Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wajah Demokrasi Baru di Balik Petisi Dukungan Aktivis yang Ditangkap

KOMPAS.com - Setelah aktivis Dandhy Laksono ditangkap kepolisian karena cuitannya soal Papua, Jumat (27/9/2019), aktivis Ananda Badudu juga dicokok Polda Metro Jaya.

Melihat hal ini, rakyat Indonesia pun seolah tak tinggal diam. Mereka pun mewarnai media sosial, khususnya Twitter dengan tagar #BebaskanDandhyLaksono dan #BebaskanAnandaBadudu.

Tak cukup lewat tagar, petisi yang meminta pembebasan Dandhy Laksono dan Ananda Badudu pun mulai bermunculan.

Hingga Jumat (27/9/2019) pukul 11.00 WIB, petisi yang menuntut pembebasan Dandhy Laksono telah ditandatangi oleh 13.442 orang.

Sementara itu, petisi untuk menuntut pembebasan Ananda Badudu sudah ditandatangani sekitar 57.318 orang.

Melihat hal ini, pakar media sosial Ismail Fahmi menilai adanya tagar atau petisi tersebut sangat efektif untuk menyampaikan aspirasi.

"Ini sebenarnya efektif karena ini wujud demokrasi. Adanya petisi atau tagar-tagar tersebut merupakan wujud demokrasi baru," ucap Ismail saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/9/2019).

Menurutnya, munculnya petisi atau aspirasi lewat tagar tersebut adalah tanda masyarakat Indonesia telah memasuki demokrasi baru dan pengguna internet yang mengarah pada hal positif.

Demokrasi baru

Ia juga mengatakan, perkembangan internet telah membuat kondisi demokrasi semakin bagus dan transparan.

"Adanya internet membuat semuanya menjadi transparan dan demokrasi semakin bagus. Publik bisa dengan mudah dan cepat memberi repson serta kontrol pada pemerintah dan legistlatif," ucap dia.

Ismail juga mengatakan, penggunaan internet, khususnya untuk petisi,  telah banyak digunakan di dunia internasional.

Ismail juga memberi contoh, di negara-negara maju seperti Jerman dan Inggris, beberapa lembaga pemerintahan juga meminta hasil petisi yang beredar secara online.

"Kalau yang tanda tangan cuma lima sampai 10 ya enggak ngaruh, Tapi kalau tanda tangan sampai 1 juta lebih, itu kekuatan yang sangat besar. Artinya, publik sudah ingin perubahan," ungkap dia.

"Inilah demokrasi di era internet. Kalau demokrasi era zaman batu, itu hanya lima tahun sekali orang ikut nge-vote, setelah itu, publik sama sekali tidak bisa ikut campur," tambahnya.

Meski kondisi negara saat ini sedang genting, Ismail masih menilai petisi-petisi yang beredar tersebut masih efektif.

Adanya aktivis-aktivis yang ditangkap, bagi Ismail, bukan berarti demokrasi sudah tidak berlaku lagi di negara ini.

"Ini kan soal kekuasaan. saya enggak yakin,kok, kalau misalnya Pak Jokowi ingin Dandhy atau Ananda Badudu ditangkap," ucapnya.

Menurutnya, penangkapan para aktivis tersebut juga diakibatkan adanya kepentingan oknum-oknum di dalamnya.

"Kalau lihat di lingkaran dalamnya itu ada banyak kepentingan. jadi kita enggak tahu siapa yang bermain di dalamnya," ucap dia.

Dalam konteks ini, menurut penilaian Ismail, presiden tentunya ingin mendapatkan legitimasi dari rakyat.

Dengan adanya penangkapan para aktivis ini, presiden tidak bisa mendapatkan dukungan dan legitimasi dari rakyat.

"Dengan adanya petisi, itu menunjukana danya dukungan buat presiden untuk melakukan perubahan. Jadi, mereka tidak sendirian," ujar Ismail.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/27/165646165/wajah-demokrasi-baru-di-balik-petisi-dukungan-aktivis-yang-ditangkap

Terkini Lainnya

Ketahui, Ini Masing-masing Manfaat Vitamin B1, B2, hingga B12

Ketahui, Ini Masing-masing Manfaat Vitamin B1, B2, hingga B12

Tren
Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Tren
Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Tren
Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Tren
Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Tren
Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke