KOMPAS.com - Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan laporan terkait perkembangan situasi pandemi virus corona Covid-19 di Indonesia, Rabu (22/7/2020).
Dalam laporan tersebut, salah satunya ditampilkan grafik kasus meninggal yang mencakup kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dan kasus meninggal pasien dalam pengawasan (PDP).
Di sejumlah provinsi, seperti DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Tengah kasus PDP meninggal jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kasus meninggal pada pasien positif Covid-19.
Misalnya di DKI Jakarta, pada periode 13-19 Juli 2020 terdapat 44 pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia. Di periode yang sama, jumlah PDP meninggal mencapai angka 77 kejadian.
Melihat laporan tersebut, epidemiolog Dicky Budiman melihat ada beberapa hal yang bisa digarisbawahi dari data yang disampaikan WHO.
Apabila merujuk pada pemahaman PDP yang sebelumnya digunakan dalam pengklasifikasian kasus Covid-19 di Indonesia, maka tingginya kematian pada PDP bisa disebabkan oleh beberapa hal.
"Potensi penyebab kematian tinggi pada PDP adalah akibat progres dari penyakit Covid-19-nya yang memburuk, atau memang masuk RS dan terdeteksi sudah dalam kondisi parah," kata Dicky, dihubungi Sabtu (25/7/2020).
Meningkatkan tes dan tracing
Melihat laporan tersebut, Dicky menilai, mengharuskan pemerintah untuk bergerak dan melakukan intervensi yang signifikan khususnya dalam bidang melakukan tes dan pelacakan kasus.
"Pemerintah harus lebih meningkatkan intervensi tes dan pelacakan kasus kontaknya sehingga bisa segera mendeteksi orang-orang yang terinfeksi sekaligus mencegah pasien-pasien yang memiliki risiko tinggi, telat tertangani atau telat teredukasi," jelasnya.
Selain pemerintah, dalam hal ini masyarakat juga harus terus diajak berperan aktif dan memahami pentingnya berpartisipasi mengikuti tes.
Masyarakat juga harus mengerti pentingnya keterbukaan informasi dan kejujuran dari pihak mereka, khususnya ketika tengah diadakan program pelacakan kasus.
"Kuncinya ada di deteksi dini kasus melalui cakupan testing yang masif dan aktif dilakukan," ujar kandidat Ph.D dari Griffith University, Australia ini.
Selanjutnya untuk melihat keberhasilan dari upaya tes yang dilakukan, Dicky menyebut bisa dilihat dari jumlah kasus konfirmasi, positive rate, dan kecilnya kasus probable yang belum di tes.
Ada pun untuk melihat keberhasilan pelacakan atau tracing, bisa dilihat dari berapa banyak persentase kontak erat yang berhasil terdeteksi.
Sedangkan untuk angka kematian di kelompok terduga atau belum positif, Dicky menyebut hal itu menunjukkan seberapa tinggi tingkat keberhasilan atas intervensi-intervensi yang dilakukan.
"Angka kematian pengaruhnya untuk menunjukkan antara lain kualitas keberhasilan intervensi yang kita lakukan selama ini. Kalau kematian tinggi atau terus meningkat berarti intervensinya masih ketinggalan dibanding kecepatan virus menyebar," jelas dia.
Saat ini Indonesia sudah tidak lagi menggunakan status PDP, ODP, juga OTG pada mereka yang terindikasi memiliki risiko Covid-19.
Hal ini ditetapkan pada 13 Juli lalu melalui Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Saat ini istilah yang digunakan adalah kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, dan kontak erat. Berdasarkan Kepmenkes tersebut, berikut ini kriteria dari masing-masing kelompok kasus:
1. Kasus Suspek
a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
b. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-19.
c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
2. Kasus Probable
Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS/meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
3. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
4. Kontak Erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable ataukonfirmasi Covid-19.
Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable ataukasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu15 menit atau lebih.
b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probableatau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat (penjelasan sebagaimana terlampir).
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/25/122900065/data-kematian-pdp-suspek-lebih-tinggi-dari-kematian-positif-corona-ini-kata