Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Indonesia Diminta Lakukan 300.000 Tes PCR dalam Sehari, Ini Alasannya

KOMPAS.com - Indonesia mengumumkan 2.381 kasus baru Covid-19 pada Rabu, (29/7/2020), penambahan ini menjadikan total kasus positif di Indonesia kini mencapai 104.432 kasus.

Penambahan jumlah kasus positif juga diikuti dengan penambahan kasus aktif, pasien sembuh, dan korban meninggal dunia.

Tercatat ada tambahan 708 kasus aktif, 1.599 pasien sembuh, dan 74 orang meninggal dunia, sehingga secara total sampai hari ini ada 37.319 kasus aktif, 62.138 pasien sembuh, dan 4.975 korban meninggal dunia.

Meski jumlah konfirmasi kasus positif terus bertambah, namun Indonesia dinilai masih belum optimal dalam menangani pandemi Covid-19.

Hal tersebut dapat dilihat, salah satunya, dari rendahnya jumlah orang yang dites PCR. Hari ini, jumlah orang yang dites bertambah 17.859 orang, sehingga total orang yang telah dites adalah 841.027 orang atau 5.288 tes per 1 juta populasi.

Jumlah tersebut tentu tidak memadai, mengingat total populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa. Kritik kepada pemerintah terkait masih minimnya jumlah tes di Indonesia disampaikan, salah satunya oleh KawalCOVID19.

Dalam sebuah utas yang diunggah di Twitter, Selasa (28/7/2020) berjudul Berpacu Lawan Pandemi, mereka melampirkan bukti rendahnya kapasitas tes di Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara lain.

Dalam utas tersebut KawalCOVID19 juga menyebut bahwa pemerintah perlu menaikkan kapasitas tes Indonesia hingga 300.000 per hari.

Pemerintah harus fokus

Juru Bicara KawalCOVID19 Miki Salman mengatakan, dengan mengunggah utas tersebut mereka sebenarnya meminta pemerintah untuk mencoba fokus ke satu hal saja dalam penanganan pandemi ini.

"Kalau tidak ada hal lain yang bisa pemerintah lakukan, satu hal saja yang harus pemerintah lakukan untuk menyelesaikan ini, yaitu meningkatkan kapasitas tes," kata Miki saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/7/2020).

Angka 300.000 tes memang terlihat besar dan berkali lipat dibanding jumlah kapasitas tes yang dilakukan Indonesia saat ini. Namun Miki mengatakan, bila dibandingkan dengan negara lain, kapasitas tes Indonesia saat ini masih sangat rendah.

"Tentunya semakin besar negara, ya harus lebih besar tesnya," kata Miki.

Ia menganalogikan penyebaran pandemi Covid-19 ini seperti kebakaran hutan, sementara penanganan yang dilakukan pemerintah adalah memadamkannya dengan selang, alias belum maksimal.

Miki menambahkan, solusi lockdown atau PSBB yang sempat diterapkan sebelumnya, saat ini sudah tidak efektif lagi. 

"Kesempatannya sudah lewat, masa lockdown itu cuma bisa dilakukan sekali di awal untuk menekan kurva. Mestinya ya ini yang dilakukan, naikin kapasitas, bukan cuma kapasitas tes tapi lacak dan isolasinya juga," kata Miki.

Menurutnya alasan tes menjadi sangat penting adalah untuk mengetahui penyebaran orang-orang yang terinfeksi virus corona, sehingga mereka yang tidak terinfeksi masih bisa tetap bekerja. Dengan demikian, maka ekonomi tetap bisa berjalan.

Bukan hal mustahil

Miki mengakui bahwa target 300.000 tes tiap hari memang terlihat banyak, namun dia meminta untuk melihat angka tersebut dari perspektif lain.

"Penduduk Indonesia 275 juta, kalau kita nge-tes 300.000 orang sehari, sebulan baru dapat 9 juta kan? Ya itu dikit banget. Kita lihat negara lain bisa kok. Satu laboratorium yang canggih itu bisa kok, memproses 5.000, 10.000 sampel, 300.000 kan kira-kira 30 lab semacam itu, provinsi ada 34," kata Miki.

Sekali lagi, Miki mengatakan untuk membandingkan posisi Indonesia dalam hal testing dengan negara-negara lain yang termasuk dalam jajaran 30 besar kasus Covid-19 tertinggi di dunia. Meski Indonesia memiliki populasi yang cukup padat, namun jumlah tes yang dilakukan justru yang paling rendah.

Mengenai cara yang bisa dilakukan untuk mencapai target tes PCR 300.000 per hari, Miki menyebut ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan oleh pemerintah.

"Kalau mau disebut hal-hal kecil yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kapasitas itu, ya antara lain upgrade lab yang BSL 1 (Bio Safety Level)  ke BSL 2, tentunya pastikan juga pasokan reagent dan bahan-bahan untuk itu terjamin," kata Miki.

Opsi tes

Kemudian, bisa juga dengan menggali opsi-opsi lain yang sudah dilakukan oleh negara lain. Miki mencontohkan, di India ada tes cepat dengan menggunakan saliva atau liur.

Meski tingkat keakuratannya tidak sebaik PCR, namun bila tes itu bisa dilakukan dalam skala masif dan berulang, hasilnya akan mendekati tes PCR dengan biaya yang lebih murah. Ia menuturkan, bahwa biaya untuk tes saliva itu berkisar antara 2-5 dollar saja.

"Katakanlah misal sensitivitasnya cuma 50 persen, jadi kita tes 1000 orang, kemudian di antara 1000 orang itu ada 100 yang positif, kita dapat 50, not bad. 950 orang yang di-clear, nanti tes aja lagi minggu depannya, dapet lagi sekian orang. Itu lumayan, efeknya malah lebih baik daripada memakai tes yang 100 persen akurat, tapi cuma bisa ke sedikit orang," kata Miki.

Untuk menghemat reagent, bisa juga melakukan metode pool testing seperti yang dilakukan di Sumatera Barat. Meski ada beberapa pro-kontra terkait metode ini, namun Miki menilai metode ini bisa diterapkan di daerah yang terindikasi positif penularan Covid-19.

"Jadi ada macam-macam cara dan itu dilakukan di negara lain. Contohnya ada, artikel penelitian dan surveinya juga ada," kata Miki.

Menurutnya, meningkatkan atau mencapai kapasitas tes hingga mencapai 300.000 tes per hari bukanlah hal yang mustahil. Semua itu berpulang pada komitmen dan kesungguhan pemerintah dalam menangani pandemi.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/29/201900565/indonesia-diminta-lakukan-300000-tes-pcr-dalam-sehari-ini-alasannya

Terkini Lainnya

Jadwal Indonesia Vs Irak di Piala Asia U23, Kick Off Pukul 22.30 WIB

Jadwal Indonesia Vs Irak di Piala Asia U23, Kick Off Pukul 22.30 WIB

Tren
Tarif Khusus Tiket Kereta Go Show Naik Per 1 Mei 2024

Tarif Khusus Tiket Kereta Go Show Naik Per 1 Mei 2024

Tren
Beli Pertalite di Batam Wajib Pakai Kartu 'Fuel Card' Mulai 1 Agustus

Beli Pertalite di Batam Wajib Pakai Kartu "Fuel Card" Mulai 1 Agustus

Tren
9 Fenomena Astronomi Mei 2024, Ada Hujan Meteor dan 'Flower Moon'

9 Fenomena Astronomi Mei 2024, Ada Hujan Meteor dan "Flower Moon"

Tren
Ramai soal Wilayah Indonesia Dilanda Suhu Panas di Awal Mei 2024, BMKG: Terjadi hingga Agustus

Ramai soal Wilayah Indonesia Dilanda Suhu Panas di Awal Mei 2024, BMKG: Terjadi hingga Agustus

Tren
Cerita Dante Lauretta yang Dibayar NASA Rp 16,2 Triliun untuk Cegah Asteroid Tabrak Bumi

Cerita Dante Lauretta yang Dibayar NASA Rp 16,2 Triliun untuk Cegah Asteroid Tabrak Bumi

Tren
Profil Calvin Verdonk dan Jens Raven, Calon Penggawa Timnas yang Jalani Proses Naturalisasi

Profil Calvin Verdonk dan Jens Raven, Calon Penggawa Timnas yang Jalani Proses Naturalisasi

Tren
Bisakah Suplemen Kesehatan Mencegah Kantuk Layaknya Kopi?

Bisakah Suplemen Kesehatan Mencegah Kantuk Layaknya Kopi?

Tren
Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Tren
Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru

Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru

Tren
Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...

Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...

Tren
Sejarah Tanggal 2 Mei Ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional

Sejarah Tanggal 2 Mei Ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional

Tren
7 Instansi yang Sudah Membuka Formasi untuk CASN 2024

7 Instansi yang Sudah Membuka Formasi untuk CASN 2024

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Daerah yang Merasakan Gempa Bandung M 4,2 | Madinah Banjir Setelah Hujan Turun 24 Jam

[POPULER TREN] Daerah yang Merasakan Gempa Bandung M 4,2 | Madinah Banjir Setelah Hujan Turun 24 Jam

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke