Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditolak dan Didemo Ribuan Buruh, Apa Itu Omnibus Law?

Kompas.com - 20/01/2020, 16:26 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pembahasan tentang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja masih terus berlangsung. Ada sejumlah poin yang sempat mengundang perdebatan dari 11 kluster yang ada di dalamnya.

Hari ini, Senin (20/1/2020), serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga menggelar aksi demonstrasi terkait dengan penolakan terhadap RUU Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan khusus untuk kelas  tiga.

Namun, apa sebenarnya Omnibus Law dan apa saja rincian dari 11 kluster di dalamnya?

Omnibus Law

Omnibus Law pertama kali muncul pada pidato Presiden RI Jokowi saat pelantikannya tanggal 20 Oktober 2019.

Menurut Jokowi saat itu, melalui Omnibus Law, akan dilakukan penyederhanaan kendala regulasi yang saat ini berbelit dan panjang. 

Omnibus Law adalah sebuah konsep pembentukan undang-undang utama untuk mengatur masalah yang sebelumnya diatur sejumlah UU atau satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU.

Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah agar lebih tepat sasaran. 

Mengutip Kompas.com (22/10/2019), Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan bahwa Omnibus Law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar di dalam sebuah negara. 

Melansir keterangan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, latar belakang dari munculnya gagasan ini adalah perlambatan ekonomi dan ketidakpastian perekonomian global, serta gejolak politik dunia.

Kondisi ini sangat mempengaruhi perekonomian nasional Indonesia. Oleh karena itu, digagas perubahan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih baik melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. 

Omnibus Law di klaster ketenagakerjaan sendiri lebih difokuskan pada aspek perlindungan pekerja (eksisting) dan perluasan lapangan kerja (untuk menampung pekerja baru).

Untuk itu, tujuan dari gagasan Omnibus Law adalah menghilangkan tumpang tindih peraturan UU, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan UU, dan menghilangkan ego sektoral.

Baca juga: Didemo Buruh: Berikut Polemik Omnibus Law, dari Upah Per Jam hingga Krisis Ekologi

UU Cipta Lapangan Kerja

Adapun Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terdiri atas 11 klaster pembahasan dengan beberapa poin di dalamnya.

Melansir paparan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, berikut adalah 11 klaster tersebut:

  1. Penyederhanaan Perizinan Berusaha (55 UU)
    Klaster ini terdiri atas izin lokasi dan tata ruang, izin lingkungan, IMB dan SLF, serta penerapan RBA pada 18 sektor.
  2. Persyaratan Investasi (13 UU)
    Klaster ini terdiri atas kegiatan usaha tertutup, bidang usaha terbuka (priority list), dan pelaksanaan investasi.
  3. Ketenagakerjaan (3 UU)
    Klaster ini terdiri atas upah minimum, outsourcing, tenaga kerja asing (TKA), pesangon PHK, sweetener, dan jam kerja. 
  4. Kemudahan dan Perlindungan UMKM (3 UU)
    Klaster ini terdiri atas kriteria UMK-M, basis data, collaborative processing, kemitraan, insentif, pembiayaan, dan perizinan tunggal.
  5. Kemudahan Berusaha
    Klaster ini terdiri atas keimigrasian, paten, pendirian PT untuk UMK, hilirisasi minerba, perusahaan migas, dan badan usaha milik desa.
  6. Dukungan Riset dan Inovasi
    Klaster ini terdiri atas pengembangan ekspor dan penugasan BUMN/Swasta.
  7. Administrasi Pemerintahan
    Klaster ini terdiri atas penataan kewenangan, NSPK, diskresi, dan sistem serta dokumen elektronik.
  8. Pengenaan Sanksi
    Klaster ini terdiri atas menghapus sanksi pidana atas kesalahan administrasi dan sanksi berupa administrasi dan/atau perdata
  9. Pengadaan Lahan
    Klaster ini terdiri atas pengadaan tanah dan pemanfaatan kawasan hutan.
  10. Investasi dan Proyek Pemerintah
    Klaster ini terdiri atas pembentukan lembaga SWF dan pemerintah menyediakan lahan dan perizinan.
  11. Kawasan ekonomi
    Klaster ini terdiri atas KEK (One Stop Service), KI (infrastruktur pendukung), dan KPBPB (fasilitas KEK untuk FTZ enclave), serta kelembagaan. 

Baca juga: Demo di Depan DPR, Ini 6 Alasan Buruh Tolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Mengundang perdebatan

Konsepsi Omnibus Law yang digagas oleh pemerintah bukan berarti tanpa halangan dalam proses pembahasan hingga pengesahannya nanti.

Selain faktor-faktor yang tidak menentu dari luar negeri seperti ketegangan geopolitik dunia, kualitas pertumbuhan ekonomi, ataupun persepsi iklim investasi, polemik juga datang dari masyarakat Indonesia, sebagai pihak yang terdampak kebijakan ini. 

Poin-poin yang diperdebatkan berasal dari berbagai klaster di dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Adapun sejumlah poin tersebut di antaranya adalah terkait upah per jam, kemudahan tenaga kerja asing (TKA) masuk Indonesia, pemutusan hubungan kerja dan pesangon, hingga risiko krisis ekologi. 

Baca juga: Omnibus Law Koperasi, Pendirian Cukup Tiga Orang

(Sumber: Kompas.com/ Luthfia Ayu Azanella |Editor: Inggried Dwi Wedhaswary)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Tren
8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

Tren
Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Tren
Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Tren
Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Tren
Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Tren
Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Tren
Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com