KOMPAS.com - Kasus gugatan nasabah ke Bank Central Asia (BCA) Tbk terkait dugaan hangusnya uang deposito Rp 5,4 miliar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur baru-baru ini ramai.
Nasabah itu bernama Anna Suryanti yang telah membuka deposito di BCA sejak 1988 dengan sejumlah nama yang berbeda.
Uang yang ia masukkan ke dalam deposito direncakan untuk masa depan dan investasi bagi anak-anaknya.
Namun, sebagaimana diberitakan Kompas.com (26/10/2020), ketika ia hendak mencairkan deposito miliknya yang diklaim mencapai Rp 5,4 miliar tersebut, uang itu tidak cair dan ia menyebut kedaluarsa.
Atas kejadian itu, Anna menggugat BCA dan beberapa pihak lain melalui Pengadilan Negeri Surabaya.
Sementara itu, Executive Vice President Secretariat and Corporate Communication BCA, Hera F Haryn membantah ada deposito nasabahnya yang hangus.
Menurutnya, tuduhan penggugat tidak berdasar, karena deposito tersebut telah lama dicairkan.
Lantas, bisakah deposito yang tersimpan di bank hangus atau kedaluarsa?
Menanggapi hal itu, perencana keuangan dari Zelts Consulting Ahmad Gozali melihat adanya sejumlah kemungkinan dalam kasus tersebut.
Misalnya dugaan terkait sudah dicairkannya deposito tersebut, meski tanpa bilyet, bukti kepemilikan deposito.
"Bisa saja bilyet depositonya hilang, lalu nasabah minta dicairkan dengan membawa laporan kehilangan dari kepolisian dan bawa identitas, sehingga dana sudah cair. Lalu sekarang bilyetnya sudah ditemukan, dan nasabah melakukan klaim kembali," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (27/10/2020).
Dugaannya mengarah pada kemungkinan itu, karena deposito tidak mungkin hangus atau kedaluarsa.
"Tidak ada istilah deposito kedaluarsa ya, karena biasanya ketika deposito jatuh tempo maka akan otomatis cair dan dananya masuk ke rekening tabungan," katanya lagi.
Jatuh tempo pada deposito, imbuhnya bisa juga diperpanjang dengan mengaturnya sejak awal yakni dengan mengaktifkan fitur ARO atau Automatic Roll Over.
Jika ARO telah diatur sejak awal, maka pencairan deposito akan selalu ditangguhkan selama waktu tempo yang dipilih, hingga akhirnya nasabah mencairkannya.
"Otomatis diperpanjang dengan jangka waktu yang sama jika di awal sudah di-setting demikian. Kalau di awal di-setting satu tahun ARO, maka jika tidak dicairkan dalam tanggal jatuh temponya deposito tersebut akan otomatis diperpanjang 1 tahun lagi," jelas dia.
"Terus diulang sampai dicairkan oleh nasabah," lanjut Ahmad.
Ahmad memberi beberapa tips untuk menjaga keamananan investasi deposito di bank.
Pertama adalah dengan menjaga dan menyimpan bilyet deposito dengan baik.
"Untuk menjaga kemanan dana di perbankan sebaiknya menjaga dan menyimpan dengan baik bilyet deposito tersebut," kata dia.
Namun, apabila jenis deposito yang dimiliki merupakan atas nama, maka menjaga kartu identitas sangat penting untuk dilakukan.
Hal ini agar deposito tidak dicairkan oleh orang lain yang menemukannya, jika kartu identitas yang bersangkutan hilang.
"Bank tentunya menerapkan pengamanan berlapis ya. Nasabah harus membuktikan bahwa dia memiliki deposito dibuktikan dengan bilyet juga membuktikan identitas diri, yaitu dengan kartu identitas KTP/paspor/dan lain-lain," jelas Ahmad.
Untuk bukti bilyet, jika bilyet hilang sesungguhnya bank tetap bisa mencairkan dana dengan menyamakan data identitas.
"Untuk itu jagalah kartu identitas Anda dengan baik," katanya lagi.
Selain itu, hal selanjutnya yang bisa dilakukan yakni dengan melakukan pengkinian data nasabah secara periodik setidaknya 6 bulan sekali atau jika terjadi perubahan data kependudukan.
Hal tersebut diperlukan agar data yang tersimpan di bank merupakan data yang menunjukkan identitas Anda terkini.
"Misalnya ganti KTP, pindah alamat rumah atau alamat kantor, hal ini agar identitas kita tetap terlindungi dan tidak mudah disalahgunakan," ucap Ahmad.
Selain data diri, Ahmad juga menyebut pentingnya memperbarui nomor ponsel yang digunakan oleh seorang nasabah pada bank.
"Di era sekarang, nomor HP juga sebaiknya di-update ke pihak bank jika ada perubahan. Apalagi jika nomor tersebut digunakan untuk mobile banking," kata dia.
Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan, dana deposito di bank-bank Indonesia dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.
Artinya, deposito terbilang cukup aman dari risiko.
Namun, bukan berarti tidak ada sama sekali risiko yang dimiliki oleh investasi deposito.
Ahmad menyebut risiko pertama terjadi apabila bank tempat menyimpan dana mengalami kebangkrutan.
"Untuk hal ini simpanan nasabah dilindungi dengan skema penjaminan dari LPS. Jika memiliki dana simpanan lebih dari Rp 2 miliar, maka kita bisa mengantisipasi risikonya dengan memisahkan di beberapa bank yang berbeda, atau dengan memilih bank dengan tingkat kesehatan yang baik," papar dia.
Risiko lain adalah deposito yang berjenis atas unjuk atau tanpa nama atau sertifikat deposito.
Deposito jenis ini bisa dicairkan oleh siapa saja yang memegang bilyet atau sertifikat bukti penympanan deposito, tidak dibutuhkan kartu identitas sebagai bukti kepemilikan di sini.
"Ini memudahkan untuk dipindahtangankan, tentu dengan risiko bisa jatuh ke tangan yang tidak diinginkan jika tidak dijaga dengan baik," imbuhnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/27/133556365/ramai-soal-hangusnya-deposito-rp-54-miliar-mungkinkah-kedaluarsa