Dalam sidang kode etik yang digelar Polri pada Jumat (2/9/2022) pukul 09.30 WIB, mantan PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri ini terbukti melanggar Pasal 13 ayat 1 PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.
Tak hanya itu, Baiquni juga melanggar Pasal 10 ayat 1 huruf F Pasal 10 ayat 2 huruf H Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Polri.
Namun, banding yang diajukan oleh Baiquni usai dipecat secara tidak hormat itu bukan pertama kali terjadi.
Sepanjang penyelidikan kasus kematian Brigadir J, dua tersangka lainnya juga mengajukan banding usai dipecat dari keanggotaan Polri. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo dan Kompol Chuck Putranto.
Kompol Chuck Putranto mengajukan banding atas putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang dilakukan sehari sebelumnya, Kamis (1/9/2022).
Sementara Ferdy Sambo juga telah mengajukan banding setelah menjalani sidang KKEP pada 25-26 Agustus 2022 lalu.
Lantas, mengapa ketiga personel polisi tersebut kompak mengajukan banding?
Penjelasan pakar
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, langkah banding yang diajukan oleh ketiga tersangka itu memiliki dua kemungkinan, yaitu diterima atau ditolak.
"Setiap langkah itu ada dua risiko kemungkinan, termasuk mengajukan banding. Kemungkinannya dikabulkan atau ditolak," terang Fickar, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/9/2022).
Dalam konteks Irjen Ferdy Sambo, banding yang diajukan adalah banding administratif kepegawaian.
Artinya, banding itu diajukan kepada lembaga yang mengangkatnya, yakni Presiden.
"Saya yakin yang diharapkan oleh FS (Ferdy Sambo) itu bukan penberhentian dengan tidak hormat," ucap Fickar.
"Karena dengan putusan ini, disamping diberhentikan sebagai polisi, (Ferdy Sambo) juga tidak akan mendapat uang pensiun karena usianya sudah masuk masa pensiun," tandas dia.
Selain itu, Fickar berpendapat bahwa tujuan Ferdy Sambo mengajukan banding adalah untuk mengembalikan kehormatannya sebagai mantan Polri.
"Saya yakin tujuan FS (Ferdy Sambo) adalah kehormatannya sebagai mantan polisi yang merasa sudah mengabdi kepada negara," kata Fickar.
Artinya, jika banding dikabulkan, Ferdy Sambo tidak hanya berhak mendapatkan uang pensiunan tetapi juga kembali memperoleh kehormatannya sebagai bekas abdi negara.
Banding tidak mempengaruhi hukuman
Lebih lanjut, Fickar memastikan bahwa banding yang diajukan oleh Ferdy Sambo itu tidak akan berpengaruh kepada hukuman yang akan diterimanya atas kasus kematian Brigadir J.
Begitu pun dengan Kompol Chuck Putranto dan Kompol Baiquni.
"Banding administratif itu diberhentikan atau tidak, diberhentikan dari jabatan. Kalau pidananya belum disidangkan dan (banding) tidak ada pengaruhnya (terhadap hukuman)," tandas dia.
Namun, jika banding yang diajukan oleh ketiga personel polisi itu ditolak oleh Dewan Etik, maka keputusan dewan etik menjadi tetap.
Sebelum memecat Kompol Baiquni Wibowo, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah memecat Kompol Chuck Putranto dan Irjen Ferdy Sambo.
Ketiganya menjadi tersangka kasus obstruction of justice atau upaya menghalangi pengusutan perkara Brigadir J.
Selain ketiga nama tersebut, empat personel kepolisian lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, dan Irfan Widyanto.
Namun, keempat anggota polisi itu masih menunggu sidang etik masing-masing.
Adapun sebelum tujuh nama tersebut ditetapkan sebagai tersangka kasus obstruction of justice, Ferdy Sambo sudah menjadi tersangka atas pembunuhan berencana Brigadir J.
Total ada 5 tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, yakni Ferdy Sambo dan isterinya Putri Candrawathi, Bharada E atau Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, serta Kuat Ma’ruf.
Kelimanya dijerat Pasal 340 KUHP soal pembunuhan berencana, Subsider 338 juncto 55 dan 56 KUHP.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/09/03/203000465/ferdy-sambo-hingga-kompol-baiquni-ajukan-banding-usai-dipecat-tak-hormat