Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ahli Sayangkan Hasil Investigasi Banjir Rob Pantura yang Berbeda-beda

KOMPAS.com - Pekan lalu, sejumlah daerah di pesisir pantai utara (pantura) terendam banjir rob, tepatnya pada Senin (23/5/2022).

Di Semarang, banjir rob yang menggenangi beberapa titik bahkan mencapai ketinggian dada orang dewasa.

Banjir rob cukup parah ini salah satunya dipicu oleh jebolnya tanggul penahan air laut di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteor Maritim Semarang menuturkan, penyebab banjir rob adalah fenomena perigee atau jarak terdekat Bumi dengan Bulan.

Berbeda dari BMKG, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut bahwa faktor astronomis bukanlah penyebab dominan terjadinya banjir rob di Pantura.

Bagi BRIN, penyebab banjir rob tersebut lebih karena adanya faktor gelombang laut (swell atau alun). Sebab, jarak Bulan dengan Bumi sudah mendekati jarak rata-rata.

Menghambat upaya mitigasi

Menanggapi penyebab banjir rob tersebut, Kepala Lembaga Riset Kebencanaan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Heri Andreas menyayangkan adanya perbedaan atau polemik itu.

Padahal, hasil investigasi faktor penyebab yang tepat bisa menjadi dasar pengurangan risiko suatu bencana melalui upaya mitigasi atau adaptasi.

"Jika hasilnya berbeda-beda, dimungkinkan upaya pengurangan risikonya menjadi salah kaprah," kata Heri kepada Kompas.com, Senin (30/5/2022).

Ia mencontohkan, pembangunan tanggul di beberapa titik yang justru tak mampu membendung banjir rob ke darat, karena melimpasi tanggul atau jebol.

Menurutnya, hal itu dimungkinkan karena hasil investigasi yang kurang sempurna.

Khusus untuk banjir rob di Pantura, ia menyebut upaya pengurangan risiko bencana belum ditunjang regulasi yang cukup, sehingga akan berdampak ke kelembagaan, program hingga anggaran.

"Bencana banjir rob belum secara tegas masuk ke dalam kategori bencana dalam Undang-Undang Kebencanaan," jelas dia.

"Hal ini menyulitkan pemerintah pusat hingga daerah dalam membuat program yang komprehensif termasuk menentukan leading sector-nya," sambungnya.

Kondisi tersebut justru akan menjadikan bencana hanya dilihat secara parsial dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Tak heran, polemik terkait penyebab kebencanaan pun muncul.

"Mudah-mudahan pemerintah dapat membaca situasi ini dan mengambil langkah-langkah yang tepat," ujarnya.

Faktor penurunan tanah terabaikan

Dari hasil kajian Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB bekerjasama dengan Laboratorium Geodesi ITB menemukan, banjir rob di Pantura pada 23 Mei 2022 sangat erat kaitannya dengan penurunan tanah atau land subsidence.

Hal ini juga diperparah dengan adanya gelombang tinggi dan jebolnya tanggul di beberapa tempat.

Ia mencatat, laju atau kecepatan penurunan tanah di Semarang, Pekalongan dan Demak saat ini ada yang mencapai 10 hingga 20 sentimeter per tahun.

"Ini merupakan laju tercepat yang tercatat di Dunia. Sayangnya penurunan tanah ini terlihat masih diabaikan dalam analisis pengurangan risiko banjir rob di Pantura," kata Heri.

"Padahal jika penurunan tanah terus terjadi dengan laju yang mengkhawatirkan, maka banjir rob bukan tidak mungkin akan semakin parah ke depannya," tutupnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/30/133000065/ahli-sayangkan-hasil-investigasi-banjir-rob-pantura-yang-berbeda-beda

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke