Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suporter Sering Berulah, Ada Apa dengan Sepak Bola Kita?

Kompas.com - 27/10/2019, 20:08 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerusuhan antar suporter sepak bola di Indonesia belakangan ini kerap terjadi. Kerusuhan antar suporter menjadi persoalan serius yang tak kunjung tuntas.

Terbaru, pada laga Derbi Mataram yang berlangsung pada Senin (21/10/2019), suporter PSIM melakukan aksi anarkistis yang berujung pada perusakan mobil polisi.

Meski sejumlah hukuman telah banyak diberikan, tetap tidak ada efek jera bagi mereka untuk mengulangi tindakan tersebut.

Menanggapi hal itu, pengamat sepakbola nasional Akmal Marhali mengatakan bahwa perilaku bar-bar suporter Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor.

"Bisa ekonomi, sosial di masyarakat, bisa juga tekanan keluarga dan sebagainya. Nah mereka melampiaskannya dengan perilaku bar-bar ketika menonton sepak bola," kata Akmal kepada Kompas.com, Minggu 927/10/2019).

Berbagai faktor tersebut ditambah dengan kondisi sepak bola tanah air yang tidak sehat.

Menurutnya, kerusuhan antar suporter yang terus berulang menunjukkan tidak adanya ketegasan federasi dalam memberikan hukum.

Selama ini, sanksi yang diberikan kebanyakan adalah berupa denda yang menjadi tanggung jawab klub, bukan suporter.

"Sehingga suporter tidak memiliki tanggung jawab moral untuk bertanggung jawab terhadap perilaku yang mereka perbuat. Amat jarang misalnya dilarang menyaksikan pertandingan sekian tahun," ujar dia.

Baca juga: Deretan Ulah Suporter Indonesia dalam Satu Bulan Terakhir

Lemahnya edukasi suporter

Meski hukuman larangan menyaksikan pertandingan itu pernah dilakukan, tetapi kenyataannya menurut Akmal tidak ada ketegasan.

"Baru dua pertandingan akhirnya direvisi, banding, sehingga boleh menyaksikan pertandingan lagi atas permintaan klubnya," papar Akmal.

Ia juga menyoroti lemahnya edukasi kepada suporter, baik dilakukan oleh klub maupun federasi.

Edukasi yang dimaksudnya adalah edukasi terkait regulasi atau barang yang boleh dan dilarang untuk dibawa masuk ke stadiun.

Menurut Akmal, kesuksesan komisi disiplin (komdis) bukan diukur dari banyaknya sanksi yang diberikan, melainkan semakin sedikitnya sanksi dan hukuman yang diberikan.

"Bukan dibalik, semakin banyak uang yang dikumpulkan, komdis berhasil," kata Akmal.

Senada dengan Akmal, wartawan senior sekaligus pengamat sepak bola Weshley Hutagalung menyebutkan bahwa para suporter tidak mempedulikan sanksi.

Ia menyebutkan, ada tiga macam suporter saat akan datang ke stadion.

"Pertama, yang mencintai sepak bola. Dia menikmati sepak bola dan menerima hasil apapun," kata Weshley kepada Kompas.com, Minggu (27/10/2019).

"Kedua, orang yang mendukung timnya. Ia enggak mau timnya kalah, maunya timnya menang dengan cara apa pun ia akan ke stadiun untuk mendukung timnya meraih kemenangan," sambungnya.

Tipe yang ketiga adalah suporter yang tidak memiliki sikap.

Tipe tersebut menurut Weshley mudah diprovokasi oleh pihak yang memiliki kepentingan.

"Siapa pun dalam kondisi massal kalau ia enggak punya tujuan jelas, ia sangat rawan," paparnya.

Baca juga: Bola Panas Revisi UU KPK, Berharap Komitmen Politik Jokowi...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com