Hal itu disampaikan oleh warganet @afifahafra79 pada Kamis (21/3/2024). Ia mengatakan, temannya melayat tetangganya yang meninggal karena pes.
Kemudian, hal itu direspons oleh warganet lainnya yang menyebut hal itu perlu dikonfirmasi kebenarannya. Karena kata dia, penyakit pes terakhir yang tercatat terjadi di Jawa Tengah terjadi antara tahun 1960-1970.
“Ini perlu dikonfirmasi bener si. Karena di Indonesia pes terakhir terdeteksi di Jawa Tengah taun 60-70an gitu,” tulis @piyopikavet pada Kamis (21/3/2024).
“Awal mulanya terdeteksi awal 1900an. Setelah sekian lama muncul lg ini ga bahaya ta kalo emang bener pes?” lanjutnya.
Perlu diketahui, penyakit pes sendiri adalah infeksi bakteri serius yang disebabkan oleh Yersinia pestis.
Yersinia pestis ini ditularkan ke manusia yang digigit oleh kutu pemakan hewan pengerat atau oleh manusia yang kontak dengan hewan terinfeksi.
Penjelasan Kemenkes
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi membantah munculnya kasus pes di Indonesia baru-baru ini.
Ia mengungkapkan, kasus pes terakhir terjadi pada 2007 atau 17 tahun yang lalu di Pasuruan, Jawa Timur.
“Sebenarnya satu kasus, setelah itu tidak ada kasus pes pada manusia. Hanya pada tikus masih ditemukan, hingga surveilans masih jalan,” ujar Nadia, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (22/3/2024).
Indonesia sendiri, menurutnya, dinyatakan sebagai daerah wabah pes dengan risiko rendah dan terlokalisasi (bersifat lokal).
Meski demikian, setidaknya terdapat tiga wilayah di Indonesia yang menjadi fokus penularan pes.
“Tiga daerah fokus pes, Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah), Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), dan Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta),” tuturnya.
“(Ada) satu daerah bekas fokus pes, Kabupaten Bandung (Jawa Barat),” lanjutnya.
Masih bisa muncul kembali
Terpisah, epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa penyakit pes bisa muncul karena faktor penularannya masih ada, seperti tikus dan kutu.
Namun perlu ditekankan, berbeda dengan puluhan atau ratusan tahun lalu, penanganan atau pengendalian penyakit pes ini kini jauh lebih baik.
“Asal bisa didiagnosis atau dideteksi segera, kemudian diobati dengan antibiotik karena ini kan disebabkan oleh bakteri,” ucap Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (22/3/2024).
Oleh karena itu, sejak pertama gejala penyakit pes ini muncul dalam 24 jam, segera periksakan ke dokter untuk dideteksi dan ditangani.
Pasalnya, jika tidak segera diobati, Dicky mengatakan bahwa penyakit pes bisa berakibat fatal atau kematian.
Gejala penyakit pes
Nadia mengatakan bahwa masyarakat bisa lebih memperhatikan gejala penyakit pes yang muncul.
Ia menjelaskan, penyakit pes ini tidak memiliki gejala khas, sehingga bisa mirip dengan penyakit infeksi lainnya.
“Tidak khas, hanya demam menggigil, mual, muntah, tapi bisa tiba-tiba sangat sesak dan syok,” ungkapnya.
“Karena infeksi berat dalam waktu singkat, gejala berat ini muncul kalau tidak diobati dengan antibiotik,” sambungnya.
Sementara Dicky menambahkan, penyakit pes sendiri terbagi menjadi tiga kategori, sesuai dengan bagian tubuh yang terjangkit.
“Ada yang menyerang limfatik (kelenjar getah bening), darah, dan paru. Masing-masing ini mempunyai gejala khas, tentunya harus melewati pemeriksaan laboratorium (untuk diagnosis),” tutur Dicky.
Pes yang menyerang limfatik itu disebut juga sebagai bubonic plague, kemudian pes yang menyerang darah adalah septicemic plague, dan pes yang menyerang paru-paru yakni pneumonic plague.
Meski begitu, terdapat gejala penyakit pes yang umum terjadi pada kasus infeksi-infeksi bakteri lain, seperti demam, menggigil, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Namun, Dicky juga mengungkapkan beberapa gejala khas dari masing-masing kategori pes tersebut.
“Kalau menyerang limfatik, ada nyeri di kelenjar getah bening. Kalau menyerang darah, demam menjadi lebih tinggi dan pendarahan. Kalau paru, ada batuk berdarah,” terangnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/23/090000565/ramai-diperbincangkan-masih-adakah-penyakit-pes-di-indonesia-