan yang relatif baik.
Gabriel juga meminta agar pemerintah juga fokus terhadap penanganan virus corona yang bersifat sosial.
"Terkait dengan penanganan yang sifatnya sosial, pemerintah harus tegas bagi siapa pun yang menimbun peralatan-peralatan pencegahan paling mendasar," kata dia.
Menilik dari data persentase virus corona baru penyebab Covid-19, tercatat ada 53.400 pasien yang dinyatakan sembuh atau lebih dari 50 persen dari kasus yang dikonfirmasi.
Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan angka kematian yang mencapai 3.286 atau 3,4 persen.
Demikian pula halnya dengan tingkat kematiannya yang lebih kecil dibandingkan tiga penyakit lain yang pernah mewabah, yaitu flu burung (50-80 persen), MERS (35 persen), dan SARS (10 persen).