Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Bentuk Nisan pada Makam di Indonesia Seragam?

KOMPAS.com - Sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Ngowot, Kelurahan Tawangrejo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun belum lama ini ramai diperbincangkan masyarakat.

Penyebabnya adalah nisan di TPU itu dicat warna-warni dan jauh dari kesan yang menyeramkan. Foto-foto TPU tersebut pun menjadi viral di media sosial.

Diberitakan Kompas.com (28/6/2020), setelah viral, TPU Nguwot menjadi ajang selfie bagi warga sekitar, khususnya anak-anak.

Selain terlihat berwarna-warni, ada hal menarik lain dari TPU Nguwot dan TPU secara umum di Indonesia, yakni bentuk batu nisan yang seragam.

Mengapa bisa begitu? 

Dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (Unair) Purnawan Basundoro mengatakan, desain batu nisan yang seragam itu tidak terlepas dari proses penyebaran ajaran Islam di Indonesia.

"Kalau mengacu pada bentuk batu nisan makam Islam di Jawa, itu yang pertama adalah pada makam Fatimah binti Maimun, dan juga pada makam Maulana Malik Ibrahim," kata Purnawan saat dihubungi Kompas.com, Minggu (20/9/2020)

Fatimah binti Maimun dan Maulana Malik Ibrahim adalah dua tokoh yang diyakini sebagai pelopor dalam menyebarkan ajaran Islam di Nusantara. 

Keseragaman desain batu nisan, menurut Purnawan berasal dari proses adopsi budaya yang dilakukan oleh masyarakat pemeluk Islam pada saat itu.

"Karena kemudian persepsi orang 'Oh, batu nisan untuk Islam harus begini'. Sehingga akhirnya desain makam yang seperti itu yang dijadikan patokan. Untuk membedakan dengan batu nisan yang non-Islam," katanya lagi.

Tidak berasal dari Arab

Purnawan mengatakan, pada masa itu, batu nisan pada makam-makam Islam dihiasi dengan kaligrafi.

Hal itu tidak hanya bisa dilihat pada makam Islam di Jawa, tapi juga di daerah lain seperti di Aceh, dan kawasan-kawasan lain di Sumatera.

"Kaligrafi biasanya diukir pada batu yang bentuknya melengkung. Dugaan saya, lengkungan itu sebenarnya tidak memiliki makna-makna tertentu. Karena itu adalah murni untuk menulis kaligrafi, tetapi lengkungan itu tampaknya mengacu pada kubah masjid," imbuhnya.

Purnawan mengatakan, tradisi mengukir kaligrafi pada batu nisan mulai dikenal ketika Islam menyebar ke kawasan Asia Selatan, seperti Gujarat.

Dia beralasan, tradisi mengukir kaligrafi itu tidak terlihat pada makam-makam Islam di jazirah Arab.

"Makam di Arab tidak pernah diberi batu nisan semacam itu. Hanya ditaruh batu biasa saja sebagai penanda," kata Purnawan.

Begitu Islam masuk ke Gujarat, dan India, tradisi ukiran pada batu nisan itu mulai muncul, karena memang seni pahat atau ukir lebih maju di kawasan itu, dibuktikan dengan adanya Yupa, yang berakar dari tradisi Hindu-Buddha.

"Itu kemudian berpengaruh pada batu nisan yang kemudian dibuat oleh penyiar Islam yang datang ke Nusantara dari kawasan-kawasan itu," kata Purnawan.  

Meski demikian, tradisi mengukir kaligrafi itu lama kelamaan mulai ditinggalkan.

Purnawan mengatakan, penyebabnya adalah kerumitan dalam proses pembuatannya, sehingga kini yang tersisa hanyalah kesamaan bentuk batu nisannya saja.

Akulturasi budaya

Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, seni bangunan dan arsitektur Islam di Indonesia bersifat unik dan akulturatif.

Diberitakan Kompas.com (21/4/2020), salah satu seni bangunan zaman perkembangan Islam yang menonjol adalah makam.

Makam-makam Islam berlokasi di dataran dekat masjid agung, bekas kota pusat kesultanan.

Terdapat pula makam-makam yang penempatannya di dataran tinggi, yang menunjukkan akulturasi dengan tradisi kepercayaan pada ruh-ruh nenek moyang yang sebelumnya sudah dikenal dalam pengejawantahan pendirian punden-punden berundak Megalitik.

Tradisi tersebut dilanjutkan pada masa kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha yang diwujudkan dalam bentuk bangunan-bangunan yang disebut candi.

Setelah kebudayan Hindu- Buddha mengalami keruntuhan dan tidak lagi ada pendirian bangunan percandian, unsur seni bangunan masih diteruskan pada masa tumbuh dan berkembangnya Islam di Indonesia melalui proses akulturasi.

Makam-makam yang berlokasi di atas bukit, paling atas dan dianggap paling dihormati, contoh Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) di Gunung Sembung dan makam Sultan Agung Hanyokrokusumo di bagian teratas kompleks pemakaman Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta.

Makam walisongo dan sultan-sultan pada umumnya ditempatkan dalam bangunan yang disebut cungkup yang masih bergaya kuno dan juga dalam bangunan yang sudah diperbarui.

Cungkup-cungkup yang termasuk kuno antara lain cungkup makam Sunan Giri, Sunan Derajat, dan Sunan Gunung Jati.

Ada juga cungkup yang sudah diperbaiki tetapi masih menunjukkan kekunoannya seperti cungkup makam sultan-sultan Demak, Banten dan Ratu Kalinyamat Jepara.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/21/080500765/mengapa-bentuk-nisan-pada-makam-di-indonesia-seragam-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke