Dalam buku Sang Patriot: Sebuah Epos Kepahlawanan (2014), Irma Devita Purnamasari menjelaskan, ditandatanganinya Perjanjian Renville sendiri didorong oleh adanya sengketa yang masih terus terjadi antara Indonesia dan Belanda.
Meskipun Indonesia sudah merdeka pada 17 Agustus 1945, Belanda masih belum bersedia mengakui kedaulatan Indonesia.
Belanda masih terus berusaha menguasai Indonesia dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947.
Lantas, bagaimana sejarah Perjanjian Renville dan apa isinya?
Sejarah perjanjian Renville
Perundingan Perjanjian Renville dimulai pada 8 Desember 1947.
Dalam perundingan ini, pihak Indonesia mengirimkan tiga delegasi, yaitu:
Sementara itu, delegasi Belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo.
Adapun hal utama yang dibahas di dalam perundingan ini adalah wilayah kedaulatan Republik Indonesia.
Selain perwakilan dari Indonesia dan Belanda, hadir pula perwakilan dari Komisi Tiga Negara (KTN) dalam perundingan tersebut sebagai penengah.
KTN sendiri meliputi Australia, Belgia, dan Amerika Serikat.
Amerika Serikat dipilih atas persetujuan Indonesia dan Belanda, sedangkan Belgia dipilih oleh Belanda, dan Australia adalah pihak luar yang ditunjuk oleh Indonesia.
Amerika Serikat kemudian mempertemukan Indonesia di atas kapal perang mereka yang bernama Renville.
Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin dan Belanda diwakilkan oleh Gubernur Jenderal van Mook.
Hasil perundingan
Secara garis besar, isi Perjanjian Renville mengharuskan pengosongan daerah-daerah yang berbatasan antara wilayah Indonesia dengan wilayah Belanda.
Untuk lebih jelasnya, hasil perundingan Perjanjian Renville adalah sebagai berikut:
Dampak Perjanjian Renville
Dampak Perjanjian Renville sangat merugikan Indonesia. Sebab, wilayah Indonesia menjadi semakin sempit, sedangkan Belanda menguasai wilayah-wilayah hasil pangan dan sumber daya alam.
Tidak hanya itu, Indonesia juga terdampak blokade ekonomi yang diterapkan oleh Belanda.
Akan tetapi, dampak yang paling memberatkan pihak Indonesia adalah keharusan tentara untuk pindah dari wilayah yang dikuasai.
Para tentara Tanah Air di Jawa Barat harus berpindah ke Jawa Tengah. Perpindahan para tentara ini disebut sebagai Long March Siliwangi.
Bahkan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin memutuskan undur diri dari jabatannya pada 23 Januari 1948 karena dianggap gagal mempertahankan Indonesia.
https://www.kompas.com/tren/read/2024/01/17/061500865/peristiwa-sejarah-17-januari-lahirnya-perjanjian-renville