Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Martinus Ariya Seta
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hobi membaca dan jalan-jalan. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dalam bidang Pendidikan Agama di Julius Maximilians Universität Würzburg

Karl Marx dan Metafora Candu

Kompas.com - 06/07/2023, 09:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"AGAMA adalah candu masyarakat" merupakan metafora populer yang dikaitkan dengan nama Karl Marx. Di dalam pemahaman populer, metafora candu adalah instrumentalisasi agama oleh kaum penguasa untuk membungkam kaum proletar.

Singkat kata, agama adalah alat ciptaan penguasa untuk melanggengkan kekuasaan dengan cara memberikan bius janji surga kepada kaum proletar sebagai kompensasi atas penderitaan di dunia. Sebenarnya ini adalah pemahaman versi Lenin, bukan versi Marx.

Apakah maksud metafora candu versi Marx sebenarnya?

Memahami secara utuh

Jejak metafora candu Marx dapat ditelusuri dalam karyanya "Zur Kritik der Hegelschen Rechtsphilosophie" (1844). Marx mengatakan demikian:

"Penderitaan agama adalah, di satu sisi, Ausdrück (ungkapan) akan penderitaan nyata, dan,
di sisi lain, Protestation (protes) terhadap penderitaan yang nyata. Agama adalah keluh
kesah dari mahkluk yang tersingkirkan, dan perasaan terdalam dari dunia yang tidak
berperasaan, jiwa dari dunia yang tidak berjiwa. Agama adalah candu."

Penafsiran populer hanya mengambil kalimat kesimpulan, tetapi melupakan rangkaian kalimat-kalimat sebelumnya. Ini adalah penafsiran yang terlepas dari konteks.

Kritik agama Marx bersifat dialektis. Kalimat kesimpulan harus dipahami dari konteks rumusan dialektis "… di satu sisi, Ausdrück… dan, di sisi lain, Protestation… ".

Ada dua momen simultan yang berasal dari satu sumber. Agama adalah momen Ausdrück dan momen Protestation yang berakar dari sumber yang sama, yaitu penderitaan nyata di dunia.

Diferensiasi antara Ausdrück dan Protestation harus diperhatikan untuk memahami lika-liku dialektika kritik agama Marx.

Ausdrück adalah bentuk ungkapan atau artikulasi persoalan nyata ke dalam ranah religius. Dalam momen ini, Marx melihat potensi agama untuk menggugah kesadaran manusia terhadap persoalan nyata yang ada di dunia. Inilah apresiasi Marx terhadap fungsionalitas agama.

Protestation cenderung ditafsirkan sebagai protes. Memang pemilihan diksi protes tidaklah sepenuhnya salah. Hanya saja muncul dua persoalan jika Protestation dipahami hanya sekadar sebagai protes.

Persoalan pertama adalah istilah Protestation hanya sekadar tautologi (pengulangan) dari istilah Ausdrück.

Pemahaman tautologis ini melupakan rumusan kalimat dialektis dan akhirnya tidak ada lagi diferensiasi antara Ausdrück dan Protestation.

Persoalan kedua, istilah protes menunjukakan kesan sifat revolusioner dari agama. Marx sendiri tidak mengakui sifat revolusioner (transformatif sosial) dari agama (Kern, 2017).

Protestation adalah terminus technicus dalam bidang hukum. Protestation adalah semacam hak legal untuk menolak kesepakatan yang telah disetujui oleh mayoritas (Meves, 2018).

Dengan Protestation, seorang individu menjadi tidak terikat dengan kesepakatan mayoritas meskipun kesepakatan tersebut tidak dapat diubah.

Jika diapahami secara metaforis, Protestation adalah modus melindungi diri (imunitas) dari realitas dan bukan modus untuk mengubah realitas (transformatif).

Dapat dikatakan, Protestation adalah sublimasi dari protes. Ini adalah penyaluran spiritual, tetapi bukan vulgarisasi atau radikalisasi.

Dengan demikian, diksi protes sebenarnya memiliki keterbatasan karena menghilangkan nuansa semantik sublimasi dari Protestation.

Diksi Protestation adalah sebuah degradasi agama. Karena Marx tidak lagi melihat potensi transformatif sosial di dalam agama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Mengapa Sarekat Islam Dibubarkan?

Mengapa Sarekat Islam Dibubarkan?

Stori
Jukung, Perahu Tradisional Masyarakat Banjar

Jukung, Perahu Tradisional Masyarakat Banjar

Stori
Pendapat H Kern Mengenai Asal-usul Bangsa Indonesia

Pendapat H Kern Mengenai Asal-usul Bangsa Indonesia

Stori
Sejarah Candi Pringtali yang Berbentuk Seperti Tugu

Sejarah Candi Pringtali yang Berbentuk Seperti Tugu

Stori
Siapa Itu Abel Tasman?

Siapa Itu Abel Tasman?

Stori
Penyebab Berakhirnya Demokrasi Liberal

Penyebab Berakhirnya Demokrasi Liberal

Stori
Candi Tebing Tegallinggah, Pertapaan yang Belum Selesai Dibangun

Candi Tebing Tegallinggah, Pertapaan yang Belum Selesai Dibangun

Stori
Menilik Kawasan Elite di Hindia Belanda pada Masa Kolonial

Menilik Kawasan Elite di Hindia Belanda pada Masa Kolonial

Stori
Sejarah Candi Tebing Kerobokan di Bali

Sejarah Candi Tebing Kerobokan di Bali

Stori
Sejarah Memphis, Kota Peradaban Mesir Kuno

Sejarah Memphis, Kota Peradaban Mesir Kuno

Stori
Negara Israel Nyaris Didirikan di Kenya

Negara Israel Nyaris Didirikan di Kenya

Stori
Chaim Weizmann, Presiden Pertama Israel

Chaim Weizmann, Presiden Pertama Israel

Stori
Tujuan Pemberontakan Andi Azis

Tujuan Pemberontakan Andi Azis

Stori
Mengapa Sarekat Islam Terbagi Menjadi Dua?

Mengapa Sarekat Islam Terbagi Menjadi Dua?

Stori
Welfare State, Sebuah Konsep Negara Kesejahteraan Asal Jerman

Welfare State, Sebuah Konsep Negara Kesejahteraan Asal Jerman

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com