Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Di Masa Depan Fenomena Gerhana Matahari Total Mungkin Punah, Hanya Ada Cincin Api

KOMPAS.com - Gerhana Matahari adalah salah satu fenomena astronomi yang paling ditunggu masyarakat.

Terdapat beberapa jenis fenomena astronomi ini, mulai dari gerhana Matahari total, gerhana Matahari cincin, hingga gerhana Matahari sebagian.

Namun, pakar astronomi dari Hayden Planetarium, New York, Amerika Serikat, Joe Rao memprediksi, gerhana Matahari mungkin tidak dapat disaksikan di masa depan.

Dilansir dari Space, Minggu (8/10/2023), kondisi tersebut dikarenakan jarak rata-rata Bulan ke Bumi bertambah sekitar 3,8 sentimeter setiap tahunnya.

Akibatnya, bukan gerhana Matahari total, kemungkinan gerhana hanya akan berbentuk lingkaran cincin api atau annular.

Fenomena gerhana Matahari

Gerhana Matahari terjadi saat Bulan tepat berada di antara Bumi dan Matahari, sehingga bayangan Bulan jatuh ke sebagian permukaan Bumi.

Dilansir dari laman Observatorium Bosscha, bayangan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu umbra, penumbra, dan antumbra.

Umbra adalah bayangan inti yang berada di bagian tengah, sehingga akan tampak sangat gelap pada saat terjadi gerhana.

Berbeda, bagian penumbra adalah bayangan kabur yang terjadi pada saat fenomena gerhana berlangsung.

Sedangkan, antumbra adalah terusan dari umbra, tetapi dengan penampakan lebih terang.

Bayangan Bulan yang jatuh ke permukaan Bumi tersebut akan menutupi penampakan Matahari.

Jika bayangan Bulan menutupi Matahari dengan sempurna maka disebut sebagai gerhana Matahari total.

Namun, saat Bulan berada di titik terjauh dari Bumi, bayangannya tidak akan mampu menutupi seluruh permukaan Matahari.

Lantaran ukuran Bulan masih terlihat lebih kecil jika dilihat dari Bumi itulah, cahaya Matahari akan terlihat menyerupai cincin api. Fenomena ini yang dikenal dengan gerhana Matahari cincin.

Joe Rao menjelaskan, Bulan bergerak mengelilingi Bumi dalam orbit atau lintasan berbentuk elips.

Pada titik terdekatnya dengan Bumi atau disebut perigee, Bulan dapat mendekat dalam jarak 356.371 kilometer.

Saat berada di titik terjauh dari Bumi atau apogee, jaraknya adalah 406.720 kilometer. Sedangkan, jarak rata-rata Bumi ke Bulan sejauh 384.748 kilometer.

"Agar gerhana total dapat terjadi, bayangan umbra Bulan yang gelap harus bersentuhan dengan permukaan Bumi," kata Rao.

Wilayah permukaan Bumi yang terkena bayangan ini akan mengalami gerhana Matahari total lantaran bayangan gelap Bulan sepenuhnya menutupi Matahari.

Namun, bayangan ini secara umum memiliki panjang rata-rata hanya sekitar 378.000 kilometer, lebih kecil dari jarak rata-rata Bulan ke Bumi.

"Itu sebabnya, ketika Bulan baru melintas langsung di antara Bumi dan Matahari, jika secara umum jaraknya lebih dari 378.000 kilometer, ujung bayangan umbra yang gelap akan gagal melakukan kontak dengan Bumi," ujar Rao.

Sebagai gantinya, menurut dia, "bayangan negatif" atau terusan dari umbra yang dikenal sebagai antumbra, akan tercipta.

Dikutip Live Science, Rabu (11/10/2023), kondisi itulah yang memunculkan fenomena gerhana Matahari cincin, seperti yang akan terjadi di sebagian besar wilayah Amerika pada 14 Oktober 2023.

Di sisi lain, sejak Juli 1969 hingga Desember 1972, 12 astronaut dalam misi Apollo meninggalkan serangkaian pemantul laser di permukaan Bulan.

Sejak itu, para astronom di Bumi secara rutin memantulkan laser untuk mengukur jarak antara Bulan dan Bumi secara akurat.

Analisis pengukuran tersebut menunjukkan bahwa jarak rata-rata Bulan ke Bumi bertambah sekitar 3,8 sentimeter setiap tahunnya.

Kondisi tersebut dikarenakan pergerakan Bulan sangat terganggu oleh daya tarik Matahari, serta sedikit terganggu tarikan planet-planet dan Bumi.

Oleh karena itu, Bulan pun secara perlahan bergerak semakin jauh dari Bumi, berputar ke luar dan naik ke orbit yang lebih jauh.

Saat Bulan semakin menjauh, ukurannya akan tampak berkurang hingga akhirnya mencapai titik di mana bayangan umbra terlalu jauh untuk jatuh ke permukaan Bumi.

"Dan dengan demikian menghalangi terjadinya gerhana Matahari total," kata Rao.

Kapan gerhana Matahari total punah?

Sementara itu, dalam bukunya yang bertajuk More Mathematical Astronomy Morsels, meteorolog dan astronom Jean Meeus mengatakan, tingkat pergeseran Bulan dari Bumi saat ini, yakni sebesar 3,8 meter per abad akan tetap konstan.

Jika benar demikian, maka dibutuhkan waktu sekitar 1,21 miliar tahun sebelum fenomena gerhana Matahari total menjadi mustahil untuk dinikmati.

Namun, jika memperhitungkan fakta bahwa bentuk orbit Bumi bervariasi lebih cepat daripada peningkatan jarak Bulan yang sangat lambat dan bertahap, mungkin tidak perlu menunggu selama itu.

"Akibatnya, dari 620 juta hingga 1.210 juta tahun ke depan, akan ada periode di mana gerhana Matahari total secara bergantian menjadi mungkin terjadi dan tidak mungkin terjadi, hingga akhirnya fenomena ini tetap mustahil terjadi selamanya," kata Meeus.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/12/203000565/di-masa-depan-fenomena-gerhana-matahari-total-mungkin-punah-hanya-ada

Terkini Lainnya

Perang Balon Berlanjut, Pembelot Korea Utara Ancam Kirim 5.000 USB Berisi Drama Korea Selatan

Perang Balon Berlanjut, Pembelot Korea Utara Ancam Kirim 5.000 USB Berisi Drama Korea Selatan

Tren
Terdampak Balon Isi Sampah dari Korut, Warga Korsel Bingung Minta Ganti Rugi ke Siapa

Terdampak Balon Isi Sampah dari Korut, Warga Korsel Bingung Minta Ganti Rugi ke Siapa

Tren
Video Viral Bocah Jatuh dari JPO Tol Jatiasih karena Pagar Berlubang, Jasa Marga Buka Suara

Video Viral Bocah Jatuh dari JPO Tol Jatiasih karena Pagar Berlubang, Jasa Marga Buka Suara

Tren
Iuran Tapera Dinilai Belum Bisa Dijalankan, Ini Alasannya

Iuran Tapera Dinilai Belum Bisa Dijalankan, Ini Alasannya

Tren
Maladewa Larang Warga Israel Masuk Negaranya, Solidaritas untuk Palestina

Maladewa Larang Warga Israel Masuk Negaranya, Solidaritas untuk Palestina

Tren
Syarat dan Cara Daftar PPDB Jabar 2024, Akses di Sapawarga atau Klik ppdb.jabarprov.go.id

Syarat dan Cara Daftar PPDB Jabar 2024, Akses di Sapawarga atau Klik ppdb.jabarprov.go.id

Tren
Profil Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, Kepala dan Wakil Kepala IKN yang Mengundurkan Diri

Profil Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, Kepala dan Wakil Kepala IKN yang Mengundurkan Diri

Tren
Heboh Orang Ngobrol dengan Layar Bioskop di Grand Indonesia, Netizen: Sebuah Trik S3 Marketing dari Lazada Ternyata

Heboh Orang Ngobrol dengan Layar Bioskop di Grand Indonesia, Netizen: Sebuah Trik S3 Marketing dari Lazada Ternyata

BrandzView
Pelari Makassar Meninggal Diduga 'Cardiac Arrest', Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya

Pelari Makassar Meninggal Diduga "Cardiac Arrest", Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya

Tren
Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Tren
Cara Mengurus Pembuatan Sertifikat Tanah, Syarat dan Biayanya

Cara Mengurus Pembuatan Sertifikat Tanah, Syarat dan Biayanya

Tren
Mengenal Teori Relativitas Albert Einstein, di Mana Ruang dan Waktu Tidaklah Mutlak

Mengenal Teori Relativitas Albert Einstein, di Mana Ruang dan Waktu Tidaklah Mutlak

Tren
Ahli Klaim Pecahkan Misteri Lokasi Lukisan Mona Lisa Dibuat, Ini Kotanya

Ahli Klaim Pecahkan Misteri Lokasi Lukisan Mona Lisa Dibuat, Ini Kotanya

Tren
Gaji Ke-13 PNS Cair Mulai Hari Ini, Cek Penerima dan Komponennya!

Gaji Ke-13 PNS Cair Mulai Hari Ini, Cek Penerima dan Komponennya!

Tren
Rujak dan Asinan Indonesia Masuk Daftar Salad Buah Terbaik Dunia 2024

Rujak dan Asinan Indonesia Masuk Daftar Salad Buah Terbaik Dunia 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke