KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah resmi mengeluarkan aturan soal bersepeda atau gowes.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan.
Regulasi itu terbit sejak diundangkan tertanggal 14 Agustus 2020.
Kendati begitu, sosialisasi mengenai aturan ini baru dilakukan mulai Jumat (18/9/2020).
Merespons hal ini, bagaimana tanggapan dari pegiat sepeda atau komunitas pesepeda?
Masih ada yang bias
Ketua Bike to Work (B2W) Indonesia Poetoet Soedarjanto mengapresiasi adanya aturan soal bersepeda itu.
Hal tersebut, imbuhnya menunjukkan adanya perhatian dari pemangku kebijakan khususnya terkait keberadaan sepeda di jalan raya sebagai alat transportasi.
Kendati demikian, dari pasal-pasal yang termaktub dalam Permenhub itu, Poetoet menilai masih ada beberapa hal yang dirasa kurang dan bias.
Poetoet mencontohkan, misalnya seperti dalam pasal 4 ayat 1, yang berbunyi:
"Penggunaan spakbor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikecualikan untuk Sepeda balap, Sepeda gunung, dan jenis sepeda lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan."
Menurut dia, dalam pasal tersebut tidak secara jelas disebut dalam perundang-undangan yang mana yang dimaksud.
"Perundang-undangan yang mana? Misalnya sepeda lipat, sepeda tandem, atau sepeda kardo, adakah Undang-Undang yang mengatur?" ujar Poetoet.
Kemudian, Poetoet juga mempertanyakan mengapa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) tidak dijadikan rujukan.
Padahal, kata Poetoet, pada UULLAJ tersebut banyak pasal-pasal yang memuat soal sepeda.
"Lalu, saya tidak melihat UULLAJ No 22 tahun 2009 menjadi rujukan di Permen tersebut. Di situ banyak pasal yang memuat soal sepeda," jelas dia.
Perlu dikaji lebih dalam
Hal lain yang dianggapnya masih perlu dikaji lebih dalam adalah pada pasal 13 poin C.
Dalam pasal tersebut menyebutkan, "Jika ada jalur khusus bus, Lajur sepeda terletak di antara Jalan kendaraan dan jalur khusus bus."
"Pasal 13 poin C memang harus kita kaji lebih dalam, hubungannya dengan posisi lajur bus, di sisi kanan atau sisi kiri?" kata Poetoet.
Ketika disinggung soal infrastruktur bagi pesepeda di Indonesia, Poetoet menyatakan bahwa hal itu layaknya peribahasa.
Adapun pribahasa yang dimaksud Poetoet adalah jauh panggang dari api.
Walaupun begitu, Poetoet menilai sudah ada beberapa daerah yang mulai berbenah dalam pemberian infratruktur untuk para pesepeda.
"Saya di Kabupaten Tangerang, sudah 15 tahun bersepeda ke kantor saya dan wara-wiri dengan sepeda, sepemahamanku enggak ada sejengkal pun jalur sepeda di kabupaten ini kecuali di dalam kompleks perumahan citra raya, ya ini cuma contoh 1 dari 400-an lebih kabupaten atau kota di Indonesia, DKI Jakarta dan sedikit kota lainnya, alhamdulillah mulai berbenah," terang Poetoet.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/18/202000065/ramai-soal-aturan-bersepeda-kemenhub-begini-kata-komunitas-pesepeda