KOMPAS.com - Kerusuhan Rasial di Bandung, Jawa Barat adalah salah satu kekerasan terkelam dalam sejarah Bandung.
Kerusuhan ini terjadi tanggal 10 Mei 1963, di mana sejumlah massa menghancurkan kendaraan dan toko-toko milik kaum etnis China.
Kerusuhan yang terjadi pada saat itu cukup sulit dikendalikan. Bahkan Gubernur Bandung saat itu, Kolonel Mashudi juga turut merasa kewalahan.
Baca juga: Dampak Positif dan Negatif Kerusuhan Mei 1998
Latar belakang
Latar belakang terjadinya kerusuhan ini sendiri sebenarnya merupakan buntut dari kegeraman rakyat pribumi terhadap etnis China sejak zaman penjajahan Belanda.
Sebab pada masa itu, Pemerintah Hindia Belanda membuat kedudukan etnis China lebih tinggi daripada rakyat pribumi.
Warga etnis China mayoritas memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Hindia Belanda dibandingkan dengan warga pribumi.
Orang China yang diuntungkan dengan kondisi sosial ini, mayoritas memiliki usaha dan pekerjaan yang membuat perekonomian mereka relatif lebih baik dari rakyat pribumi.
Kedengkian terhadap rakyat China menumpuk di dalam diri rakyat pribumi selama bertahun-tahun.
Sampai akhirnya, rakyat pribumi mencurahkan kemarahan mereka terhadap etnis China melalui aksi kerusuhan 10 Mei 1963.
Baca juga: Kerusuhan Priok: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak
Peristiwa kerusuhan rasial di Bandung 10 Mei 1963 bermula dari sebuah insiden kecelakaan lalu lintas antara tukang becak dan pengendara motor.
Sang pengendara motor tidak terima dan akhirnya memukuli sang pengemudi becak hingga babak belur.
Melihat kejadian ini, para pengemudi becak lainnya dan masyarakat setempat pun ikut menjadi geram dan menyerang para pelaku yang kebetulan adalah warga etnis China.
Didukung dengan rasa dendam yang sudah terpendam lama, kemarahan rakyat pribumi sudah tidak dapat dibendung lagi.
Terjadi pengumpulan dan pengerahan massa yang terkonsentrasi di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sebagian besar merupakan mahasiswa dan pelajar yang baru menyelesaikan ujian akhir.
Setelah dibakar oleh orasi yang menjelaskan kronologi insiden pemukulan terhadap pengemudi becak itu, massa bergerak meninggalkan kampus ITB menuju ke pusat Kota Bandung.
Sesampainya di sana, berbagai aksi perusakan dan penghancuran semua harta benda milik warga etnis China pun dilakukan.
Mulai dari perusakan sepeda motor, barang dagangan, hingga toko-toko milik etnis China.
Massa dipecah ke dalam beberapa kelompok di Alun-Alun Bandung untuk menyebar ke seluruh pelosok Kota Bandung.
Menjelang sore hari, massa digiring untuk ke luar daerah Pecinan (Jalan Belakang Pasar, Jalan Tamim, Jalan Pasar Baru) menuju ke Jalan Asia Afrika, Jalan Raya Barat, dan Jalan Kebunjati oleh sekelompok pagar besi tentara yang rapat melintangi jalan lengkap dengan senjata mereka di dada.
Meskipun berbagai kerusakan besar terjadi, tidak ada aksi pemukulan terhadap kaum etnis China.
Sebagai bentuk konsekuensi dari peristiwa ini, Ketua Dewan Mahasiswa ITB terpaksa harus berurusan dengan pihak kepolisian dan sempat ditahan selama beberapa waktu.
Baca juga: Latar Belakang Pemberontakan APRA di Bandung
Kerusuhan rasial di Bandung pada 10 Mei 1963 membuat seluruh toko ditutup dan bioskop tidak melakukan penayangan film selama beberapa waktu.
Selain itu, sekitar 500 toko dan rumah mengalami kerusakan, 65 mobil, 54 sepeda motor, 5 mesin jahit, dan sejumlah barang elektronik dibakar dan rusak.
Kemudian tempat praktik dokter dan apotek mayoritas tutup. Hanya dua apotek saja yang diketahui buka pada saat itu, yaitu apotek yang terletak di Jalan Raya Timur dan Jalan Cibeunying.
Melihat kondisi ini, pemerintah Jawa Barat pun meminta agar pabrik-pabrik, toko, dan perusahaan pengangkutan segera buka kembali mulai tanggal 13 Mei 1963.
Perintah tersebut disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Kolonel Mashudi (1960-1970).
Referensi: