Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membayangkan Legacy Jokowi (2): Warisan Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY

Kompas.com - 26/10/2019, 09:00 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

 

2. Abdurrahman Wahid (Oktober 1999-Juli 2001)

Di era Abdurrahman Wahid yang singkat, sejumlah konflik sosial yang selalu jadi masalah Indonesia, berhasil diredam.

Di Aceh dan Papua misalnya, pendekatan Gus Dur berhasil menahan gelombang separatisme tanpa kekerasan militer.

Gus Dur lah presiden yang berperan membubarkan praktik dwifungsi ABRI. Ia mengembalikan tentara ke barak. Ia juga yang memisahkan angkatan bersenjata menjadi TNI dan Polri.

Aspek sosial menjadi perhatian kiai Nahdlatul Ulama ini. Berkat Gus Dur, tahun baru Imlek yang dilarang pada masa kolonial Belanda dan dipersulit di era Soeharto, kembali menjadi hari libur nasional yang dirayakan.

Ia juga yang mengakui Kong Hu Cu sebagai tambahan agama yang diakui di Indonesia.

Gus Dur juga sempat memperjuangkan nasib para tahanan politik dan mereka yang selama ini didiskriminasikan akibat pelarangan PKI meskipun tak berhasil.

Bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, Gus Dur adalah pahlawan. Ia menyelamatkan Siti Zaenab dan Adi Asnawi yang akan dihukum gantung di Arab Saudi dan Malaysia.

Bahkan setelah tak menjadi presiden, Gus Dur pernah menampung 81 TKI yang dideportasi dari Malaysia di rumahnya di Ciganjur pada 2005.

Arah peningkatan ekonomi di era Gus Dur juga sangat baik. Tak cuma PNS yang merasakan kenaikan gaji hingga tiga kali lipat, rakyat Indonesia juga merasakan pertumbuhan ekonomi yang baik di era Gus Dur.

Pertumbuhan ekonomi yang berada di minus 3 saat ditinggalkan Habibie, tumbuh hingga ke 4,9 persen di tahun 2000.

Yang lebih penting, pertumbuhan ekonomi ini dibagi merata. Sebelum krisis ekonomi 1997, indeks ketimpangan atau rasio gini sangat tinggi.

Gus Dur yang tak menginginkan kesenjangan jadi akar konflik sosial, berhasil menurunkan rasio gini hingga 0,31, atau terendah dalam 50 tahun terakhir.

Terdekat dengan pencapaian ini hanya era Soeharto pada 1993 dengan gini ratio 0,32. Bedanya, Soeharto perlu 25 tahun untuk menurunkan gini ratio hingga ke angka ke 0,32 (1993).

Sedangkan Gus Dur hanya perlu kurang dari dua tahun untuk menurunkan koefisien gini ratio dari 0,37 (1999) ke 0,31 (2001).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com