KOMPAS.com - Kerusuhan terjadi di Fakfak, Papua Barat, dan Timika, Mimika, Rabu (21/8/2019) pagi.
Peristiwa ini dibenarkan oleh Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani.
Kantor Dewan Adat dan Pasar Thumuruni Fakfak dibakar massa.
Menurut Lakotani, kerusuhan yang terjadi merupakan lanjutan aksi protes kasus rasisme yang ditujukan ke mahasiswa Papua di Surabaya beberapa hari lalu.
Lakotani menduga, kerusuhan yang terjadi di Fakfak ditunggangi oleh pihak tertentu.
Aparat keamanan yang terdiri dari polisi dan TNI telah berada di lokasi kejadian untuk mengamankan massa pendemo.
Baca juga: Kemkominfo: Akses Internet di Fakfak Sengaja Diperlambat Selama 9 Jam
Polisi menambah jumlah personel agar kerusuhan tak meluas.
Kurang lebih 100 personel Brimob dari Makassar dikirim ke Papua Barat.
Kegaduhan yang terjadi di Fakfak ini disebutkan sudah dapat dikendalikan.
Petugas meminta masyarakat agar bisa menahan diri dan tidak melakukan aksi anarkistis.
Kerusuhan di Fakfak telah terjadi sejak Selasa (20/8/2019) malam.
Pendemo melakukan bakar ban di tengah jalan dan aksi ini sempat terhenti setelah petugas mengamankan beberapa orang.
Pengakuan warga Fakfak Sadidah, aksi massa pertama kali terjadi pada Selasa malam setelah karnaval umum peringatan hari kemerdekaan yang jatuh pada 17 Agustus 2019.
Sebelum karnaval berlangsung, tepatnya Selasa pagi, aksi damai terkait peristiwa rasisme ini juga sempat berlangsung.
Baca juga: Kerusuhan di Fakfak, Kondisi Sudah Terkendali
Unjuk rasa tersebut berjalan lancar dan tak ada kerusuhan.