Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Ini dalam Sejarah: 24 September 1999, Tragedi Semanggi II

Seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Yun Hap, menjadi salah satu korbannya.

Yun Hap meninggal dunia karena luka tembak.

Harian Kompas, 25 September 1999, menggambarkan, situasi sejak Kamis (23/9/1999) mencekam.

Trauma akan kerusuhan pada Mei 1998 seakan muncul menjelang Jumat (24/9/1999) pagi.

Sejak Kamis malam, situasi mencekam ketika bom-bom dan pistol gas air mata ditembakkan aparat tanpa henti ke arah Kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta.

Saat itu, para mahasiswa yang sebelumnya menggelar aksi bertahan di dalam kampus tersebut.

Dari dalam kampus, batu dan bom-bom molotov beterbangan ke arah aparat keamanan.

***

Aksi besar saat itu digelar untuk meminta pembatalan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB) yang disahkan DPR dan pemerintah.

Ada beberapa poin dalam RUU PKB yang memunculkan kontroversi.

Salah satunya, jika disahkan, sejumlah LSM berpandangan, UU PKB akan menjadi pembenaran bagi TNI untuk melakukan operasi militer.

Hal ini dikhawatirkan mengekang konsep-konsep damai yang muncul dari rakyat.

Kekhawatiran lainnya, TNI akan masuk dalam ranah publik sehingga dianggap berpotensi melumpuhkan komponen gerakan sipil lumpuh dengan alasan keadaan bahaya.

Sejak Rabu, 22 September 1999, aksi semakin besar dan merata di seluruh Indonesia.

Terjadi bentrokan dalam sejumlah aksi yang berlangsung sehingga menimbulkan korban luka.

RUU PKB tetap disahkan, korban berjatuhan

Seperti diberitakan Harian Kompas, 24 September 1999, DPR tetap mengesahkan RUU PKB meski gelombang penolakan sangat besar dan korban berjatuhan.

Massa aksi yang terkonsentrasi di depan Gedung DPR/MPR Senayan merangsek masuk ke Kompleks Parlemen yang dihadang aparat.

Puluhan mahasiswa, seperti diberitakan Harian Kompas, 24 September 1999, mengalami luka akibat tembakan, injakan, pukulan, dan gas air mata.

Sementara, bentrokan demonstran dengan aparat keamanan mengakibatkan puluhan luka, baik dari pengamat maupun aparat.

Berdasarkan catatan Kompas, para mahasiswa yang menjadi korban bentrokan dan tindak kekerasan aparat menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit di Jakarta.

Mereka di antaranya dibawa ke RS Pelni, RS St Carolus, RS Pertamina.

Para mahasiswa mengalami luka karena digebuk, diinjak, dipukul, ditembaki peluru, dan gas air mata.

Dilaporkan, hingga tengah malam, 23 September 1999, korban terus bertambah.

Mahasiswa bertahan di Universitas Atma Jaya

Hingga Jumat dini hari, 24 September 1999, mahasiswa masih bertahan di Kampus Atma Jaya.

Aparat keamanan menembakkan gas air mata, yang dibalas mahasiswa dengan lemparan batu.

Harian Kompas, 24 September 1999, menuliskan, pukul 23.30 (23 September 1999), mahasiswa keluar dari kampus dan melembarkan bom molotov serta batu.

Bom molotov mengakibatkan pakaian seorang anggota Pasukan Penindak Rusuh Massa (PPRM) terbakar pada bagian punggung.

Beberapa anggota PPRM langsung memadamkannya.

Tak lama kemudian, aparat menyerbu mahasiswa dengan rentetan tembakan dan pukulan.

Situasi ini, tulis Kompas, mengingatkan Tragedi Semanggi I yang terjadi pada November 1998 di lokasi yang sama.

Mahasiswa UI jadi korban

Pada Jumat (24/9/1999) malam, terjadi tembakan membabi buta dari aparat, padahal situasi sudah mengarah damai.

Hal itu terjadi beberapa saat setelah Kapuspen Hankam/TNI saat itu, Mayjen TNI Sudrajat mengumumkan penundaan pengesahan RUU PKB.

Tembakan aparat berasal dari atas truk yang sedang melaju ke arah kumpulan warga dan mahasiswa yang berada di sekitar RS Jakarta.

Lokasi RS Jakarta berada di dekat Kampus Atma Jaya, Jalan Jenderal Sudirman.

Tembakan brutal ini mengakibatkan dua orang tewas di tempat, belasan lainnya mengalami luka-luka.

Pada malam hari, saat warga sudah kembali ke rumahnya dan situasi mulai tenang, kembali terjadi berondongan tembakan di jalan menuju RS Jakarta.

Dua orang tewas, salah satunya Yun Hap, mahasiswa semester 7 Jurusan Elektro, Fakultas Teknik UI.

Sementara, satu orang lainnya, saat itu disebutkan belum teridentifikasi.

Belasan korban luka lainnya menjalani perawatan di sejumlah RS. Di IGD RS RSCM, tercatat 18 korban menjalani perawatan. Ada pula korban yang dirawat di RS Mintoharjo.

Mantan Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) Mayjen TNI (Purn) Hariadi Dharmawan berang saat mengetahui salah seorang korban adalah mahasiswa UI.

Hariadi menengok jenazah Yun Hap di kamar mayat RSCM.

"Ini biadab. Saya harus perkarakan ini," kata Hariadi, seperti dikutip dari Harian Kompas, 25 September 1999.

Menanggapi peristiwa ini, Kapendam Jaya saat itu, Letkol DJ Nachrowi mengaku belum memperoleh informasi tentang insiden terbaru itu.

"Kami akan mencermati apa yang sebenarnya terjadi dan apa penyebab semua itu. Kalau memang benar terjadi penembakan langsung terhadap masyarakat, itu merupakan sebuah pelanggaran dan pasti TNI akan memrosesnya sesuai hukum yang berlaku," kata Nachrowi.

Kesaksian

Terkait penembakan brutal di sekitar RS Jakarta dan Kampus Atma Jaya, sejumlah orang memberikan kesaksian.

Salah satunya rekan Yun Hap, Adi, yang juga mahasiswa Fakultas Teknik Industri UI angkatan 1996.

Ia mengaku berada tak jauh dari Yun Hap saat penembakan terjadi.

Adi mengisahkan, sekitar pukul 20.00, ia dan teman-temannya berkumpul untuk kembali ke Kampus UI di Depok, Jawa Barat.

Saat itu, Yun Hap tengah berada di tengah jalur hijau. Ia sedang duduk dan makan roti.

Sementara, Adi berada di jalan masuk Bendungan Hilir.

Kemudian, Adi mengaku melihat rombongan truk tentara dengan membawa pasukan melaju kencang dari arah Jl Thamrin.

Lampu depan truk menyala dan tiba-tiba terdengar tembakan.

Adi menyelamatkan diri.

"Saya berlari masuk ke jalan Benhil, berlindung," kata dia.

Setelah itu, ia mendapatkan informasi bahwa ada korban tertembak. Ia tak tahu bahwa korban itu adalah Yun Hap.

"Dan setelah saya datang ke kamar mayat, baru saya tahu kalau itu teman saya," ujar Adi.

Sementara itu, peneliti LIPI, Hermawan Sulistyo, yang saat itu berada di sekitar lokasi, mengungkapkan, pukul 20.55 dari arah Dukuh Atas meluncur 10 truk berisi pasukan yang mengarah ke kawasan RS Jakarta.

Ada voorijder yang mendahuluinya.

Saat itu, puluhan mahasiswa dan warga tengah duduk di jalur hijau di dekat jalan masuk RS Jakarta.

Tiba-tiba, kesaksian Hermawan, dari atas truk sejumlah orang melakukan tembakan membabi buta.

Situasi kacau. Setiap orang yang ada di situ mendari perlindungan dan menyelamatkan diri.

Desakan ungkap dalang penembakan

Merespons peristiwa ini, sejumlah tokok politik, mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat lainnya mengecam dan mendesak agar dalang penembakan diungkap.

Harian Kompas, 26 September 1999, menyebutkan peristiwa Tragedi Semanggi II menyebabkan 6 orang tewas dan lebih dari 100 orang mengalami luka-luka.

Sejumlah petinggi partai menyampaikan desakan kepada pemerintah untuk mengusut peristiwa ini, dan mencabut UU PKB.

Saat itu, pemerintah akhirnya menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB).

Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional, Amien Rais, menyatakan yakin penembakan dilakukan oleh provokator untuk menciptakan kekacauan dengan tujuan menggagalkan Sidang Umum MPR.

"RUU PKB harus ditunda dan bahkan harus dihentikan. Karena kalau tidak, justru menimbulkan pertanyaan ''maunya apa''. Kita tentu amat kecewa sampai ada nyawa melayang dan luka-luka parah," kata Amien saat itu.

Sementara, Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menilai, insiden itu menunjukkan ketidakmampuan TNI dan Kepolisian RI untuk menjaga stabilitas negara.

Peristiwa ini dianggapnya telah meningkatkan eskalasi ketidakstabilan dan memancing agar mahasiswa dan masyarakat meningkatkan gerakannya.

Pihak Kepolisian saat itu menyebut bahwa penembakan dilakukan oleh orang tak dikenal.

Akan tetapi, kesaksian sejumlah orang di lokasi meyakini bahwa tembakan berasal dari konvoi truk aparat.

Pembentukan Tim Pencari Fakta Independen

Setelah menghadiri pemakaman Yun Hap, peneliti LIPI Hermawan Sulistyo mengatakan, telah terbentuk Tim Pencari Fakta Independen untuk mengusut kasus Tragedi Semanggi II yang terjadi pada 23-24 September 1999.

Menurut dia, yang terlibat adalah mereka yang sudah berpengalaman terlibat dalam TPF kasus lain.

"Seperti Tragedi Trisakti dan Tragedi Semanggi I," kata Hermawan, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 27 September 1999.

Hermawan bertindak sebagai Koordinator TPFI Semanggi II. Anggota lainnya terdiri dari sejumlah pakar dari berbagai bidang ilmu.

Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) "Tragedi Semanggi II" yang terdiri dari sejumlah pakar dari berbagai bidang ilmu.

Tim menyampaikan hasil temuan sementara pada 27 September 1999.

Kesimpulan sementara, ada dua kelompok prajurit yang melakukan penembakan membabi buta terhadap massa yang berada di sekitar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (24/9/1999) malam.

Alasan pihak keamanan bahwa ada penembak dari kendaraan lain selain konvoi truk prajurit dianggap tidak masuk akal.

Selain itu, tidak ada keterangan yang mendukung pernyataan itu dari saksi-saksi langsung di lapangan.

"Dari dua saksi utama yang kami cek silang secara mendalam, Yun Hap jatuh tersungkur oleh kelompok tembak pertama. Sesudah kelompok tembak pertama, ada kelompok tembak kedua. Jadi, tidak mungkin ada satu kendaraan apa pun yang masuk di tengah kedua kelompok tembak tersebut. Karena itu penjelasan Kapolda (Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Mayjen (Pol) Noegroho Djajoesman-Red) itu sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata anggota TPFI, Tamrin Amal Tomagola, dikutip dari Harian Kompas, 28 September 1999.

Oleh karena itu, TPFI mendesak pihak keamanan dan para pejabat pemerintah untuk melakukan pengungkapan secara transparan.

Dua puluh tahun berlalu, hasil penyelidikan yang dilakukan TPF dan sejumlah lembaga lainnya belum ditindaklanjuti pemerintah dengan tuntas.

Hingga kini, siapa dalang di balik Tragedi Semanggi II dan peristiwa-peristiwa lainnya belum terungkap.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/24/082253665/hari-ini-dalam-sejarah-24-september-1999-tragedi-semanggi-ii

Terkini Lainnya

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke