Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Waspada, Kejahatan Berkedok Video Call WhatsApp dan Pamer Alat Kelamin untuk Peras Korban

KOMPAS.com - Media sosial kembali ramai membahas kejahatan berkedok panggilan video atau video call di platform WhatsApp.

Melalui unggahan video TikTok @king.uyakuya, Jumat (30/6/2023), Uya Kuya membeberkan pemerasan yang diawali video call.

Menurut dia, setelah korban mengangkat panggilan, pelaku akan memamerkan alat kelamin atau bagian tubuh lain yang tidak pantas diperlihatkan.

Kemudian, pelaku akan menangkap layar atau screenshot, sehingga korban dan pelaku tampak tengah melakukan panggilan video seks.

"Jadi seolah-olah kalian lagi video call seks. Habis itu mereka akan memeras dengan ancaman akan disebarluaskan," ujar Uya dalam videonya.

Hingga Rabu (19/7/2023) siang, video tersebut telah menuai lebih dari 24 juta tayangan, 1,7 juta suka, dan 46.600 komentar dari pengguna TikTok.

Lantas, apa yang harus dilakukan untuk mencegah pemerasan dengan modus ini?

Saran pakar untuk mencegah pemerasan

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha mengatakan, pemerasan dengan modus video call WhatsApp sudah ada sejak 2019.

Kala itu, kejahatan ini berkedok merayu korban untuk bersedia melakukan video call sex, kemudian direkam dan dijadikan alat pemerasan.

"Pada modus saat ini pelaku langsung memamerkan alat kelamin pada saat video call tersambung," ujar Pratama, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/7/2023).

Menurut dia, beberapa langkah dapat dilakukan agar masyarakat tidak menjadi korban kejahatan pemerasan dengan modus video call WhatsApp, antara lain:

1. Jangan angkat panggilan video

Pertama, jangan angkat panggilan video dari orang atau nomor yang tidak dikenal. Masyarakat juga dapat menyalakan fitur "Bisukan Penelepon Tidak Dikenal" pada WhatsApp.

Caranya, masuk ke menu "Pengaturan", pilih "Privasi", dan klik "Panggilan". Kemudian, pilih "Bisukan Penelepon Tidak Dikenal" untuk mengaktifkan fitur ini.

Sebagai tambahan, Pratama menyarankan menggunakan aplikasi untuk mengidentifikasi nomor tidak dikenal, seperti Getcontact dan Truecaller.

2. Jangan membayar tebusan

Jika terlanjur mengangkat panggilan video, selanjutnya pelaku akan mengirimkan hasil tangkapan layar untuk memeras korban.

"Jangan membayar tebusan kepada pemeras karena tidak akan menjamin screenshot tersebut tidak akan disebarkan," kata Pratama.

Sebaliknya, sekali dibayar, pelaku akan terus meminta uang kepada korban dengan dalih yang sama.

3. Ganti username dan profil media sosial

Cara ketiga, jika sudah tersebar, korban dapat berdalih bahwa foto tersebut merupakan editan atau hasil penipuan orang tidak dikenal.

"Segera blokir atau buat privat serta mengganti username dan profil akun media sosial untuk sementara," kata dia.

Dia menambahkan, cara ini dapat mencegah foto disebarkan dan dikaitkan dengan media sosial korban.

Selanjutnya, korban dapat melaporkan ke pihak berwajib agar kasus ini dapat ditindaklanjuti.

Pratama menegaskan, pelaku kejahatan pemerasan dengan modus seperti ini sebenarnya dapat dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 368 ayat (1) KUHP mengatur bahwa:

"Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."

Tak hanya itu, Pratama menambahkan, pelaku juga bisa dihukum dengan Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang berbunyi:

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman."

"Dengan denda sampai Rp 1 miliar dan hukuman penjara sampai 6 tahun," kata Pratama.

Terpisah, pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan, korban tidak perlu takut hasil tangkapan layar panggilan video akan tersebar.

"Karena kalau dibuktikan secara digital itu bukan kejadian yang sebenarnya," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu.

Menurutnya, dengan menghiraukan pelaku, korban justru dapat melaporkannya ke kepolisian atas konten tidak senonoh.

"Yang publikasikan (konten) yang kena. Dan juga itu kan capture rekayasa dan berniat jahat," pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/19/200000465/waspada-kejahatan-berkedok-video-call-whatsapp-dan-pamer-alat-kelamin-untuk

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke