Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Risma dan Fenomena Penghinaan terhadap Pejabat...

Kompas.com - 07/02/2020, 05:50 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

"Kondisi ini tidak luput dari karakter masyarakat kita yang sebelumnya telah mengalami euforia dan kebebasan pers dan berpendapat yang dimiliki. Tentu tidaklah buruk, tapi perlu kearifan bersama bahkan pendampingan dalam penggunaannya," katanya lagi.

Baca juga: Banjir dari Jabodetabek hingga Surabaya, Kenapa Bisa Terjadi?

Sementara itu, ada juga berspektif lain yang dapat dibaca, yakni saat ini mayoritas pejabat publik masyarakat Indonesia merupakan orang sipil di mana sebelumnya didominasi oleh militer.

Adapun karakter sipil dan militer yang berbeda tersebut tentu melahirkan tipologi masyarakat yang berbeda.

Ia mencontohkan, kalau sipil cenderung egaliter, sementara militer lebih otoriter.

Membuat jera

Selain itu, berkaca dari kasus penghinaan terhadap pejabat lain, Siti menyampaikan, dengan memenjarakan pelaku yang menghina mungkin menjadi solusi jangka pendek.

"Justru solusi jangka panjang adalah dimulai dari anak-anak tentang nilai-nilai tertentu, bagaimana cara menyampaikan pendapat," katanya lagi.

Adapun cara ini dapat dimulai dari lingkup keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah karena kita lebih menghargai anak-anak kita berdasarkan nilai-nilai rapor yang cemerlang, bukan pada sikap dan perilaku bernilai luhur.

"Barangkali memang konsep kekuasaan kita mulai bergeser, tidak lagi milik siapa yang memiliki kapital, kharisma, atau otoritas, namun telah menyebar kepada siapa pun berasal dari mana pun," imbuh dia.

Meski begitu, Siti menilai warganet yang menghina Risma juga memiliki kuasa untuk mengatur Risma yang punya jabatan.

"Inilah yang disebut filsuf Michael Foucault sebagai governmentality," lanjut dia.

Baca juga: Viral Video Lamborghini Terbakar di Surabaya, Ini Penjelasan Dinas Kebakaran

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com