KOMPAS.com - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok rencananya akan memimpin salah satu badan usaha milik negara (BUMN) strategis.
Menjadi salah satu tokoh paling kontroversial di Indonesia, Ahok pernah melakoni beberapa peran, mulai dari pengusaha kontraktor, kepala daerah, hingga berakhir di penjara.
Berikut rekam jejak Ahok:
Dikutip dari buku Jejak Para Pemimpin (2014), selepas menjadi sarjana Teknik Geologi dari Universitas Trisakti, Ahok memutuskan mengikuti jejak ayahnya menjadi pengusaha.
Pada 1989, ia pulang kampung ke Belitung dan mendirikan CV Panda. Perusahaan itu bergerak di bidang pertambangan, sebagai kontraktor PT Timah.
Baca juga: Perjalanan Ahok, dari Pulau Timah ke Ibu Kota
Selama dua tahun menjadi kontraktor, Ahok bermimpi menjadi pengusaha di bidang pembangunan yang lebih besar lagi.
Namun, ia sadar bahwa untuk menjadi pengolah mineral, diperlukan modal yang besar serta manajemen yang profesional.
Untuk itu, ia kembali ke Jakarta dan mengambil S2 di bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetia Mulya.
Setelah meraih gelar Magister Manajemen (MM), Ahok diterima bekerja di PT Simaxindo Primadya di Jakarta. Perusahaan itu bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik.
Ahok berperan sebagai staf direksi bidang analisis biaya dan keuangan proyek. Namun, tak lama, Ahok ingin mengembangkan usahanya di Belitung sehingga berhenti bekerja dan pulang kampung pada 1992.
Baca juga: Melihat Gaya Kepemimpinan Anies dan Ahok...
Pada 1992, Ahok mendirikan PT Nurinda Ekapersada. Perusahaan itu didirikan sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995.
Pabrik yang dimaksud berlokasi di Dusun Burung Mandi, Desa Mengkubang, Manggar, Belitung Timur.
Ahok bermimpi pabrik itu menjadi percontohan agar usaha bisa menguntungkan bagi pemegang saham, karyawan, dan warga sekitarnya.
Dengan dibantu berbagai orang, pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung itu didirikan pada 1994.
Ahok memilih menggunakan teknologi dari Amerika Serikat dan Jerman untuk operasionalnya. Ia ingin perusahaannya bisa memulai tumbuhnya suatu kawasan industri terpadu dan pelabuhan samudra dengan nama Kawasan Industri Air Kelik (KIAK).
Sayang, langkahnya terhenti pada tahun 1995. Pabrik Ahok ditutup pemerintah. Ahok mengaku ada oknum Kementerian Kehutanan yang menerbitkan sertifikat hutan lindung di lahan tambang miliknya.
Baca juga: Jubir Presiden: Ahok Harus Mundur dari PDI-P jika Jadi Bos BUMN
Diduga, ada tambang lain yang berusaha memuluskan izin, tetapi mengorbankan tambang yang berizin resmi yang tak lain dimiliki Ahok.
Soal kasus ini, ia pernah menceritakannya kepada jajaran Pemprov DKI ketika menjabat sebagai Gubernur DKI.
"Saya pun dulu sebelum jadi pejabat, saya muak dengan yang namanya oknum pejabat. Saya betul-betul muak dengan kemunafikan, meras, menekan, saya betul-betul muak," kata Ahok dengan nada tinggi pada 2016 silam.
Sontak, perusahaan tambang Ahok ditutup. Peristiwa inilah yang pada akhirnya membuat Ahok berniat menjadi pejabat. Sebab, lanjut dia, pengusaha tidak bisa melawan kebijakan pemerintah.
Maka, pada 2004, Ahok bergabung ke politik. Ia bergabung dengan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin Dr Sjahrir.
Karena tak punya modal besar, Ahok melakukan blusukan ke pelosok Belitung Timur untuk menemui konstituen.
Baca juga: Ahok Bakal Masuk ke BUMN, Luhut: Kan Dia Kerjanya Bagus