Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramai soal Childfree, Ini Pengertian, Penyebab, dan Dampaknya

Di Indonesia, istilah childfree memang belum begitu dikenal dan dipahami oleh masyarakat luas.

Namun usai Gita Savitri membahas mengenai childfree, istilah ini pun mulai cukup sering didengar dan bahkan menjadi bahasan atau diskusi di berbagai media sosial.

Namun, apa sebenarnya maksud dan arti dari istilah childfree?

Apa itu childfree

Cambridge Dictionary mendefinisikan istilah childfree hampir serupa seperti apa yang dijelaskan oleh Oxford Dictionary, yaitu kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak.

Menurut psikolog sekaligus dosen Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, childfree merupakan istilah untuk menyebut orang yang tidak memiliki anak.

Ratna menyebut, ada dua kelompok orang yang childfree, yaitu mereka yang memutuskan tidak punya anak atau memiliki kondisi yang memaksa tidak bisa memiliki anak.

"Kondisi fisik tidak mendukung mereka punya anak. Mereka kemudian memutuskan untuk tidak mengadopsi anak," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/2/2023).

Ada pula orang yang bisa memiliki keturunan namun memutuskan tidak memiliki anak usai menikah. Orang tipe ini memilih untuk tidak mempunyai keturunan meskipun tubuhnya dalam kondisi sehat.

"Sebenarnya mereka mampu tapi tidak mau karena sudah merencanakan kalau sudah berkeluarga memang tidak mau punya anak," lanjutnya.

Alasan pasangan memilih childfree

Dikutip dari Gramedia, psikolog Dr. Tri Rejeki Andayani menyebutkan, meskipun keputusan childfree bersifat sangat personal, namun keputusan tersebut sebaiknya turut melibatkan kedua anggota keluarga besar, terutama orang tua dari pasangan. 

Jika keputusan untuk childfree tersebut tidak dapat diterima oleh kedua orang tua, tentu saja, tidak menutup kemungkinan bahwa akan muncul tekanan sosial bagi pasangan. Namun, apabila diterima, maka pasangan pun akan menjadi lebih mudah dalam menghadapi tekanan sosial baik itu dari masyarakat luar maupun keluarga.

Salah satu alasan pasangan memilih untuk childfree adalah karena berkaitan dengan isu maupun masalah lingkungan. Beberapa pasangan atau perempuan yang memutuskan untuk childfree, menilai bahwa populasi penduduk di bumi semakin meningkat.

Akan tetapi, populasi yang meningkat tersebut tidak sejalan dengan kesehatan bumi serta ketersediaan pangan. Sehingga, childfree pun akhirnya dipilih sebagai salah satu langkah yang dapat ditempuh.

Dr. Tri juga menyinggung mengenai perspektif teori perkembangan dari Erikson.

Dalam teori tersebut disebutkan, bahwa setiap orang akan memasuki tahap stagnan versus generativitas. Seseorang yang mengalami stagnan, cenderung akan kesulitan untuk menemukan cara dalam berkontribusi pada kehidupan.

Selain alasan masalah lingkungan, beberapa pasangan yang memutuskan untuk childfree, pada umumnya merasa tidak yakin akan kemampuannya dalam merawat maupun mengasuh anak. Sehingga hal tersebut pun menjadi suatu kekhawatiran bagi pasangan.

Berikut beberapa faktor yang bisa memengaruhi seorang perempuan atau pasangan memutuskan untuk childfree.

1. Latar belakang keluarga

Alasan pertama yang menyebabkan seseorang atau pasangan memilih untuk childfree ialah karena ia memiliki masa lalu sendiri tentang keluarganya.

Ia tumbuh dan melihat apa yang terjadi di dalam keluarganya, sehingga apa yang ia lihat semasa kecil pun akan memengaruhi pilihannya ketika ia dewasa.

Begitu pula tentang kenangan yang kurang baik, serta perasaan kecewa yang didapatkan selama masa anak-anak, perasaan dan kenangan tersebut pun bisa menjadi alasan terbesar, kenapa pasangan atau seorang perempuan memilih untuk childfree.

Latar belakang keluarga pun dapat memengaruhi keputusan seseorang untuk childfree, yaitu ketika seseorang memiliki keluarga yang memberikan kebebasan padanya untuk memilih dan memutuskan segala hal.

Sehingga, ketika ia memutuskan childfree, ia tidak akan mendapatkan tekanan dan tanpa penghakiman dari pihak keluarga. Justru sebaliknya, ia akan merasa didukung.

2. Isu lingkungan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, alasan yang cukup menarik dari seseorang memutuskan untuk childfree adalah berkaitan dengan isu lingkungan.

Over populasi menjadi isu yang cukup hangat saat ini. Populasi manusia semakin banyak di dunia, akan tetapi tidak sebanding dengan jumlah kerusakan lingkungan yang semakin tinggi serta ketersediaan pangan.

Sebagian individu, baik yang telah berpasangan atau bahkan masih single pun menyadari isu tersebut, sehingga mereka merasa prihatin dengan isu tersebut dan memilih untuk tidak memiliki anak atau childfree. Harapannya, tentu saja mereka tidak ingin menambah populasi yang telah ada.

3. Kondisi finansial 

Keadaan finansial seseorang menjadi salah satu faktor seseorang memutuskan untuk childfree. Membesarkan serta merawat anak, bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan persiapan mental serta finansial yang matang.

Ketika pasangan telah memutuskan untuk childfree, kemungkinan mereka telah memperhitungkan kemampuan finansial atau bahkan hingga kemungkinan-kemungkinan soal membiayai tumbuh kembang sang anak.

Apabila dalam perhitungan tersebut, rupanya pasangan maupun individu merasa tidak mampu, maka mereka pun memutuskan untuk childfree.

Sehingga, mereka akan lebih fokus dalam mengalokasikan dana untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi yang tentu saja, nominalnya tidak sedikit.

4. Khawati tidak mampu membesarkan anak dengan baik

Alasan keempat merupakan salah satu alasan umum yang menyebabkan seseorang atau pasangan memutuskan untuk childfree.

Pada umumnya, pasangan atau individu cenderung memiliki kekhawatiran, bahwa mereka tidak mampu membesarkan anak dengan baik.

Atau pasangan atau individu tersebut belum matang dan belum siap secara mental, untuk memiliki seorang anak. Hal ini dikarenakan kondisi mental setiap orang berbeda-beda.

Beberapa orang yang memiliki masalah mental, kemungkinan akan lebih khawatir dan berpikir bahwa mereka tidak cukup mampu untuk membesarkan anak.

Akan muncul kekhawatiran, apakah sang anak akan merasa bahagia, apakah kebutuhannya tercukupi, apakah ia bisa membesarkan anak dengan mental dan fisik yang sehat dan lain sebagainya.

Karena kekhawatiran tersebutlah, pasangan maupun individu akhirnya memilih untuk childfree.

5. Memiliki masalah maternal instinct

Maternal instinct merupakan kondisi di mana kemampuan emosional dari seorang perempuan, khususnya seorang ibu dalam menentukan hal-hal yang benar serta salah ketika ia membesarkan seorang anak.

Sebagian orang mungkin memiliki anggapan, bahwa maternal instinct memiliki peran yang penting untuk dimiliki oleh seorang perempuan, atau lebih tepatnya seorang ibu.

Alasannya karena maternal instinct ini memiliki kaitan dengan kemampuan seorang ibu untuk melindungi anak-anaknya.

Beberapa dari perempuan merasa khawatir, bahwa mereka tidak memiliki atau mengalami masalah dengan maternal instinct, serta tidak yakin bahwa mereka akan menjadi seorang ibu yang baik sesuai dengan harapan anak atau dirinya.

6. Memiliki kondisi fisik tertentu

Beberapa mungkin memiliki kondisi fisik tertentu yang membuat dirinya tidak bisa atau tidak mampu memiliki seorang anak.

Contohnya seperti mengidap penyakit keturunan dan lain sebagainya. Kondisi tersebutlah yang kemudian akan menjadi alasan terbesar seorang individu maupun pasangan memilih untuk childfree.

7. Alasan personal

Alasan terakhir adalah karena alasan personal dari seseorang atau pasangan. Seperti tidak ada alasan khusus, hanya saja mereka memilih untuk childfree, sebab mereka merasa nyaman dengan kondisi tersebut.

Mungkin juga, beberapa orang memiliki pandangan bahwa lebih aman, baik itu secara finansial maupun fisik untuk memilih childfree.


Mementingkan diri ketimbang anak

Sementara itu secara psikologis, Ratna menganggap jika orang memilih childfree karena mendahulukan diri sendiri dan kurang suka berhubungan dekat dengan orang lain. Ia menyebut, orang tipe ini tidak menemukan arti dari anak dalam suatu keluarga.

"Mereka biasanya tidak mempunyai emosi yang dalam. Tidak bisa punya hubungan yang benar-benar dekat dengan orang lain," ujarnya.

Di luar itu, Ratna menilai, orang dewasa yang childfree senang mempunyai aktivitas sehari-hari yang bebas dari tanggungan atas anak. Mereka jadi punya waktu untuk mengutamakan pekerjaan dalam hidupnya.

"Mereka tidak perlu memikirkan siapa yang mengasuh dan membimbing anak," tambahnya.

Alasan lain orang dewasa childfree karena ia mungkin merasa bersalah karena merasa kurang mampu merawatnya. Orang seperti ini berpikir mereka kurang uang, ingin fokus berkarier, atau tidak bisa memberi pendidikan cukup kepada anak.

"Ketakutan tidak bisa membahagiakan anak dari segi materi membuat mereka memilih tidak punya anak," jelasnya.

Tuntutan lingkungan

Sosiolog Universitas Sepuluh Maret Drajat Tri Kartono mengungkapkan, memang ada pergeseran tren di kalangan masyarakat. Orang tidak lagi menganggap anak bernilai tinggi, melainkan sebagai beban.

"Dulu ada kepercayaan banyak anak banyak rezeki. Anak bukan dianggap beban biaya dalam perekonomian keluarga tapi justru sumber pendapatan," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/2/2023).

Drajat mencontohkan, orang zaman dulu bisa diminta membantu orang tua bekerja di pasar atau sawah.

Namun, saat ini muncul perkembangan zaman yang menghasilkan spesialisasi pekerjaan. Anak tidak bisa lagi dengan mudah dipekerjakan di tempat kerja orang tuanya.

"Tidak semua pekerjaan bisa dilakukan banyak orang. Kemudian, anak itu tidak bisa langsung membantu ekonomi orang tua. Hingga kemudian dianggap sebagai beban atau cost biaya," lanjutnya.

Menurut Drajat, orang tua harus mengeluarkan uang untuk biaya kebutuhan anak, antara lain sekolah, les, dan kesehatan. Kondisi ini masih ditambah oleh standar masyarakat yang menuntut orang tua memberikan hal yang terbaik bagi anak.

"Ini menyebabkan banyak anak jadi banyak beban. Di situlah orang jadi mengurangi jumlah anak. Dulu misalnya 6 sekarang maksimal dua atau tiga, bahkan satu sudah cukup," jelasnya.

Tidak hanya itu, ia memandang hubungan orang tua dan anak di dalam keluarga saat ini cenderung bersifat privat. Kondisi tersebut memicu orang untuk melindungi privasinya.

Orang-orang ini tidak mau kehidupannya diganggu orang lain karena ia sanggup mengelola kepemilikannya sendiri. Hal demikian tetap berlaku meskipun antara orang tua dan anak kandung.

Drajat menambahkan, jika orang tersebut mau mempunyai anak, dia akan cenderung memilih adopsi. Dia tidak akan terlalu terbebani daripada merawat anaknya sendiri.

Peran anak dalam masyarakat

Drajat menambahkan, masyarakat memang akan cenderung bereaksi negatif kepada orang yang memutuskan tidak memiliki anak.

Hal ini terjadi karena masyarakat cenderung berpegang pada nilai lama bahwa orang menikah agar punya anak. Orang yang tidak punya anak akan dianggap tidak subur.

Akibatnya, orang yang tidak punya anak akan disalahkan. Masyarakat juga tetap akan menyalahkan orang tersebut meski memiliki alasan khusus untuk hidup tanpa keturunan.

"Tidak punya anak seperti jadi beban yang dituduhkan kepada seseorang, mirip dengan masyarakat yang menyalahkan orang yang tidak menikah. Masyarakat memiliki norma di mana setiap orang punya kewajiban sosial yang harus dipenuhi," jelasnya.

Salah satu kewajiban sosial yang harus dipenuhi dari orang dewasa adalah melahirkan anak sebagai penerus nilai sosial di masyarakat.

Drajat mencontohkan, saat orang tua sakit, anaklah yang bertanggung jawab merawatnya. Kebalikannya, orang tua juga memberi contoh teladan kepada sang anak.

Tanpa anak, orang dewasa tidak akan menyumbang generasi baru yang akan menerapkan perilaku baik dalam kehidupan sosial.

"Nilai anak tidak sekadar ekonomi, pekerjaan, dan jaminan di saat tua. Tapi juga punya fungsi untuk membangun dan mempertahankan nilai, solidaritas, dan moralitas di masyarakat," ujarnya.

Selain itu, masyarakat juga akan kesulitan berhubungan dan merawat orang dewasa yang tidak memiliki anak saat ia kelak menjadi tua.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/02/09/183000665/ramai-soal-childfree-ini-pengertian-penyebab-dan-dampaknya

Terkini Lainnya

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke