Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelaah Fenomena Hiper Regulasi, Apa Sebabnya?

Kompas.com - 16/10/2019, 21:05 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hasil penelitian dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) baru-baru ini menyebutkan bahwa terjadi hiper regulasi atau penerbitan peraturan perundang-udangan yang sangat banyak di level eksekutif.

PSHK mencatat, sejak Oktober 2014 hingga 2018, ada 7.621 peraturan menteri. Peraturan menteri paling banyak dihasilkan oleh Kementerian Keuangan, kemudian Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sementara itu, jumlah peraturan presiden yang dihasilkan selama empat tahun mencapai 765. Sementara itu, peraturan pemerintah berjumlah 452.

Menurut Peneliti PSHK, Nur Sholikin, fenomena hiper regulasi ini berpotensi menyebabkan tumpang tindihnya peraturan.

Belum lagi, sebuah kementerian umumnya memiliki lembaga turunan yang melekat dengan peraturan perundang-undangan tersebut.

Baca juga: PSHK: 4 Tahun Pertama Pemerintahan Jokowi, Eksekutif Hiper Regulasi

"Bicara tentang hiper regulasinya yang dimaksud PSHK, bisa dimaknai dua hal. Pertama, apakah memang birokrasi kita sudah bekerja secara efektif dan efisien dengan regulasi yang ada atau malah terjadi ketumpangtindihan regulasi," tutur Aditya Perdana, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) saat dihubungi Kompas.com (16/10/2019).

Menurut Aditya, dalam kasus ketumpangtindihan regulasi, yang harus diperhatikan adalah setiap internal kementerian ataupun instansi pemerintahan.

"Misal, sebenarnya, instansi-instansi seperti kementerian ataupun pemerintah memiliki konsen, perhatian yang relatif sama terhadap satu aturan tertentu. Karena mereka mungkin bisa jadi memiliki koordinasi yang lemah, maka kadang tumpang tindih," tambah Aditya.

Aditya mengungkapkan bahwa kondisi tersebut berdampak kemudian terhadap efektivitas kinerja dan efisiensi birokrasi dalam menjalankan atau mengimplementasikan aturan tertentu.

Aditya juga menambahkan bahwa fenomena ini juga berkorelasi dengan penganggaran yang semakin besar karena sebenarnya mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya sama tetapi dilakukan banyak pihak.

Dihubungi secara terpisah, Fifiana Wisnaeni, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Diponegoro (UNDIP) mengatakan bahwa fenomena hiper regulasi dapat dilihat dari materi muatan masing-masing peraturan yang berbeda.

Ia menilai bahwa banyaknya peraturan yang ada seperti peraturan Menteri diakibatkan oleh adanya peraturan yang tidak ada di Undang-Undang, tetapi perlu diatur. Begitu pula dengan Peraturan Presiden dan peraturan lain di level eksekutif.

Fifi menyampaikan bahwa peraturan tersebut menjadi banyak karena setiap institusi memiliki kewenangan membuat peraturan yang tidak diatur di atasnya. Jadi, komponen eksekutif dapat membuat peraturan dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya.

"Namun, memang itu terlalu banyak, terlalu gemuk. Benar kata PSHK, bisa terjadi tumpang tindih," ungkap Fifi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/10/2019).

Menurut Fifi, untuk menghindari tumpang tindih, perlu adanya sinkronisasi harmonisasi terhadap hal-hal yang sudah diatur dalam peraturan.

"Misalnya, dalam satu kementerian yang sama, mengatur dua hal yang sama, tetapi dengan aturan yang berbeda," ujarnya.

"Artinya, jika sudah ada peraturan baru, aturan yang lama dicabut dulu. Jadi, ya memang harus ada sinkronisasi dan harmonisaasi. Itu mungkin yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menghindari tumpang tindih regulasi," pungkas Fifi.

Baca juga: Banyak Aturan Tumpang Tindih, PSHK Dorong Revisi UU Nomor 12 Tahun 2011

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 5-6 Mei 2024, Bisakah Disaksikan di Indonesia?

Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 5-6 Mei 2024, Bisakah Disaksikan di Indonesia?

Tren
Kronologi dan Dugaan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Pelaku Sempat Melakukan Upaya Bunuh Diri

Kronologi dan Dugaan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Pelaku Sempat Melakukan Upaya Bunuh Diri

Tren
7 Manfaat Ikan Teri, Menyehatkan Mata dan Membantu Diet

7 Manfaat Ikan Teri, Menyehatkan Mata dan Membantu Diet

Tren
Buah dan Sayur yang Tidak Boleh Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah dan Sayur yang Tidak Boleh Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
Jadwal dan Live Streaming Pertandingan Semifinal Thomas dan Uber Cup 2024 Hari ini

Jadwal dan Live Streaming Pertandingan Semifinal Thomas dan Uber Cup 2024 Hari ini

Tren
Sederet Fakta Kasus Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Dilakukan di Jalan Desa

Sederet Fakta Kasus Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Dilakukan di Jalan Desa

Tren
Bagaimana Tubuh Bisa Menghasilkan Vitamin D Saat Terpapar Sinar Matahari?

Bagaimana Tubuh Bisa Menghasilkan Vitamin D Saat Terpapar Sinar Matahari?

Tren
Waspada Cuaca Panas Melanda Indonesia, Ini Tips Menghadapinya

Waspada Cuaca Panas Melanda Indonesia, Ini Tips Menghadapinya

Tren
7 Tanda Kolesterol Tinggi yang Sering Diabaikan, Pegal di Pundak dan Mudah Mengantuk

7 Tanda Kolesterol Tinggi yang Sering Diabaikan, Pegal di Pundak dan Mudah Mengantuk

Tren
BMKG: Beberapa Wilayah Indonesia yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 4-5 Mei 2024

BMKG: Beberapa Wilayah Indonesia yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 4-5 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Irak | Tragedi Runtuhnya Jalan Tol di China

[POPULER TREN] Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Irak | Tragedi Runtuhnya Jalan Tol di China

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com