KOMPAS.com - Sebuah twit yang menyebut pemilik lahan yang akan membangun di lahan tersebut, namun bermasalah dengan tetangga, ramai dibicarakan di media sosial Twitter, Rabu (10/2/2021).
Akun @SeputarTetangga membagikan beberapa tangkapan layar berisi twit orang-orang yang mengeluh berkonflik dengan tetangga saat hendak membangun rumah.
Di antaranya warga yang memasang kayu jemuran padahal bukan di atas tanahnya. Saat lahan tersebut hendak dibangun rumah oleh pemiliknya, dia justru dihujat.
Lalu ada juga tanah yang dipakai olahraga sore oleh warga setempat. Lalu saat hendak dibangun bangunan, warga meminta dibelikan alat-alat olahraga jika ingin damai.
Cerita lainnya, sebuah tanah milik seseorang ditanami oleh tetangga-tetangganya tanpa bayar sewa. Tapi ketika hendak dibangun rumah, pemilik tanah justru diminta ganti rugi atas semua tanaman.
Karena tidak mau bayar ganti rugi, truk yang membawa semen dipalak oleh warga.
Pengunggah mempertanyakan apakah hal tersebut sudah menjadi budaya. Twit itu disukai lebih dari 22.700 kali dan dibagikan ulang lebih dari 7.100 kali. Berikut narasinya:
"Ini emang sering kejadian ya ternyata
emang udah 'budayanya' gini atau gimana sih."
Hak pemilik tanah
Staf Khusus Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Bidang Kelembagaan Teuku Taufiqulhadi menjelaskan, terkait masalah dalam twit tersebut menurut dia bukan terkait dengan peraturan.
"Itu lebih terkait persoalan masyarakat tersebut. Bukan peraturan," katanya pada Kompas.com, Kamis (11/2/2021).
Taufik menegaskan, jika seseorang membangun rumah di atas tanah hak miliknya, maka tidak boleh ada orang lain yang mempersoalkan.
Kepastian hukum
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menjelaskan terdapat 3 hal terkait penyebab terjadinya sengketa lahan di masyarakat.
1. Masalah kepastian hukum
Menurut Drajat salah satu penyebab terjadinya masalah-masalah perebutan itu karena kepastian hukum bagi tanah tersebut belum jelas.
"Jadi kalau tanah itu memang ada sertifikatnya jelas, proses ketika mau membangun IMB-nya ada, izin tetangga kanan kiri ada, sebelumnya dipatok dulu, maka kemungkinan itu tidak terjadi," katanya pada Kompas.com, Kamis (11/2/2021).
Namun yang kerap terjadi di masyarakat adalah karena ketidaktahuan, tanah dibiarkan begitu saja tak bertuan lalu dimanfaatkan.
Dia mengatakan ada orang yang menempati tanah-tanah liar milik pemerintah atau orang kaya, kemudian terjadi proses penguasaan sepihak. Itu disebut pemanfaatan lahan liar.
2. Perubahan nilai-nilai sosial budaya
Drajat menjelaskan, masyarakat zaman dahulu memiliki kontrol sosial tentang bagaimana agar pemilik lahan bisa memiliki keserasian hidup dengan tetangga di sekitarnya.
Saat seseorang akan pindah rumah atau membangun rumah biasanya mengadakan ritual-ritual.
"Kalau mau pindah rumah ada slup-slupan, bawa sapu, tikar, mengundang tetangga, dibancaki terus dibagikan ke tetangga," kata Drajat.
Hal-hal itu dilakukan sebagai upaya agar seluruh tetangga turut memiliki rasa memiliki.
Tapi, sekarang terjadi perubahan nilai-nilai kultural di mana hal-hal itu sudah tidak dilakukan. Sehingga hubungan yang terjadi antar tetangga menjadi hubungan individual dan komersial.
Seperti jika lahan tidak diurus pemiliknya, lalu diurus tetangga maka tanah tersebut seolah sudah menjadi miliknya.
"Tapi kalau dulu tidak. Tanah dan rumah semuanya adalah bersama-sama kita jaga, kita miliki, dengan menggunakan ritual-ritual tentang pemanfaatan dan pengelolaan lahan tanah," ujarnya.
3. Isu gentrifikasi
Dia menjelaskan, isu gentrifikasi artinya ada serangan atau kedatangan orang-orang dari luar pemukiman yang datang secara bertahap.
"Pelan-pelan lalu menjadi dominan, kemudian menjadi penguasa lahan itu," tuturnya.
Hal itu seperti yang terjadi di perkotaan. Penduduk aslinya memiliki kecemasan terhadap datangnya orang-orang baru atau penghuni baru, karena pendatang bisa mengubah struktur dan kebiasaan yang ada di sana.
Drajat menjelaskan, gentrifikasi bisa berupa lahannya berubah total, tanah-tanah sekitarnya juga dibeli kemudian berubah menjadi taman indah atau lainnya.
"Di sosiologi disebut kehilangan makna ruang. Jadi ruang-ruang yang dulu biasa dibuat main berubah dan hilang, itu diganti orang-orang baru," ujarnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/11/203000465/twit-viral-sejumlah-pemilik-lahan-disebut-berkonflik-dengan-warga-ini-kata