Ulat tersebut berwarna hitam sebesar tusuk sate.
Pada November lalu, kejadian masuknya ulat bulu yang menyerbu sebuah sekolah juga terjadi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Kemunculan ulat bulu masih harus diwaspadai.
Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Dr. Cahyo Rahmadi mengatakan, saat ini memang merupakan musimnya telur ulat menjadi ulat.
Menurut dia, kemunculan ulat-ulat itu umum terjadi dalam konsep ekologi.
“Yang menyebabkan jadi banyak karena hilangnya pemangsa yg sebelumnya berperan menjadi pengendali populasi salah satunya keberadaan burung yang sudah mulai jarang di alam,” kata Cahyo saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/1/2020).
Ia menilai, dari sisi bahaya, kemunculan ulat tidak berbahaya.
“Cuma mengganggu dan kalau bersentuhan jadi gatal,” kata dia.
Mengendalikan ulat
Melansir dari buku Managing Smallholder Teak Plantations terbitan CIFOR, untuk mengendalikan serangan ulat jati yang parah bisa menggunakan insektisida yang mengandung bahan aktif delfamethrin permethrin.
Serangan ulat jati tidak berbahaya bagi pohon jati. Umumnya, serangan hanya berlangsung sekitar 1 minggu.
Ketika ulat jati menjadi pupa, ulat-ulat ini jatuh secara alami dari pohon.
Di beberapa tempat, ulat jati biasanya dipanen. Proses panennya dilakukan pada pagi hari untuk kemudian dijual maupun dimakan atau dijual.
Sementara itu, melansir pemberitaan Kompas.com, 13 April 2011, berikut ini beberapa cara untuk memperlambat pergerakan hama ulat bulu:
Adapun untuk mencegah timbul gatal-gatal akibat ulat, maka sebaiknya menghindari kontak langsung dengan ulat bulu, mencuci tangan, menutup makanan dan minuman, dan langsung segera kontak ke puskesmas dan fasilitas kesehatan terdekat bila gangguan menjadi parah.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/06/135420165/musim-ulat-bagaimana-penanganannya