KOMPAS.com — Pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah usai dilakukan di Kompleks Parlemen. Senayan, Jakarta pada Senin (1/10/2019).
Total terdapat 575 anggota DPR yang dilantik.
Menurut Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, dari 575 anggota DPR tersebut, 458 orang laki-laki dan 117 orang perempuan.
Data tersebut, menurut Lucius, dibuat sebelum ada Pergantian Antar Waktu (PAW) beberapa anggota baru dari Partai Gerindra seperti kehadiran Mulan Jameela yang nampaknya menambah jumlah anggota DPR Perempuan.
Artinya, secara prosentase jumlah anggota DPR laki-laki sebanyak 80 persen dan perempuan sebanyak 21 persen.
Hal tersebut meningkat sebesar 22 persen dari Pemilu 2014 lalu, pada saat itu anggota DPR perempuan hanya 97 orang.
"Dengan catatan prosentase tersebut, nampak bahwa upaya kelompok perempuan meraih keterwakilan perempuan minimal 30 persen belum juga berhasil," kata Lucius saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/10/2019).
Menurut dia, sejauh ini keberhasilan perjuangan keterwakilan perempuan baru sebatas pemenuhan kuota pada proses pencalonan saja.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan perjuangan itu belum berhasil menjamin hasil dengan kehadiran 30 persen perempuan pada lembaga parlemen kita.
"Perjuangan keterwakilan perempuan tentu sesuatu yang harus didukung. Dukungan publik atas perjuangan itu tentu saja akan membantu perjuangan kaum perempuan untuk bisa bersaing politisi laki-laki," terang dia.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh kaum perempuan adalah dengan membuktikan sumbangsih signifikan mereka dalam semua proses politik yang berlangsung di parlemen.
"Sepanjang era reformasi dan setelah perjuangan kuota 30 persen perempuan diadopsi dalam UU Pemilu, sudah cukup banyak legislator perempuan yang dikenal publik," papar dia.
"Hanya saja sejauh waktu yang berproses kehadiran politisi perempuan di parlemen belum memperlihatkan warna politik yang berbeda. Politisi perempuan parlemen masih cenderung terjebak pada pola permainan politik yang dikendalikan laki-laki," lanjut dia.
Kualitas Politisi Perempuan
Menurut Lucius, sejauh ini politisi perempuan yang sudah berkiprah belum berhasil menunjukkan perubahan warna politik karena kehadiran mereka.
Di samping itu, politisi perempuan di parlemen, belum juga terlihat menjadi saluran aspirasi kelompok perempuan pada umumnya.
Mereka jarang muncul sebagai inisiator dan juga konseptor pada isu-isu utama yang berkaitan langsung dengan perempuan.
"Contoh nyata misalnya di proses pembahasan RKUHP dan RUU PKS. Banyak isu terkait hak perempuan dalam RUU-RUU tersebut yang mestinya menjadi medan ujian bagi politisi perempuan parlemen dalam membuktikan komitmen mereka sebagai politisi perempuan sekaligus representasi perempuan Indonesia umumnya," kata dia.
Pada isu-isu tersebut, suara politisi perempuan tidak terdengar kuat dalam menentukan hasil akhir RUU-RUU tersebut.
Bahkan, menurut Lucius, ketika publik menyuarakan protes atas norma-norma yang tidak menunjukkan pembelaan terhadap kaum perempuan, politisi perempuan yang ada di parlemen justru tak nampak bersuara.
Tak hanya soal kemampuan mempengaruhi peraturan di parlemen sesuai dengan perjuangan kelompok perempuan, politisi perempuan parlemen juga gagal membuktikan keutamaan integritas pribadi yang berbeda dengan laki-laki.
"Banyak dari kaum perempuan yang justru melakukan aksi memalukan seperti korupsi. Keterlibatan perempuan pada korupsi sesungguhnya jadi pukulan besar bagi perjuangan perempuan di politik untuk bisa sejajar dengan laki-laki," ungkap dia.
"Oleh karena itu, saya kira bicara keterwakilan perempuan mesti dialihkan pada soal kualitas politisi perempuan. Jangan sampai hanya berkutat pada soal standar 30 persen sambil abai menyiapkan figur perempuan berkualitas untuk menunjukkan semangat kesetaraan sekaligus memperlihatkan keutamaan perempuan yang bisa menjadi sumber gerakan perubahan parlemen," terang dia lagi.
Menurut Lucius, faktor kualitas personal politisi perempuan menjadi penting karena disaat yang bersaman, parlemen masih dikuasai oleh partai politik yang oligarki begitu kental.
"Tanpa kualitas personal yang mumpuni, politisi perempuan akan ikut larut dan bahkan rentan menjadi alat kekuasaan untuk melakukan penyimpangan kekuasaan dan melakukan korupsi," tutup dia.
https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/03/160400165/jumlah-anggota-dpr-perempuan-meningkat-diimbangi-dengan-kualitas-