KOMPAS. com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberikan sinyal akan menempatkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai pimpinan di salah satu BUMN.
Selain dinilai memiliki rekam jejak yang baik, menurut Erick, Ahok merupakan sosok pendobrak yang dibutuhkan perusahaan pelat merah.
Namun saat ditanya terkait posisi persis Ahok di BUMN, Erick meminta wartawan dan publik bersabar.
Kejelasan mengenai posisi Ahok di BUMN akan diketahui pada awal Desember mendatang.
Posisi Ahok menjadi salah satu pemimpin di BUMN tersebut juga dibenarkan oleh Presiden Joko Widodo.
Masuknya Ahok dalam posisi pimpinan di salah satu BUMN tersebut mengundang beragam respons.
Sejumlah pihak pun meminta Ahok untuk melakukan dua hal berikut ini:
Baca juga: Melihat Gaya Kepemimpinan Anies dan Ahok...
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rahman mengatakan, Ahok harus mundur dari PDI-P jika mengisi posisi sebagai direksi atau komisaris di badan usaha milik negara (BUMN).
Anggota komisi VI DPR RI Fraksi PPP, Achmad Baidowi juga menyarankan hal yang sama jika Ahok ditunjuk memimpin salah satu BUMN.
Menurut mereka, Ahok harus mengundurkan diri dari PDIP karena di dalam BUMN terdapat surat semacam pakta integritas, yang mengharuskan yang bersangkutan steril dari partai politik atau aktif dalam kegiatan politik.
Sementara itu, status Ahok sebagai mantan terpidana kasus penodaan agama tak menjadi halangan. Hal terpenting lainnya yakni Ahok tak pernah menjadi terpidana kasus dugaan korupsi.
Perlu diketahui, sejak bebas dari penjara, Ahok bergabung dengan PDI Perjuangan. Status Ahok dalam partai PDIP-P hanya kader biasa dan belum mengembang posisi apapun.
Sementara itu, dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-03/MBU/2015 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN, yang mengatur tata cara pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN, tidak diatur kewajiban kader partai untuk mundur dari partai politiknya bila dicalonkan sebagai direksi BUMN.
Baca juga: Soal Terbatasnya Akses Komunikasi di Jayapura, Ini Penjelasan Kominfo
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade juga menyarankan agar Ahok tak menggunakan gaya kepemimpinan yang sama, seperti saat yang bersangkutan menjadi Gubernur DKI Jakarta ketika benar-benar terpilih sebagai bos di salah satu BUMN.
Hal senada juga diungkapkan oleh Achmad Baidowi.
Ia juga meminta Ahok mengubah cara berkomunikasinya saat memimpin salah satu perusahaan BUMN.
Ia berharap agar Ahok lebih mengedepankan empati bukan emosi dalam memimpin sebuah lembaga.
Seperti yang selama ini diketahui publik, saat menjawab sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok terkesan memiliki gaya komunikasi yang emosional.
Dalam sebuah wawancara dengan Kompas.com di tahun 2016, Ahok mengakui jika gaya komunikasinya memang cenderung emosional.
Bahkan, berbagai pihak telah menasihati dirinya agar mengubah caranya dalam berkomunikasi.
Saat masih menjabat sebagai wakil Gubernur DKI Jakarta, Jokowi pun pernah menasihati Ahok agar lebih menahan emosi.
Namun, ia mengakui seringkali melupakan nasihat tersebut.
Ahok mengatakan alasan emosinya suka meledak-ledak salah satunya karena pembawaan.
"Kadang-kadang aku kesal juga sama orang-orang, lihat situasinya (bermasalah), kesal saja. Daripada kesal-kesal, nahan-nahan jantungan, mendingan keluar, tetapi aku cepat lupa kok," kata Ahok, dikutip dari Kompas.com, 12 Januari 2016.
Baca juga: Rekam Jejak Ahok, dari Kontraktor, Gubernur, Napi, Kini ke BUMN
(Sumber: Kompas.com/Kahfi Dirga, Dani Prabowo, Akhdi Martin, Haryanti Puspa, Ihsanuddin | Editor: Icha Rastika, Bambang Priyo Jatmiko, Krisiandi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.