Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Ruhana Kuddus, Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia

KOMPAS.com - Sejarah mencatat, nama Ruhana Kuddus sebagai jurnalis atau wartawan perempuan pertama Indonesia.

Dilahirkan pada 20 Desember 1884 di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Ruhana tumbuh besar dari keluarga yang berpendidikan.

Ayahnya merupakan soerang Hoofd Jaksa yang menyulap rumahnya menjadi tempat belajar, bermain, dan membaca, catat Emil Salim dalam artikel "100 Tahun Pemberdayaan Perempuan" di Harian Kompas, 21 April 2011.

Tak heran, Ruhana sejak kecil pandai membaca dan menulis, baik dalam bahasa Melayu maupun Belanda.

Ia juga ikut ayahnya merantau, sehingga mengetahui kehidupan dunia luar.

Ruhana kemudian menikah dengan seorang notaris, penulis, dan aktivis pergerakan bernama Abdul Kuddus pada usia 24 tahun.

Pernikahan ini memberinya semangat baru untuk belajar dan mendidik kaum hawa Kota Gadang. Sayangnya, ia justru mendapat respons negatif dari warga setempat.

Ruhana saat itu dianggap telah merusak budi pekerti perempuan Kota Gadang.

Kehidupan sosial yang memberlakukan sistem matrilineal menumbuhkan pola kehidupan sosial yang sangat protektif terhadap perempuan.

Atas dasar itu, Ruhana beserta suaminya meninggalkan Kota Gadang, kemudian berpindah ke Padang Panjang dan Maninjau.

Di sana, ia mendalami agama dan mempelajari kedudukan perempuan dalam Islam kepada ayah Buya Hamka, Buya Syekh Abdul Karim bin Amrullah.

Pada usia 27 tahun, Ruhana kembali ke kampung halamannya untuk mendirikan perkumpulan perempuan.

Meski masih muda, ia telah memimpin sebuah pertemuan yang dihadiri oleh 60 perempuan, empat orang ninik-mamak dan ulama, catat Harian Kompas, 11 Februari 2011.

Pertemuan tersebut menyepakati dibentuknya "Perkumpulan Karadjinan (PK) Amai Satia" yang bertujuan untuk memajukan perempuan Kotagadang dalam berbagai aspek kehidupan yang diketuai oleh Ruhana.

Pemberdayaan perempuan Minangkabau

PK Amai Setia pun mulai bergerak dengan membangkitkan semangat pemberdayaan perempuan Minangkabau serta membekali mereka dengan ilmu dan ketrampilan.

Selain memimpin PK Amai Satia, Ruhana juga menjadi Pemimpin Redaksi Sunting Melayu, sebuah surat kabar perempuan.

Hal itu membuat namanya tercatat dalam sejarah sebagai perempuan pertama Indonesia yang memimpin surat kabar.

Melalui surat kabar itu, Ruhana dan PK Amai menarik perhatian pemuka Belanda di Batavia (Jakarta).

Mereka kemudian mengundang Ruhana untuk ikut serta dalam Pameran Internasional di Belanda untuk menunjukkan kreativitas hasil kerajinan tangan dari perempuan Kota Gadang yang fasih berbahasa Belanda.

PK Amai pun tercatat telah mendapat sejumlah penghargaan, seperti Bronzen Ster (1941), Penghargaan Upakarti dari Presiden Soeharto (1987), dan Penghargaan Kebudayaan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2007).

Pada 2019, Ruhana ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/02/10/090500165/mengenal-ruhana-kuddus-jurnalis-perempuan-pertama-indonesia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke