Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[HOAKS] Rusia Temukan Covid-19 Disebabkan oleh Bakteri yang Terpapar Radiasi

KOMPAS.com - Sebuah unggahan di Facebook mengklaim bahwa otopsi di Rusia menemukan Covid-19 bukan disebabkan oleh virus, tetapi oleh bakteri yang terpapar radiasi.

Unggahan tersebut juga mengklaim bahwa infeksi tersebut dapat diobati secara efektif dengan antibiotik dan aspirin. Selain itu ada beberapa poin lainnya.

Salah satu pengunggah informasi itu adalah akun Facebook Anis Latuheru.

Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta, informasi yang disebarkan itu dipastikan hoaks atau tidak benar.

Narasi yang beredar

Akun Facebook bernama Anis Latuheru mengunggah sebuah informasi mengenai Covid-19 di akun pribadinya.

Informasi itu dia unggah pada 1 Mei 2021, tanpa menyertakan foto ilustrasi.

Anis menyebut info yang dia bagikan bersumber dari Kementerian Kesehatan Rusia.

Berikut ini adalah narasi lengkap yang dituliskan pengunggah:

"Rusia menjadi negara pertama di dunia yang melakukan otopsi (post mortem) terhadap jenazah Covid-19. Setelah penyelidikan menyeluruh, ditemukan bahwa Covid-19 tidak ada sebagai virus, melainkan bakteri yang telah terpapar radiasi dan menyebabkan kematian manusia melalui pembekuan darah.
Penyakit Covid-19 telah ditemukan menyebabkan pembekuan darah, yang menyebabkan pembekuan darah pada manusia dan menyebabkan pembekuan darah di pembuluh darah, yang membuat seseorang sulit bernapas karena otak, jantung, dan paru-paru tidak dapat menerima oksigen sehingga menyebabkan orang meninggal. segera.
Untuk mengetahui penyebab kekurangan energi pernafasan, dokter di Rusia tidak mendengarkan protokol WHO dan melakukan otopsi terhadap COVID-19. Setelah dokter membuka lengan, kaki, dan bagian tubuh lainnya dan memeriksanya dengan cermat, mereka memperhatikan bahwa pembuluh darah melebar dan penuh dengan gumpalan darah, yang menghambat aliran darah dan juga mengurangi aliran oksigen. Di dalam tubuh itu menyebabkan kematian pasien. Setelah mengetahui penelitian ini, Kementerian Kesehatan Rusia segera mengubah protokol pengobatan untuk Covid-19 dan memberikan aspirin kepada pasien positifnya. Saya mulai mengonsumsi 100 mg dan Imromac. Hasilnya, pasien mulai pulih dan kesehatannya mulai membaik. Kementerian Kesehatan Rusia mengevakuasi lebih dari 14.000 pasien dalam satu hari dan mengirim mereka pulang.
Setelah beberapa masa penemuan ilmiah, para dokter di Rusia menjelaskan metode pengobatan dengan mengatakan bahwa penyakit ini merupakan tipuan global, “Tidak lain adalah koagulasi di dalam pembuluh darah (penggumpalan darah) dan metode pengobatan.
Tablet antibiotik
Anti-inflamasi dan
Minum antikoagulan (aspirin).
Hal ini menunjukkan bahwa penyakit dapat diobati.
Menurut ilmuwan Rusia lainnya, ventilator dan unit perawatan intensif (ICU) tidak pernah dibutuhkan. Protokol untuk efek ini telah diterbitkan di Rusia.
China sudah mengetahui hal ini, tetapi tidak pernah merilis laporannya.
Bagikan informasi ini dengan keluarga, tetangga, kenalan, teman, dan kolega Anda sehingga mereka dapat menghilangkan rasa takut akan Covid-19 dan menyadari bahwa ini bukanlah virus, tetapi bakteri yang hanya terpapar radiasi. Hanya orang dengan kekebalan yang sangat rendah yang harus berhati-hati. Radiasi ini juga menyebabkan peradangan dan hipoksia. Korban harus mengonsumsi Asprin-100mg dan Apronik atau Paracetamol 650mg.
Sumber asal: Kementerian Kesehatan Rusia"

Untuk memudahkan, Tim Cek Fakta telah merangkum informasi di atas menjadi poin-poin berikut:

  1. Rusia menjadi negara pertama di dunia yang melakukan otopsi terhadap jenazah Covid-19
  2. Hasil dari penyelidikan menyeluruh disebutkan Covid-19 bukan virus, tapi bakteri yang terpapar radiasi
  3. Covid-19 menyebabkan kematian manusia melalui pembekuan darah
  4. Dokter di Rusia tidak mendengarkan protokol WHO dan melakukan otopsi terhadap Covid-19
  5. Dokter di Rusia mengatakan bahwa Covid-19 adalah penipuan global
  6. Menurut ilmuwan di Rusia ventilator dan unit perawatan intensif (ICU) tidak pernah dibutuhkan
  7. Hanya orang dengan kekebalan yang sangat rendah yang harus berhati-hati terhadap Covid-19
  8. Pasien Covid-19 harus mengonsumsi Asprin-100 mg dan Apronik atau Paracetamol 650 mg. Selain itu pasien Covid-19 juga di Rusia juga diberi aspirin atau obat pengencer darah.

Penelusuran Kompas.com

Tim Cek Fakta Kompas.com menelusuri narasi tersebut dengan mengubahnya ke bahasa Inggris pada poin-poin pentingnya.

Informasi serupa telah beredar di luar negeri dan dibantah oleh beberapa media seperti AP News dan Reuters.

Berdasarkan penelusuran kedua media tersebut, informasi itu merupakan hoaks.

1. Rusia bukan negara pertama

Melansir AP News, 8 April 2021, otopsi pertama pasien Covid-19 bukan dilakukan oleh Rusia, melainkan China.

Hal itu dipublikasikan di jurnal China pada Februari 2020, menurut sebuah studi di Jerman tentang otopsi Covid-19.

2. Covid-19 bukan disebabkan bakteri, tapi virus

Tidak ada keraguan bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus, dan para ahli medis mengatakan antibiotik dan aspirin tidak berguna untuk mengobati infeksi Covid-19.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menetapkan bahwa Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona baru, SARS-CoV-2.

Penyakit Covid-19 terbukti disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, dan bukan oleh bakteri.

3. Kematian pasien tidak hanya diakibatkan pembekuan darah

Informasi itu mengklaim Covid-19 menyebabkan kematian manusia melalui pembekuan darah, kemudian menyebabkan pasien kesulitan bernapas.

Tapi faktanya, seperti dikutip Reuters, 16 April 2021, pembekuan atau penggumpalan darah hanyalah salah satu dari banyak efek Covid-19, karena Covid-19 tidak identik dengan trombosis.

4. Otopsi Rusia tidak melanggar aturan WHO

Terkait klaim dokter di Rusia melanggar aturan WHO dengan melakukan otopsi pada mayat pasien Covid-19 yang meninggal adalah tidak benar (hoaks).

Otopsi telah dilakukan pada pasien yang meninggal karena penyakit tersebut sejak bulan-bulan awal pandemi.

WHO tidak melarang otopsi pasien Covid-19 dan bahkan menawarkan rekomendasi tentang cara menangani otopsi tersebut dengan aman.

WHO tidak mengesahkan undang-undang, juga tidak melarang otopsi pasien Covid-19 yang sudah meninggal. Faktanya, organisasi tersebut mengeluarkan panduan tentang cara menangani otopsi semacam itu pada Maret 2020.

Pada Desember 2020, Wakil Perdana Menteri Rusia Tatyana Golikova mengatakan bahwa otopsi di Rusia dilakukan secara rutin ketika orang meninggal karena penyakit tersebut.

5. Covid-19 bukan penipuan global

Klaim menyebut Kementerian Kesehatan Rusia mengatakan bahwa Covid-19 adalah penipuan global tidak ditemukan di pencarian Google.

Klaim Covid-19 adalah penipuan merupakan hoaks berulang.

Salah satunya dijelaskan dalam pemberitaan USA Today: Fact check: Viral post that claims Covid-19 is a fraud cites no evidence.

6. Ventilator dan ICU tetap dibutuhkan

Unggahan tersebut mengklaim bahwa menurut ilmuwan Rusia ventilator dan unit perawatan intensif (ICU) tidak pernah dibutuhkan. Tapi hal tersebut hoaks.

Reuters dan Getty Images Foto mendokumentasikan ICU dan ventilator digunakan di Rusia selama pandemi Covid-19.

7. Semua orang harus berhati-hati

Unggahan itu mengklaim bahwa hanya orang dengan kekebalan sangat rendah yang harus berhati-hati terhadap Covid-19. Hal itu tidak benar, karena semua orang berisiko tertular Covid-19, meski tidak bergejala.

Orang yang tidak bergejala tidak bisa dideteksi kecuali dengan tes Covid-19. Selama mereka tidak terdeteksi, mereka tetap bisa menularkan kepada orang lain.

Hal itu bisa berakibat fatal jika orang dengan komorbid (penyakit bawaan) terinfeksi, karena mereka berpotensi mengembangkan penyakit yang parah dibanding orang yang tidak berkomorbid.

8. Belum ada obat Covid-19

Klaim menyebutkan bahwa pasien disarankan minum Asprin-100 mg dan Apronik atau Paracetamol 650 mg. Selain itu pasien Covid-19 juga di Rusia juga diberi aspirin.

Melansir laman Pelacak Obat dan Perawatan, The New York Times, belum ada obat untuk Covid-19. Hanya satu pengobatan yang telah disetujui Badan POM Amerika Serikat (FDA), yaitu remdesivir.

Aspirin sebagai pengencer darah belum terbukti sebagai obat Covid-19 dan masih diujicoba. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan Asprin dan Apronik oleh pengunggah.

Sementara itu Paracetamol juga tidak ada di daftar obat yang diteliti di laman New York Times.

Sebelumnya informasi serupa juga tersebar di media sosial pada bulan Februari 2021. Informasi itu menyebutkan bahwa Kemenkes Italia menyebut Covid-19 bukan virus tapi bakteri.

Adapun penelusuran Tim Cek Fakta terkait hal itu bisa dilihat di sini: HOAKS Kemenkes Italia sebut Covid-19 bukan virus tetapi bakteri. 

Narasinya mirip, namun pada unggahan akun Facebook Anis Latuheru terdapat narasi yang ditambahkan.

Kesimpulan

Informasi yang disebarkan akun Facebook Anis Latuheru adalah hoaks atau tidak benar, karena 8 klaim yang dipaparkan di unggahannya telah dijelaskan dan dibantah.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/05/09/120500165/hoaks-rusia-temukan-covid-19-disebabkan-oleh-bakteri-yang-terpapar-radiasi

Terkini Lainnya

Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Tren
Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Tren
Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Tren
Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Tren
Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke