KOMPAS.com - Candi Kalibukbuk terletak di Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali.
Situs candi ini berada di area perkebunan kelapa dan tidak jauh dari kawasan Pantai Lovina.
Candi Kalibukbuk merupakan situs suci agama Buddha yang diperkirakan telah berdiri sejak abad ke-8.
Uniknya, di situs ini terdapat Ganesha, yang menunjukkan adanya harmonisasi atau sinkretisme Siwa-Buddha di Bali utara.
Baca juga: Sejarah Candi Minak Jinggo di Mojokerto
Melansir laman Kemdikbud, situs di Bali utara ini ditemukan pada 1994, ketika seorang warga bernama I Nengah Mawa menguras sumur tua di sebuah kebun kelapa.
Dalam penggaliannya, I Nengah Marwa menemukan benda-benda aneh di sekeliling dinding sumur dan struktur batu bata di bagian dasar sumur yang diduga bekas bangunan.
Anak Agung Sentanu selaku pemilik kebun kemudian melaporkan temuan itu ke Balai Arkeologi Denpasar.
Sejak penemuannya hingga tahun 2000, telah dilakukan ekskavasi dalam enam tahap.
Ekskavasi menghasilkan temuan berupa kompleks candi yang kini dikenal dengan nama Candi Kalibukbuk.
Di kompleks candi ini terdapat tiga bangunan, yakni satu candi induk dan dua candi perwara atau pendamping.
Candi induk, yang berada di tengah dan berukuran paling besar, memiliki fondasi berbentuk segi delapan.
Sedangkan dua candi perwara yang mengapit candi induk berupa bangunan segi empat sama sisi.
Baca juga: Sejarah Candi Mantup di Yogyakarta
Di situs Candi Kalibukbuk ditemukan batu bata reruntuhan candi berhias motif sulur-suluran, relief Ghana (makhluk kerdil), dan relief gajah (Ghanesa).
Dari sisa unsur dekoratif tersebut menghasilkan rekonstruksi bentuk candi utama berupa stupa yang dihiasi dengan relief Ghana.
Tiga tahun sebelumnya atau pada 1991, pernah ditemukan artefak berbentuk stupika (stupa kecil), tablet tanah liat, relief, dan pecahan gerabah di sekitar kawasan candi.
Setelah tahap ekskavasi, dilakukan upaya konservasi oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Bali untuk menyelamatkan sisa-sisa bangunan candi yang mengalami kerusakan cukup serius.
Kegiatan pemugaran selesai pada 2008 dan satu tahun kemudian Candi Kalibukbuk diresmikan sekaligus ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
Baca juga: Sejarah Candi Sangkilon yang Dirusak Pemburu Harta Karun
Stupika dan tablet tanah liat di situs Candi Kalibukbuk diduga sezaman dengan stupika dan tablet yang ditemukan di Tatiapi, Pejeng, Gianyar, dan Pura Pegulingan, yakni dari abad ke-8 sampai 10.
Dengan melihat fitur-fitur dan artefak-artefak yang ditemukan di sekitar situs, fungsi Candi Kalibukbuk pada zaman dulu diperkirakan sebagai tempat pemujaan agama Buddha oleh masyarakat Bali utara.
Berdasarkan data arkeologi, agama Buddha sudah berkembang di Bali utara, termasuk di Buleleng, pada abad ke-8.
Kawasan Bali utara memang merupakan pintu masuk pengaruh budaya dari luar, baik Buddha maupun Hindu.
Penemuan situs percandian di Kalibukbuk sebagai tempat untuk pemujaan Buddha semakin membuktikan bahwa agama Buddha sudah berkembang di Bali utara sejak abad ke-8.
Uniknya, di situs ini ditemukan Ganesha, yang menjadi petunjuk adanya sinkretisme (perpaduan) Siwa-Buddha.
Baca juga: Nama-Nama Candi di Kompleks Percandian Muaro Jambi
Stupa di Candi Kalibukbuk yang menggunakan atribut Siwa, hanya dapat dimungkinkan apabila masyarakatnya mengembangkan toleransi.
Pembangunan Candi Kalibukbuk sebagai harmonisasi unsur Buddha dan Siwa (Hindu) mencerminkan sikap toleransi yang tinggi di antara pemeluknya, bahkan telah terjadi sinkretisme dan membuat dua ajaran tersebut melebur menjadi aliran Siwa-Buddha.
Kini, Candi Kalibukbuk berfungsi sebagai tempat pemujaan, baik bagi umat Buddha maupun Hindu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.