Pada awal Abad Pertengahan atau sekitar abad ke-5, orang Romawi Kuno menggunakan kancing untuk mengaitkan pakaian, menggantikan benda semacam peniti.
Hingga akhir Abad Pertengahan (abad ke-15), kancing pada umumnya digunakan pada pakaian pria.
Pada abad ke-14, kancing semakin populer di Eropa dan umumnya terbuat dari tulang atau kay, di samping maraknya kancing yang terbuat dari emas, perak, dan gading, sebagai tanda kekayaan dan status.
Baca juga: Kisah Pemutih Pakaian, Awalnya Makan Waktu 12 Jam
Abad ke-18 dianggap sebagai zaman keemasan kancing oleh para kolektor, karena variasi gaya dan ukuran kancing berkembang pesat.
Kancing juga diperlukan pada beragam jenis pakaian, seperti mantel, rompi, celana, dan masih banyak lainnya.
Oleh karena itu, kancing-kancing mewah menjadi bagian yang penting dalam menunjukkan status bagi pria kelas atas.
Dalam Encyclopédie karya Denis Diderot (c. 1746) kreativitas pembuat kancing diagungkan, meskipun bagi para moralis kancing yang mahal menjadi salah satu tanda kelebihan dalam mode.
Produksi massal kancing bermula dari kebutuhan kancing untuk pakaian para prajurit perang.
Pada perkembangannya, kancing tidak hanya dibutuhkan pada pakaian laki-laki, tetapi juga busana perempuan.
Selain itu, kancing mulai dibuat dari bahan plastik atau bahan sintetis, dan dibuat dalam beragam bentuk serta ukuran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.