Jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap "mati" di era Jokowi, di era Megawati-lah lembaga antirasuah itu lahir.
Berkat Megawati pula saat ini setiap orang bisa memilih presiden. Sebelumnya, pemilu dilaksanakan tidak langsung. Namun Mega merintis pemilihan yang digelar langsung kendati ia akhirnya kalah di pemilu 2004.
Kekalahan Mega boleh jadi disebabkan sejumlah kebijakannya yang kontroversial.
Yang masih tersisa dan diselidiki hingga kini yakni kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia. Ketika itu, perekonomian nasional mengalami guncangan hebat akibat krisis nilai tukar yang dialami sejumlah negara di Asia.
Kurs mata uang yang tak terkendali membuat banyak nasabah yang mengambil uang dalam jumlah besar secara mendadak di perbankan.
Pemerintah berupaya meredam keresahan masyarakat itu dengan melikuidasi 16 bank umum swasta nasional. Alih-alih menenangkan masyarakat, keputusan melikuidasi bank itu justru semakin menambah kepanikan nasabah.
Setelah itu, BI terpaksa memberikan dana talangan Rp 23 triliun kepada bank-bank. Namun, kenyataannya penyaluran dana BLBI, yang menurut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai Rp 144,5 triliun, banyak yang diselewengkan oleh pemilik bank-bank itu sehingga menjadi beban anggaran negara.
Megawati yang diwarisi masalah penyelewengan dana BLBI memutuskan mengeluarkan penerbitan surat keterangan lunas (SKL) bagi mereka yang melunasi.
Penerbitan SKL ini pula diselewengkan dan terus diselidiki hingga kini.
Selain BLBI, krisis moneter di era Soeharto juga mewariskan utang yang besar. Megawati berusaha melunasinya dengan menjual sejumlah BUMN.
Penjualan belasan BUMN yang nilainya mencapai Rp 18,5 triliun berhasil menurunkan utang.
Salah satu privatisasi yang paling diperdebatkan ialah Indosat. Kala itu, Indosat dijual seharga Rp 4,6 triliun kepada Tamasek Holding Company, BUMN Singapura.
Lima tahun kemudian, Tamasek menjual saham Indosat kepada Qatar Telecom dengan harga mencapai tiga kali lipat.
Penjualan Indosat masih kerap diperbincangkan. Presiden Joko Widodo saat berkampanye pada 2014 mengatakan suatu saat akan membeli saham Indosat, tetapi dengan harga yang wajar.
Selain privatisasi BUMN, kebijakan lain Megawati yang kerap dipermasalahkan ialah sistem kerja alih daya atau outsourcing.
Kebijakan ini lahir lewat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang disahkan di era Mega. Undang-undang itu sebenarnya sudah jelas mengatur keberadaan perusahaan penyedia tenaga kerja.
Penyedia tenaga kerja yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja. Di dalamnya juga diatur bahwa hanya pekerjaan penunjang yang dapat dialihdayakan.
Akan tetapi, sistem ini banyak diprotes buruh lantaran dianggap tidak menjanjikan kepastian kesejahteraan buruh.
Mereka tidak mendapat tunjangan pekerjaan seperti karyawan pada umumnya, dan waktu kerja tidak pasti karena tergantung kesepakatan kontrak.
Sejak maraknya praktik outsourcing, Hari Buruh yang diperingati setiap 1 Mei selalu menyertakan penghapusan outsourcing sebagai salah satu tuntutan.
Selain Undang-undang Ketenagakerjaan, Megawati mewarisi banyak undang-undang lainnya yang hingga kini masih digunakan.
Yusril Ihza Mahendra yang menjabat Menteri Kehakiman di era Megawati, mengaku membuat hingga 200 rancangan undang-undang hanya dalam waktu 3,5 tahun pemerintahan.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden pertama di era pemilu demokratis yang berhasil terpilih dua kali.
Selama 10 tahun SBY menjabat, pertumbuhan ekonomi melesat. Pertumbuhan ekonomi melaju di rata-rata lima persen, bahkan ketika perekonomian global terpukul pada 2008.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2011 ketika ekonomi tumbuh 6,5 persen dan terendah pada 2009 dengan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen.
Kendati pertumbuhan ekonomi cukup baik di era SBY, pembangunan infrastruktur tersendat. Sebab, porsi APBN besar untuk subsidi.
Di era kepemimpinannya, SBY terkenal dengan berbagai subsidi dan bantuan sosial bagi rakyat.
Beberapa menuai kritik keras seperti bantuan langsung tunai (BLT), namun lainnya patut diapresiasi seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Kendati memenangkan pemilu untuk kedua kalinya, periode kedua SBY tak berjalan mulus.
Untuk memahami kutukan periode kedua yang dialami SBY, silakan tulisan selanjutnya.
Membayangkan Legacy Jokowi (3): Kutukan Periode Kedua
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.