Untuk diketahui, kecelakaan yang melibatkan kereta api (KA) 350 CL Bandung Raya dan KA 65A Turangga terjadi pada Jumat (5/1/2024) lalu.
Tabrakan "adu kambing" tersebut menyebabkan empat orang meninggal dunia dan 37 orang mengalami luka-luka.
Dikutip dari Antara, Jumat (16/2/2024), hasil investigasi KNKT menunjukkan, anomali berupa uncommanded signal (sinyal yang tidak diperintahkan) menjadi salah satu penyebab tabrakan KA Bandung Raya dan KA Turangga itu.
Selain itu, adanya bias konfirmasi petugas pengatur perjalanan kereta api (PPKA) di stasiun ditenggarai juga berkontribusi sebagai penyebab kecelakaan KA di Cicalengka tersebut.
Kronologi masalah sinyal di Cicalengka
Dilansir dari Kompas.id, Jumat (16/2/204), saat kecelakaan terjadi, Stasiun Cicalengka mengirim sinyal mekanik melalui sistem interface (penerjemah sinyal mekanik ke elektrik dan sebaliknya) tanpa perintah ke sistem persinyalan elektrik Stasiun Haurpugur.
Sinyal tak diperintahkan itu mengindikasikan seolah-oleh telah diberi tanda bahwa blok telah aman oleh Stasiun Cicalengka.
Akibatnya, petugas Stasiun Haurpugur memberangkatkan KRL Bandung Raya menuju Stasiun Cicalengka.
Hal ini menjadi dasar pengambilan keputusan pelayanan KA dari tiap stasiun, kemudian kecelakaan pun tak terhindarkan.
Penjelasan penyebab tabrakan kereta di Cicalengka
Plt Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian KNKT Gusnaedi Rachmanas menyampaikan, uncommanded signal (sinyal tak diperintahkan) dalam sistem pengoperasian kereta api dipengaruhi sistem interface.
“KNKT menyimpulkan bahwa kecelakaan ini terjadi akibat adanya sinyal yang dikirim sistem interface tanpa perintah peralatan persinyalan blok mekanik,” ucap Gusnaedi.
Lebih lanjut ia menjelaskan, terdapat perbedaan sistem persinyalan kereta api yang digunakan di blok antara Stasiun Haurpugur yang menggunakan blok elektrik, dengan Stasiun Cicalengka yang memakai blok mekanik
Oleh karena itu, sebuah perangkat interface di Stasiun Cicalengka digunakan untuk menghubungkan kedua sistem blok itu.
"Uncommanded signal tersebut muncul akibat tegangan dengan amplitudo tinggi dalam waktu singkat yang dialami interface Stasiun Cicalengka ketika menerima sinyal dari Stasiun Haurpugur," kata dia.
Sebelumnya, anomali sinyal tak diperintahkankan tercatat sudah terjadi empat kali sejak Agustus 2023. Namun, petugas menganggap hal itu biasa terjadi karena dapat dinormalkan kembali dengan mengatur ulang sistem.
Selain itu, usia peralatan persinyalan di Stasiun Cicalengka yang tergolong tua berkontribusi terhadap kecelakaan yang terjadi.
Sistem persinyalannya yang masih mekanik berbeda dengan Stasiun Haurpugur yang sudah elektrik. Anomali penerjemahan sinyal pun rentan terjadi di antara kedua stasiun.
Kemudian, faktor kesalahan manusia akibat bias konfirmasi yang dialami oleh PPKA di kedua stasiun semestinya bisa dihindari, sehingga tidak terjadi tabrakan KA tersebut.
Gusnaedi menerangkan bahwa bias konformasi adalah perasaan PPKA yang memercayai sistem blok padahal sebenarnya masih perlu disiplin konfirmasi.
Sehingga, antara PPKA Stasiun Cicalengka dan PPK Stasiun Haurpugur tidak melakukan konfirmasi keberangkatan KA dari masing-masing stasiun.
Menurut Gusnaedi, confirmation bias memengaruhi proses pengambilan keputusan PPKA kedua stasiun itu untuk memberangkatkan kereta api dari masing-masing stasiun.
“Harusnya, seandainya dia konfirmasi kembali, mungkin ya tidak terjadi kecelakaan,” ujar Edi.
Rekomendasi KNKT
Dilansir dari Kompas.id, Jumat (16/2/2024), Gusnaedi menyebutkan, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub perlu memastikan keandalan serta SOP sistem interface.
Selain itu, pengawasan terhadap manajemen keselamatan perkeretaapian, khususnya terkait sistem pelaporan potensi bahaya, harus ditingkatkan.
Selain DJKA, KNKT juga merekomendasikan hal serupa perlu dilakukan oleh pihak KAI.
Wakil Ketua Forum Angkutan Jalan dan Kereta Api Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang menilai, DJKA dan KAI perlu duduk bersama untuk mengevaluasi lebih jauh persoalan ini agar peristiwa serupa tak terulang kembali.
Padahal, sistem persinyalan Cicalengka tergolong baru, tetapi mengapa bisa terjadi masalah.
Kedua stasiun yang tergolong sibuk itu juga dinilainya memiliki sumber daya manusia yang terbatas.
Sehingga, konfirmasi keberangkatan perjalanan KA melalui telepon bisa luput karena tak ada petugas yang berjaga.
Hal itu mengingat sebelum kejadian, semua petugas di Stasiun Haurpugur sedang melakukan semboyan 1 atau memberikan sinyal aman untuk memberangkatkan KA Turangga.
Selain itu, adanya faktor kepuasan (complacency) terhadap sistem yang ada membuat petugas tak mengonfirmasi ulang atau mericek keberangkatan kereta.
https://www.kompas.com/tren/read/2024/02/17/063000165/knkt-ungkap-penyebab-tabrakan-ka-turangga-ka-bandung-raya-di-cicalengka