KOMPAS.com - Ketum Partai Nasdem, Surya Paloh dan Presiden PKS, Sohibul Iman sepakat untuk memperkuat check and balance atau fungsi pengawasan terhadap pemerintah di DPR.
Pernyataan tersebut mengemuka dalam pertemuan yang berlangsung Rabu (30/10/2019) kemarin.
Selain itu, Paloh juga mengatakan tidak menutup kemungkinan Partai Nasdem dapat sejalan dengan PKS dalam menjalankan fungsi penyeimbang di DPR terhadap kebijakan pemerintah.
Mengutip laporan Kompas.com, Kamis (31/10/2019), Paloh mengatakan partai Nasdem di kemudian hari bisa saja mengambil sikap yang sejalan dengan parpol oposisi, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam mengkritik kebijakan pemerintah.
Artinya, tidak menutup kemungkinan partainya akan berbeda sikap dengan pemerintah meski saat ini Partai Nasdem masih tergabung dalam koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Lantas, apa yang seandainya akan terjadi dengan Nasdem jika benar-benar beralih sebagai oposisi?
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiatri mengatakan, Nasdem tentunya sudah memikirkan risiko jangka panjang dengan apa yang dilakukannya bersama PKS, apabila memang berniat menjadi oposisi.
Menurutnya, risiko terbesar jika Nasdem keluar dari koalisi pemerintah adalah kehilangan jatah kursi menterinya di dalam kabinet.
Di sisi lain, menjadi oposisi bisa membuat Nasdem memperoleh keuntungan politik yang besar di tahun 2024 mendatang.
"Jika peran oposisi murni ini dimainkan oleh Nasdem, maka Nasdem akan menjadi partai terbesar karena kursinya lebih besar dari PKS, PAN dan Demokrat dalam posisi oposisi," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
Hal inilah yang akan menjadi status politik menguntungkan bagi Nasdem ke depannya.
Baca juga: Langkah Panjang Nasdem untuk 2024...
Terkait dengan posisi menteri-menteri dari Nasdem, imbuhnya tergantung pada dinamika politik yang akan terjadi.
"Kalau memang menterinya di-reshuffle maka dugaan saya, Nasdem akan menjadi oposisi murni selain PKS di parlemen," ucap Putri.
Ia juga menegaskan pembicaraan politik sangat mungkin terjadi sehingga posisi politik Nasdem tidak berubah alias tetap menjadi koalisi pemerintah dan mendapatkan jatah kursi.
"Kita harus menunggu dan reshuffle pun dugaan saya tidak akan dilakukan dalam waktu dekat, karena kabinet baru saja berjalan kita tunggu dalam 100 hari kerja kabinet ini," tambahnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun menilai adanya keuntungan politik yang besar di 2024 apabila Nasdem beralih menjadi oposisi.
Menurutnya, besarnya dominasi posisi Megawati, Prabowo dan Luhut Binsar Pandjaitan di dalam pemerintahan saat ini membuat Nasdem kehilangan posisi strategis.
Dengan begitu, beralihnya Nasdem menjadi oposisi justru akan menjadi peluang bagus bagi partai tersebut.
Saat disinggung terkait dengan adanya tiga menteri Nasdem di Kabinet Indonesia Maju, imbuhnya bisa saja di-reshuffle jika Nasdem terus bersikap kritis.
"Risiko terburuk jika Nasdem bersikap kritis meski berada dalam kekuasaan adalah menterinya di-reshuffle," ucap dia.
Baca juga: Soal Pertemuan Prabowo dengan Surya Paloh, Apa yang Mereka Bahas?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.