Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Yurisdiksi Universal Bukan Mandat Konstitusi Kita

Tahun lalu, sejumlah kelompok masyarakat sipil mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang (UU) Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta pengubahan yurisdiksi Pengadilan HAM atas pelanggaran HAM berat di luar negeri menjadi mencakup warga negara asing (WNA).

Jika dikabulkan, Pengadilan HAM akan berwenang mengadili pelanggaran HAM berat di luar negeri oleh siapapun dan kepada siapapun tanpa berkaitan dengan Indonesia. Yurisdiksi ini disebut yurisdiksi universal (YU).

Akan tetapi, penerapan YU pada prinsipnya adalah kebijakan sistem peradilan Indonesia, bukan persoalan konstitusionalitas maupun kewajiban internasional.

Universalitas HAM dan Ketertiban Dunia

Pemohon menganggap UU Pengadilan HAM bertentangan dengan konstitusi dalam dua hal. Pertama, pembatasan yurisdiksi mengurangi esensi universalitas HAM dalam Pasal 28 UUD 1945. Kedua, pembatasan tersebut membatasi peran Indonesia dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia.

Mengenai hal pertama, universalitas HAM diakui dalam berbagai instrumen hukum internasional, termasuk Deklarasi Universal HAM. Universalitas ini merujuk pada nilai bahwa semua manusia memiliki HAM tanpa pengecualian apapun, seperti ras dan agama.

Baik Kovenan Hak Sipil Politik maupun Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya meletakkan tanggung jawab utama perlindungan dan penghormatan HAM pada negara dalam wilayah dan yurisdiksinya masing-masing. Logikanya, negara memang memiliki kewenangan penuh hanya di wilayah dan yurisdiksinya.

Pembatasan itu penting sebagai jaminan penghormatan kedaulatan dan upaya mencegah berbagai bentuk kolonialisme, termasuk dengan memaksa penerapan nilai tertentu (misi peradaban atau demokratisasi) ke wilayah negara lain. Karenanya, meski universalitas HAM berlaku kepada semua orang, penafsirannya tidak serta merta menjadi universalitas kewenangan negara kepada semua orang di wilayah manapun.

Dalam konteks Indonesia, pemerintah memang dimandatkan untuk melindungi HAM ‘semua orang’, bukan hanya warga negara. Namun, tentu Indonesia tidak dapat menerapkan kekuasaannya untuk memenuhi HAM seluruh masyarakat dunia, karena tanggung jawab dan kekuasaannya terbatas.

Tentu bukan intensi penyusun konstitusi untuk mewajibkan Indonesia menjamin hak atas pendidikan atau hak kewarganegaraan individu di belahan dunia lain, tanpa berkaitan dengan Indonesia. Dengan demikian, meski konstitusi mengakui universalitas HAM, hal tersebut tidak dapat diartikan dengan mengakui universalitas kekuasaan Indonesia dalam melindungi HAM seluruh masyarakat dunia.

Mengenai hal kedua, menafsirkan ‘menjaga ketertiban dunia’ dalam konstitusi haruslah satu nafas dengan frasa ‘yang berdasarkan kemerdekaan’. Frasa tersebut mengukuhkan prinsip dasar kebijakan negara dalam mengemban peran global.

Konstitusi mengamanatkan peran dan prinsip, namun tidak mendikte kebijakan apa dan sejauh apa peran menjaga ketertiban dunia tersebut harus dilaksanakan. Adapun keputusan mengenai kebijakan apa yang sesuai menjadi kewenangan pemerintah dan dalam beberapa hal bersama dengan DPR sebagai penentu kebijakan, bukan lembaga yudikatif.

Contohnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diresmikan tahun 2022, pemerintah dan DPR sepakat untuk memuat YU, namun dengan mensyaratkan adanya perjanjian internasional dengan negara yurisdiksi utama. Eksistensi YU dan lingkup tindak pidana yang berlaku merupakan kebijakan pemerintah dan DPR.

Demikian pula dalam UU Pengadilan HAM. Ada tidaknya YU sebagai upaya menjaga ketertiban dunia murni menjadi keputusan politik hukum nasional, bukan persoalan konstitusi.

Pada sengketa Jurisdictional Immunities (2012), MI berpendapat YU tidak boleh diterapkan untuk mengadili entitas negara di pengadilan domestik negara lain. Sementara itu, pada kasus Arrest Warrant (2002), MI menegaskan YU tidak dapat diterapkan kepada pejabat dengan imunitas. Padahal keduanya berkaitan dengan pelanggaran jus cogens.

Pendapat terpisah hakim MI dalam kasus Arrest Warrant menganalisis apakah YU merupakan hukum kebiasaan internasional. Disimpulkan bahwa belum ada praktik negara yang cukup untuk menyatakan demikian. Sebagian besar penerapan YU berdasarkan perjanjian internasional atau penerapan prinsip aut dedere aut prosequi (ekstradisi atau adili) untuk mencegah impunitas, tidak ada praktik YU murni.

Kasus Pinochet (Augusto Jose Raman Pinochet Ugarte, diktator Cile) misalnya, penangkapan Pinochet di Inggris merupakan permintaan Spanyol berdasarkan perjanjian ekstradisi keduanya. Spanyol dalam hal ini menerapkan yurisdiksi nasionalitas pasif karena dugaan pelanggaran HAM Pinochet berdampak kepada warga negaranya.

Mayoritas negara dengan YU seperti Swedia, Jerman, dan Afrika Selatan mendasarkan penerapannya pada hukum domestik setelah menginkorporasikan Statuta Roma.

MK Afrika Selatan (2014), misalnya, memutuskan penerapan YU konstitusional, tidak hanya berdasarkan universalitas HAM, melainkan karena mandat konstitusi agar interpretasi hukum nasional berdasarkan kewajiban hukum internasional yang mengikat Afrika Selatan - Statuta Roma.

Kewajiban serupa tidak ada dalam konteks Indonesia mengingat Indonesia belum memutuskan untuk meratifikasi Statuta Roma. Sekiranya terdapat deliberasi menerapkan YU murni, Indonesia perlu mempertimbangkan kritik dan peringatan dari praktik yang ada.

MK Afrika Selatan memperingatkan potensi ramifikasi politik. Pemerhati hubungan internasional memperingatkan munculnya reproduksi dinamika kolonialisme.

Praktik di sejumlah negara juga mengungkap hambatan prosedur seperti kesulitan memperoleh keterangan komunitas terdampak, kesulitan memperoleh bukti karena tidak memiliki wewenang penyelidikan di tempat kejadian perkara, dan kurangnya saksi yang diperlukan.

Penerapan di Myanmar

Untuk mencegah impunitas dan menghentikan konflik, maka target utama YU baiknya pelaku intelektual (penguasa). Namun, penguasa umumnya memiliki imunitas dan hukum internasional melarang penerapan YU terhadapnya.

Proses akuntabilitas pun dilakukan terbatas hanya pada pelaku tingkat teknis, tidak menjangkau pelaku intelektual. Akhirnya, proses tersebut tidak berdampak signifikan terhadap konflik.

Kritik serupa sering dilontarkan atas praktik negara Eropa dalam mengadili pelaku pelanggaran HAM Suriah. Meski demikian, MI menegaskan bahwa imunitas bukan berarti impunitas.

Terdapat empat cara agar proses akuntabilitas tidak melanggar hukum internasional, yaitu: pelaku diadili pengadilan negara pelaku, negara pelaku menghapuskan imunitas, pelaku tidak lagi menjabat, atau diadili pengadilan internasional.

Meskipun belum ditemukan upaya tulus untuk tiga cara pertama, setidaknya cara ke-empat sedang ditempuh. Sejak 2019, Penuntut Umum Mahkamah Pidana Internasional (MPI) telah memulai penyelidikan atas rujukan Bangladesh (negara pihak Statuta Roma).

Walaupun yurisdiksinya terbatas pada tindakan yang berdampak pada Bangladesh, akan sangat kontraproduktif jika Indonesia mengintervensi proses tersebut dan memilih untuk mengadili sendiri di dalam negeri. Selain aspek hukum, penerapan YU juga dapat berdampak pada dinamika politik ASEAN.

ASEAN telah mengadopsi lima poin konsensus, yang juga didukung oleh Majelis Umum PBB. Meski belum terlihat perkembangan signifikan, Indonesia terus mendorong dan memfasilitasi pembahasan isu ini di ASEAN, termasuk pada pertemuan menteri luar negeri awal Februari ini.

Mengingat tujuan upaya tersebut adalah mendorong dialog antara pihak yang berkonflik, proses kriminalisasi oleh pengadilan domestik negara lain justru berpotensi menjadi intrusif dan berseberangan dengan lima poin konsensus. Bagaimanapun, menjadi kontraproduktif dan intrusif tentu bukan kesan yang Indonesia hendak tinggalkan dalam masa keketuaannya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/02/10/152944165/yurisdiksi-universal-bukan-mandat-konstitusi-kita

Terkini Lainnya

Usai Gelar Pesta Pranikah Mewah Anaknya, Mukesh Ambani Tak Lagi Jadi Orang Terkaya Asia

Usai Gelar Pesta Pranikah Mewah Anaknya, Mukesh Ambani Tak Lagi Jadi Orang Terkaya Asia

Tren
Jalan Kaki 30 Menit Membakar Berapa Kalori?

Jalan Kaki 30 Menit Membakar Berapa Kalori?

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 3-4 Juni 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 3-4 Juni 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 2-3 Juni | Orang dengan Gangguan Kesehatan Tertentu yang Tak Dianjurkan Minum Air Kelapa

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 2-3 Juni | Orang dengan Gangguan Kesehatan Tertentu yang Tak Dianjurkan Minum Air Kelapa

Tren
Amankah Tidur dengan Posisi Kepala, Badan, dan Kaki Tidak Sejajar?

Amankah Tidur dengan Posisi Kepala, Badan, dan Kaki Tidak Sejajar?

Tren
Parade 6 Planet 3 Juni 2024, Bisa Dilihat Jam Berapa?

Parade 6 Planet 3 Juni 2024, Bisa Dilihat Jam Berapa?

Tren
Kemenag Siapkan 300 Kuota Jemaah Haji untuk Ikuti Safari Wukuf

Kemenag Siapkan 300 Kuota Jemaah Haji untuk Ikuti Safari Wukuf

Tren
Produk yang Tidak Harus Menyertakan Sertifikasi Halal, Apa Saja?

Produk yang Tidak Harus Menyertakan Sertifikasi Halal, Apa Saja?

Tren
Kisah Penerjunan Kucing dengan Parasut, Berjasa Basmi Tikus di Kalimantan

Kisah Penerjunan Kucing dengan Parasut, Berjasa Basmi Tikus di Kalimantan

Tren
Sepanjang Mei, Ada 4 Aturan Baru Pemerintah yang Tuai Kegaduhan Publik

Sepanjang Mei, Ada 4 Aturan Baru Pemerintah yang Tuai Kegaduhan Publik

Tren
Cincin Emas Berusia 2.300 Tahun Ditemukan di Tempat Parkir Yerusalem

Cincin Emas Berusia 2.300 Tahun Ditemukan di Tempat Parkir Yerusalem

Tren
Daftar Ormas Keagamaan yang Kini Bisa Kelola Lahan Tambang Indonesia

Daftar Ormas Keagamaan yang Kini Bisa Kelola Lahan Tambang Indonesia

Tren
Buku Karya Arthur Conan Doyle di Perpustakaan Finlandia Baru Dikembalikan setelah 84 Tahun Dipinjam, Kok Bisa?

Buku Karya Arthur Conan Doyle di Perpustakaan Finlandia Baru Dikembalikan setelah 84 Tahun Dipinjam, Kok Bisa?

Tren
8 Fenomena Astronomi Sepanjang Juni 2024, Ada Parade Planet dan Strawberry Moon

8 Fenomena Astronomi Sepanjang Juni 2024, Ada Parade Planet dan Strawberry Moon

Tren
4 Provinsi Gelar Pemutihan Pajak Kendaraan Juni 2024, Catat Jadwalnya

4 Provinsi Gelar Pemutihan Pajak Kendaraan Juni 2024, Catat Jadwalnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke