Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Benteng Bukit Tajadi, Bekas Pertahanan Kaum Padri

Kompas.com - 11/09/2023, 16:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Benteng Bukit Tajadi atau disebut juga Benteng Bukit Tak Jadi adalah bekas benteng pertahanan Kaum Padri.

Benteng Bukit Tajadi terletak di Kampung Chaniago, Kecamatan Bonjol, Sumatera Barat, Indonesia.

Saat pecahnya Perang Padri, benteng ini dijadikan sebagai pusat komando pasukan Padri.

Dalam catatan harian seorang perwira Belanda berpangkat Letnan I Infanteri Joannis Cornelis Boelhouwer, Benteng Bukit Tajadi digambarkan memiliki tembok-tembok yang terbuat dari batu-batu besar.

Sisi bukit dikelilingi oleh parit pertahanan dan rumpun bambu berduri, yang kemudian dijadikan tempat bagi kaum Padri untuk mengawasi gerak-gerik pasukan Hindia Belanda.

Dengan demikian, Benteng Bukit Tajadi yang menjadi saksi bisu perlawanan sengit Kaum Padri terhadap Hindia Belanda.

Baca juga: Siapakah Kaum Adat dan Kaum Padri?

Asal-usul Benteng Bukit Tajadi

Pada awal pecahnya Perang Padri, Tuanku Imam Bonjol membangun sebuah permukiman yang dinamai sesuai namanya, yakni Kampung Bonjol.

Area Kampung Bonjol diketahui berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh aliran sungai.

Cikal bakal terbentuknya kampung ini bermula dari perintah Tuanku Nan Renceh terhadap Tuanku Imam Bonjol pada 1807 untuk membuat sebuah benteng yang kuat sebagai markas Kaum Padri.

Tuanku Imam Bonjol kemudian memilih permukiman Bonjol sebagai markas mereka, karena berada di kawasan lembah yang terlindungi oleh bukit.

Bukit ini bernama Bukit Tajadi yang memiliki panjang sekitar 1 kilometer dan memiliki ketinggian 400-500 mdpl.

Dulunya, Bukit Tajadi kerap digunakan oleh kaum penyamun untuk mengintai kuda-kuda beban yang membawa barang dagangan dari Minangkabau ke Tapanuli.

Dilihat dari lokasinya, Tuanku Imam Bonjol berpendapat bahwa Bukit Tajadi dapat menguntungkan posisi Kaum Padri.

Oleh sebab itu, Tuanku Imam Bonjol memutuskan untuk membangun benteng di bukit tersebut.

Tuanku Imam Bonjol kemudian berdiskusi bersama para pemuka masyarakat Alahan Panjang untuk membangun benteng tersebut.

Para pemuka masyarakat dan rakyat Alahan pun setuju dengan rencana pembangunan benteng yang diusulkan oleh Tuanku Imam Bonjol, bahkan mereka juga bersedia membantu.

Dengan bantuan masyarakat setempat, Benteng Bukit Tajadi yang sepanjang 45 meter berhasil dibangun.

Di dalam benteng itu ada satu masjid dan enam buah rumah sebagai tempat tinggal pasukan Kaum Padri.

Karena didirikan oleh Tuanku Imam Bonjol, Benteng Bukit Tajadi juga kerap disebut sebagai Benteng Bonjol.

Baca juga: Perjuangan Imam Bonjol dalam Perang Padri

Perkembangan Benteng Bukit Tajadi

Setelah gencatan senjata dilakukan, Tuanku Imam Bonjol memperkuat Benteng Bukit Tajadi.

Bonjol melengkapi benteng itu dengan berbagai persenjataan guna menghalau para musuh.

Proses pembangunan dan perluasan benteng dilakukan oleh sekitar 5.000 pekerja selama sekitar 40 hari.

Dalam proses pengembangan ini, Benteng Bukit Tajadi terlihat semakin kokoh.

Tiga sisi bukit dikelilingi oleh dinding pertahanan dua lapis setinggi sekitar 3 meter.

Kemudian, pada bagian tembok luar terdiri dari batu-batu besar.

Di atas tembok benteng ditanami bambu berduri yang sudah hampir berbentuk seperti hutan sehingga sulit ditembus.

Lalu, menurut catatan harian Boelhouwer, Kaum Padri menempatkan pengintai dan penembak jitu di balik bambu berduri untuk memantau pergerakan pasukan Belanda.

Sementara itu, di sejumlah tempat juga terlihat meriam-meriam kaliber 12 pon dengan pedati beroda kayu tanpa jari-jari untuk mengangkutnya.

Di dekat meriam tersebut, ada sebuah batu bulat sebagai pengganti peluru.

Baca juga: Sebab Terjadinya Perang Padri

Upaya menaklukkan Benteng Bukit Tajadi

Pemerintah kolonial berusaha untuk menaklukkan Benteng Bukit Tajadi, demi mengalahkan kaum Padri.

Namun, dalam laporan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van den Bosch pada 21 September 1833, dituliskan bahwa upaya penghancuran Benteng Bonjol mengalami kegagalan.

Van den Bosch mengatur tiga siasat untuk menyerang Benteng Bonjol, yakni menyerang dari sisi utara, sisi barat, dan sisi selatan.

Namun, pada akhirnya serangan ini mengalami kegagalan karena pasukan Belanda banyak kehilangan pasukannya.

Pada 21 April 1835, upaya selanjutnya untuk menghancurkan Benteng Bukit Tajadi dilakukan, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Bauer.

Dalam waktu beberapa bulan, pasukan Belanda sudah sempat berhasil mendekati Benteng Bukit Tajadi.

Bahkan pada 4 Desember 1836 dini hari, pasukan Belanda berhasil menyusup masuk ke dalam Benteng Bonjol yang sudah jebol karena tembakan meriam mereka.

Pada saat itu, kaum Padri sedang beroperasi menyerang pos-pos Belanda sehingga di dalam benteng minim pertahanan.

Kendati demikian, kaum Padri tidak menyerah. Mereka mencurahkan tenaga mereka sebaik mungkin untuk melawan pasukan Belanda.

Pada 16 Maret 1837, serangan intensif dilakukan oleh pasukan Belanda ke Benteng Bonjol.

Perlahan-lahan pasukan Belanda tampak mulai sedikit menguasai keadaan.

Pada akhirnya, 15 Agustus 1837, Benteng Bukit Tajadi berhasil jatuh ke tangan pasukan kolonial dan keesokan harinya benteng tersebut dapat ditaklukkan secara keseluruhan.

Baca juga: Dakwah Kaum Padri di Minangkabau

Kondisi sekarang

Menurut laporan terkini, kondisi Benteng Bukit Tajadi sudah tidak terawat dan banyak ditumbuhi semak belukar.

Namun, masih dapat ditemukan beberapa bekas-bekas pertahanan kaum Padri, seperti ditemukan meriam yang terkubur sedalam dua meter.

Kini, meriam itu dikenal dengan sebutan Sutan Palembang, yang sudah ditutup keramik dan disekat dalam ruangan berukuran 4x4 meter.

Lalu, pada 1985, dibangun tugu peringatan untuk mengenang Benteng Bukit Tajadi yang pernah dijadikan markas pertahanan kaum Padri.

Lebih lanjut, pada 2007, Benteng Bukit Tajadi dimasukkan dalam daftar inventaris cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat.

 

Referensi:

  • Naim, Sjafnir Aboe. (2004). Naskah Tuanku Imam Bonjol. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau.
  • Abidin, Mas’oed. (2005). Ensiklopedia Minangkabau. Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com