Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus-kasus Denda Tagihan Listrik, Ada yang Didenda hingga Rp 68 Juta

KOMPAS.com - Unggahan perihal denda tagihan kepada pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) hingga jutaan rupiah kembali terulang.

Terbaru, seorang pelanggan PLN di Surabaya, Jawa Timur mengungkapkan denda Rp 17 juta, atau tepatnya Rp 17.759.909 melalui media sosial Twitter.

Diberitakan Kompas.com, 27 Oktober 2021, disebutkan bahwa denda itu diberikan karena pelanggan disebutkan melubangi meteran.

"Minta tolong ini knp tiba2 PLN bisa memutuskan pelanggaran sepihak, saya dibilang melubangi meteran yg sama sekali saya tidak tau.. dan diminta untuk membyar semacam denda 17 jt sekian.. jika tidak maka akan diputus listrik saya," tulis akun Twitter @justpetty.

Padahal, sejak pertama membeli rumah tersebut, yang bersangkutan mengaku tidak pernah membongkar meteran listrik karena merasa awam dengan kelistrikan.

Manager ULP Rungkut Surabaya Bayu Kristanto menjelaskan bahwa denda Rp 17 juta tersebut diberikan karena lubang pada meteran listrik merupakan salah satu indikasi pelanggaran.

"Jika pelanggan berkeberatan, pelanggan dapat mengajukan keberatan kepada Tim Keberatan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik atau P2TL dan akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan," katanya.

Sebelumnya beberapa pelanggan juga pernah mengalami hal serupa. 

Mereka tidak merasa mengutak-atik meteran atau sejenisnya, tapi tiba-tiba tagihannya melonjak. Berikut ini kisahnya:

Tagihan listrik Rp 21 juta

Melansir Kompas.com, 15 Februari 2020, berawal dari unggahan di Twitter, diketahui bahwa ada pelanggan PLN di Gianyar, Bali, yang mendapat tagihan listrik sebesar Rp 21 juta.

Berdasarkan isi surat dalam twit tersebut, biaya yang dikenakan sebagai tagihan susulan terdiri atas biaya beban dan biaya pemakaian kWh sebesar Rp 21.205.800 dan biaya lain-lain sebesar Rp 241.620.

Adapun rincian dari nilai biaya pemakaian diperoleh dari 9 bulan x 720 jam x daya tersambung x 0,85 x harga per KWH tertinggi.

Jadi, biaya pemakaian atau tagihan susulan adalah 9 x 720 x 3,5 x 0,83 x Rp 1.100, yaitu Rp 21.205.800.

Menurut General Manager PLN UID Bali, Nyoman Suwarjoni Astawa pelanggaran dilakukan oleh pelanggan tersebut, sehingga dia mendapat tagihan sebesar itu.

Berdasarkan hasil temuan, pemilik tidak sengaja melakukan pemindahan kWh meter hingga merusaknya saat tengah merenovasi toko mebel miliknya.

Sehingga, PLN pun memberikan penalti karena pelanggan telah merusak segel kWh meter yang mengakibatkan kWh meter PLN rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Pada kasus ini, PLN memberikan kebijakan keringanan pembayaran kepada pelanggan berupa kebijakan mencicil dengan jangka waktu 6 bulan.

Pelanggan PLN, seorang ibu rumah tangga berinisial M (31) pernah mengalami tagihan listrik yang membengkak hingga Rp 68 juta.

Kisahnya viral di Twitter pada 15 Januari 2020 lalu.

Diberitakan Kompas.com, 17 Januari 2021, pada awalnya M merasa janggal ketika tagihannya membengkak pada Oktober 2020, yakni hampir Rp 5 juta. Padahal dia mengaku biasanya hanya mendapat tagihan Rp 500.000-Rp 700.000 per bulan.

Karena tagihan bulan berikutnya masih membengkak, keluarganya melapor ke PLN Cabang Kreo Ciledug.

Singkat cerita, tiba-tiba ada petugas PLN yang datang untuk mengecek meteran pada 14 Januari 2021.

Petugas itu mengatakan meteran perlu diganti karena tidak presisi.

M mengizinkan petugas untuk mengganti meterannya karena merasa memang tidak pernah diganti sejak 2019.

Kemudian pada 15 Januari 2021, dia dan suami datang ke kantor PLN yang ditentukan pada pukul 10.00 WIB.

"Sampai di sana, unit meteran kita yang di dalam plastik dibuka sendiri sama pihak PLN-nya. Enggak diperlihatkan ke kita kayak buka hape baru gitu loh, yang sama-sama lihat dari A sampe Z. Dijelaskan komponennya aja enggak," ungkapnya.

Kemudian petugas mengatakan kepada mereka bahwa ada kabel yang tidak seharusnya. Keduanya terkejut. Mereka ditunjukkan kabel hitam yang rapi dipasang di dalam komponen meteran.

M mengatakan, setelah itu mereka langsung diberi denda sebanyak Rp 68 juta itu karena PLN menyebut mereka telah melanggar tingkat 2 P2TL. Namun, yang membuat dia tidak terima adalah karena dari uji lab hanya error 10-15 persen.

Dia dan suaminya juga sudah menjelaskan bahwa rumah tersebut masih atas nama kakak dari suami.

Keduanya ingin menanyakan terkait adanya kabel hitam itu. Namun, mereka mengaku tidak diizinkan dan harus membayar denda saat itu juga atau diputus listriknya.

"Kami mau konfirmasi boleh enggak satu sampai tiga hari gitu. Jawabannya apa? Enggak boleh. Bayar hari ini atau sebelum jam 5 listrik bapak diputus. Saya benar-benar merasa saya diancam dan dipaksa oleh PLN untuk membayar hal yang tidak kami lakukan. Kami bahkan bersedia diinvestigasi polisi dan disidik jari kalau memang bersalah, tapi mereka bilang mereka enggak mau tahu dan harus bayar hari ini juga atau listrik mati," kata dia.

Pihak PLN, yaitu SRM General Affairs PLN UID Jakarta Raya, Emir Muhaimin mengatakan di lokasi pelanggan telah dilakukan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL).


Menurut PLN hasilnya ditemukan indikasi ketidaksesuaian yang akhirnya ditetapkan adanya pelanggaran kategori P2 dengan besaran tagihan susulan (TS) sesuai aturan sebesar yang ditwit oleh pelanggan.

Sementara itu menurut Manajer UP3 Kebon Jeruk Yondri Nelwan, dari hasil pengujian, ditemukan kawat jumper pada kWh meter yang memengaruhi penghitungan pemakaian tenaga listrik.

Pelanggaran tersebut masuk ke golongan pelanggaran P2, yaitu memengaruhi pengukuran energi dan dikenakan tagihan susulan (TS) sebesar Rp 68.051.521.

Pada akhirnya M tetap harus membayar denda tersebut karena dinilai bersalah, meski M mengatakan keluarganya tidak tahu menahu terkait siapa yang mengutak-atik kWh meter.

(Sumber: Kompas.com/Vina Fadhrotul Mukaromah, Nur Fitriatus Shalihah, Rosy Dewi Arianti Saptoyo | Editor: Rizal Setyo Nugroho, Sari Hardiyanto)

https://www.kompas.com/tren/read/2021/10/28/204800765/kasus-kasus-denda-tagihan-listrik-ada-yang-didenda-hingga-rp-68-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke