Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap mengatakan bahwa jamu merupakan warisan budaya tak benda yang dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh selama wabah pandemi Covid-19 terjadi.
Pengajuan jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia ke UNESCO ini akan membuat budaya minum jamu semakin dikenal di kancah internasional.
Guna mempersiapkan hal tersebut, Tim Riset Jamupedia yang berada di bawah bimbingan konsultan ahli Gaura telah melakukan persiapan sesuai dengan standar dan kaidah yang telah ditetapkan oleh UNESCO.
Riset yang dilakukan sejak Juni 2021 itu melibatkan ratusan pelaku langsung Budaya Sehat Jamu yang meliputi perajin jamu, penjual jamu gendong, hingga konsumen jamu yang ada di 4 provinsi di Indonesia.
Sejarah jamu di Indonesia
Jamu terbukti secara historis sebagai pengetahuan asli bangsa Indonesia yang telah digunakan selama ribuan tahun dari generasi ke generasi.
Budaya minum jamu di Indonesia merupakan suatu upaya untuk menjaga kesehatan tubuh.
Dilansir dari Kompas.com, sejarah jamu di Indonesia sudah lahir sejak zaman kerajaaan.
Studi yang dilakukan Deby Lia Isnawati dan Sumarno dari Universitas Negeri Surabaya mencatat, pengetahuan mengenai ilmu kesehatan di Indonesia sudah mulai terlihat sejak masa klasik, tepatnya pada periode Kerajaan Hindu dan Buddha.
Hal tersebut dibuktikan dengan relief Kharmawibhangga di Candi Borobudur berangka 722 Masehi yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram pada masa Raja Syailendra.
Peninggalan sejarah lainnya yang mencatat sejarah jamu di Indonesia juga ditemukan di Prasasti Madhawapura. Prasasti tersebut menuliskan adanya sebuah profesi peracik jamu yang disebut “Acaraki”.
Kebiasaan minum jamu juga tertulis di relief Candi Surowo, Candi Rambi, dan kutipan dari Kitab Korawasrama di Jawa Timur yang menunjukkan bahwa kebiasaan minum jamu sering dilakukan dalam pengobaan tradisional.
Perkembangan jamu di Indonesia semakin pesat di masa Kerajaan Majapahit. Saat itu jamu semakin dikenal oleh masyarakat dan digunakan sebagai obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan beragam penyakit.
Saat itu, terdapat 8 jenis jamu. Di antaranya kunyit asam, beras kencur, cabe puyang, kunci suruh, kudu laos, uyup-uyup, dan sinom.
Adapun pada masa penjajahan Indonesia, kebiasaan minum jamu juga kembali populer khususnya pada masa penjajahan Jepang, yakni sekitar 1940-an. Hal itu ditandai dengan dibentuknya Komite Jamu Indonesia.
Diajukan ke UNESCO
Tahun ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menominasikan empat elemen budaya Indonesia terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, yakni tenun Indonesia, Reog, jamu, dan tempe.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid sebagaimana dilansir dari keterangan resminya, Senin (11/4/2022).
Pengajuan nominasi ini telah melewati kajian dan tahapan yang panjang sampai akhirnya diajukan secara resmi pada 25 Maret 2022.
Kendati demikian, berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi pandemi yang tengah dialami dunia saat ini, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia memutuskan untuk mengajukan jamu sebagai Warisan Budaya tak Benda ke UNESCO pada 2022.
Selain melihat situasi dan kondisi, keputusan tersebut juga dilatarbelakangi oleh kebijakan yang mengatur tentang jumlah nominasi ke UNESCO.
Hilmar menjelaskan, setiap negara hanya bisa mengusulkan satu nominasi per dua tahun untuk menginskripsikan elemen budayanya sebagai WBTb UNESCO.
“Sejak tahun 2016, Komite WBTb UNESCO mengatur batasan jumlah elemen budaya yang dapat diinskripsi sebagai WBTb UNESCO, yaitu 50 elemen budaya saja per tahun dari 193 Negara Anggota UNESCO,” ungkapnya.
Hingga saat ini terdapat 12 WBTb Indonesia yang telah berhasil mendapatkan status Warisan Budaya Tak Benda Dunia dari UNESCO.
Kedua belas warisan busaya tak benda milik Indonesia yang sudah diakui UNESCO, di antaranya:
https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/13/133000365/populer-sejak-zaman-majapahit-jamu-diajukan-sebagai-warisan-budaya-tak