Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Terjadi Hampir Setiap Tahun, Karhutla Bisa Jadi Bencana Nasional?

KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Sumatera, terutama Riau dan Kalimantan seolah tak pernah menemui titik akhir.

Hampir setiap tahun kasus karhutla semacam ini selalu terjadi dan dampaknya semakin meluas hingga membahayakan kesehatan masyarakat.

Menurut laporan Kompas.com, Jumat (13/9/2019), kasus karhutla telah mengakibatkan kota Pekanbaru, Riau dikepung kabut asap pekat. Akibatnya, pemprov setempat mengimbau ibu hamil hingga anak-anak untuk tidak beraktivitas di luar rumah.

Kompas.com, Sabtu (14/9/2019), juga melaporkan dua pesawat batal mendarat di Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin, karena kabut asap yang pekat kembali menyelimuti.

Meski dampak karhutla ini semakin meluas dan terjadi setiap tahun, pemerintah tak kunjung menetapkannya sebagai kasus bencana nasional.

Menurut pasal 7 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat indikator meliputi, jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Rusmadya Maharuddin menilai kasus karhutla ini sudah selayaknya ditetapkan sebagai bencana nasional.

"Kasus karhutla ini sudah harus masuk kategori bencana nasional karena terjadi hampir setiap tahun dan lokasinya tidak hanya dalam satu tempat provinsi saja," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (14/9/2019).

Ulah Manusia

Rusmadya menambahkan kasus karhutla yang selama ini terjadi lebih banyak diakibatkan karena ulah manusia. 

Satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan memberi efek jera melalui penegakan hukum.

"Kebakaran ini yang menyebabkan adalah manusia itu sendiri. Dan ini kaitannya dengan perilaku. Jadi, untuk mengatasi perilaku yang merugikan ini caranya dengan penegakan hukum," kata dia.

Hal serupa juga sempat diucapkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dalam "Rapat Koordinasi Komite Intelijen Pusat Antisipasi Dampak Musim Kemarau Tahun 2019 di Indonesia" di Kantor Badan Intelijen Negara (BIN) Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Mengutip pemberitaan BNPB, Kamis (22/8/2019), kasus karhutla bisa menjadi ancaman bencana permanen bila tidak segera diselesaikan.

"Permasalahan karhutla sudah ada dari tahun-tahun yang lalu dan terus berulang. Penyebabnya pun selalu sama, yang mana 99 persen karhutla terjadi atas ulah manusia," ucap Doni, dikutip dari situs BNPB, Kamis (22/8/2019).

Perlu diketahui, kualitas udara di Pekanbaru, Riau memburuk akibat dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak Selasa (10/9/2019).

Hingga Sabtu (14/9/2019) pukul 12.30 WIB, menurut AirVisual, kondisi udara di Pekanbaru Riau, masih dalam kondisi tidak sehat (unhealthy) dengan Air Quality Index (AQL) atau indeks kualitas udara sebesar 161.

Selain mengurangi jarak pandang, kualitas udara yang buruk juga menimbulkan efek negatif yang besar bagi kesehatan, terutama di pernapasan.

Data Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru menyebutkan, dari tanggal 1 hingga 12 September 2019, penderita ISPA di Pekanbaru berjumlah 1.520 orang. Jumlah tersebut meningkat signifikan setelah adanya dampak kabut asap karhutla.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/14/152616465/terjadi-hampir-setiap-tahun-karhutla-bisa-jadi-bencana-nasional

Terkini Lainnya

Ilmuwan Pecahkan Misteri 'Kutukan Firaun' yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Ilmuwan Pecahkan Misteri "Kutukan Firaun" yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Tren
3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Tren
Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Tren
Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Tren
Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Tren
Sosok Shen Yinhao, Wasit Laga Indonesia Vs Uzbekistan yang Tuai Kontroversi

Sosok Shen Yinhao, Wasit Laga Indonesia Vs Uzbekistan yang Tuai Kontroversi

Tren
Daftar Provinsi yang Menggelar Pemutihan Pajak Kendaraan Mei 2024

Daftar Provinsi yang Menggelar Pemutihan Pajak Kendaraan Mei 2024

Tren
Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Tren
Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

Tren
NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut sebagai Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut sebagai Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke