Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Penangkapan Para Aktivis, Apa yang Terjadi dengan Pemerintahan Jokowi?

KOMPAS.com - Setelah penangkapan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono dengan dugaan menebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media sosial, polisi kemudian turut menangkap mantan wartawan Tempo, Ananda Badudu pada Jumat (27/9/2019) pagi.

Berdasarkan laporan dari Wakil Koordinator KontraS, Feri Kusuma, Ananda Badudu ditangkap terkait dana yang dihimpunnya melalui media sosial guna disalurkan untuk aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR.

Dua kasus ini merupakan proses penangkapan akibat unggahan yang ditulis Ananda maupun Dandhy di media sosial yang dinilai menyalahi aturan pemerintah.

Lantas, dalam mengungkapkan kritik atau pendapat di media sosial, apakah saat ini justru tindakan penangkapan menjadi mempersempit ruang ekspresi di media sosial?

Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Aditya Perdana mengungkapkan bahwa atas penangkapan dua aktivis hari ini membuat pemerintahan Jokowi berada dalam keadaan yang cukup memprihatinkan.

"Penangkapan aktivis, menurut saya itu sebenarnya tidak baik dan tidak bagus untuk kehidupan demokrasi," ujar Aditya saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (27/9/2019).

Tak hanya itu, Aditya juga menyayangkan kejadian penangkapan tersebut. Sebab apa yang terjadi bertabrakan dengan pernyataan Jokowi ketika di Istana saat menerima para tokoh masyarakat tempo hari.

"Ia (Jokowi) mengatakan, Pak Jokowi akan berusaha keras untuk mempertahankan demokrasi. Ini kan jadi semacam ironi untuk peralihan kondisi," ujar Aditya.

Setelah pertemuan itu terjadi, kemudian muncul kenampakan pihak-pihak yang berseberangan atau tidak pada rezim Jokowi.

Apa yang sedang terjadi di Pemerintahan Jokowi hari ini?

Tidak hanya timbul rasa kecewa, Aditya mengungkapkan bahwa ada faktor lain yang harus digali lebih dalam seperti banyaknya kontradiksi antara satu sisi dengan sisi lainnya.

Menurutnya, jika salah satu sisi itu dibandingkan dengan era 1998, itu relatif.

"Initnya sama ketika ada orang yang berlawanan dengan rezim, maka rezim itu akan menggunakan banyak cara utnuk membuat kondisi pihak opisisi tidak berseberangan dengan pemerintah," ujar Aditya.

"Jadi hal itu yang terjadi saat ini. Menurut saya, ini sinyal yang bahaya buat demokrasi di Indonesia, apalagi kalau kondisi ini terus menerus terjadi dan respons Pak Jokowi seperti ini," kata dia.

Tak hanya itu, Aditya menegaskan jika pemerintahan Jokowi tetap seperti ini, maka bisa jadi segala macam kepercayaan terhadap Jokowi semakin menurun.

Hal inilah yang membahayakan bagi kondisi demokrasi Indonesia.

Sikap polisi dan UU ITE

Di sisi lain, Aditya mengungkapkan pada pemerintahan Jokowi ada sikap kontradiksi, misalnya Jokowi berbicara informasi A, tetapi aparat menerima informasi B.

Sikap inilah yang sangat disayangkan.

Menilik kasus yang beredar di media sosial, seperti adanya unggahan atau kritikan yang melanggar UU ITE, polisi bisa dengan mudah menahan atau menciduk orang tersebut.

Menurutnya, kepolisian bersikap seperti itu, karena mereka punya aturan yang berlaku soal UU ITE yang sebenarnya membuat Pasal Karet juga untuk pihak-pihak yang berlawanan dengan pemerintah.

"Kalau sekarang diakumulasi, banyak orang yang menyampaikan protes, kecewa, atau dianggap sebagai perusuh, atau dianggap provokator di media sosial, ya kemudian dia (polisi) akan dengan mudah menciduk orang-orang yang berlawanan," ujar Aditnya.

Menyikapi hal itu, dalam konteks negara demokratis, mengutarakan kritik atau tanggapan mengenai negara sebenarnya sah-sah saja. Sebab, ruang ekspresi dijamin oleh negara.

"Ruang ekspresi publik bahwa ada dukungan ataupun penolakan terhadap rezim itu dijamin oleh hukum, bebas untuk melakukan hal itu," ujarnya lagi.

Menurut Aditya, pasal-pasal demokrasi ada di dalam ruang ekspresi, namun lain persoalan jika rezim atau pemerintah menanggapi dengan respons yang berbeda.

Ia menjelaskan bahwa jika informasi atau kritik tersebut menguntungkan rezim atau pemerintah, mungkin akan dibiarkan, atau malah didukung penuh.

Sebaliknya, jika tidak menguntungkan, mungkin diambil tindakan-tindakan untuk menahan laju dari dukungan penolakan terhadap kritik tersebut.

"Nah kerangka itu yang kita harus paham kondisinya," ujar Aditya.

Ia menekankan kembali, sah-sah saja jika seseorang atau kelompok mengkritik terhadap pemerintah, karena tindakan tersebut ada jaminan konsitusinya.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/27/182500565/soal-penangkapan-para-aktivis-apa-yang-terjadi-dengan-pemerintahan-jokowi-

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke