KOMPAS.com - Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah seorang ulama besar yang berasal dari Kerajaan Banjar di Martapura, Kalimantan Selatan.
Ia lahir di Martapura, yang menjadi salah satu pusat keagamaan Islam di Indonesia pada abad ke-16.
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari berperan besar dalam penyebaran Islam pada abad ke-18.
Ia merupakan pengarang Kitab Sabilal Muhtadin, yang menjadi rujukan bagi para mahasiswa yang mendalami agama Islam di Asia Tenggara dan Mesir.
Baca juga: Syekh Nawawi al-Bantani, Ulama Banten yang Mendunia
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari lahir di Martapura, Kalimantan Selatan, pada 17 Maret 1710 M atau 1122 H.
Nama asli Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah Sayyid Ja'far Al-Aydarus. Ia kemudian mendapat julukan Datu Kalampaian.
Sejak kecil hingga dewasa, ia belajar agama Islam langsung dari keluarganya. Di samping itu, ia juga diberikan pelatihan membuat kaligrafi.
Sekitar umur 30 tahun, Muhammad Arsyad al-Banjari ingin melanjutkan pendidikannya ke Tanah Suci Mekkah.
Keinginan itu dikabulkan oleh pemerintah Kesultanan Banjar pada 1739.
Baca juga: Biografi Abah Guru Sekumpul, Ulama Besar dari Kalimantan Selatan
Muhammad Arsyad al-Banjari berangkat ke Arab dan melakukan ibadah haji terlebih dulu. Setelah itu, ia bermukim di Haramain selama beberapa tahun untuk menuntut ilmu agama Islam.
Selama Muhammad Arsyad al-Banjari belajar di Mekkah, ia berguru langsung kepada beberapa guru besar, seperti Syekh Hasan bin Ahmad al-Yamani, Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad-Damanhuri, dan Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az-Zabidi.
Selain itu, ada beberapa ulama yang mendidiknya, yakni:
Baca juga: Biografi Gus Miek, Ulama yang Memiliki Karomah Wali
Kepada para gurunya tersebut, Muhammad Arsyad al-Banjari mempelajari berbagai bidang keilmuan, seperti fikih mazhab Syafi'i, tasawuf, sains, hingga astronomi.
Selama belajar di Arab, ia pun bersahabat dengan beberapa orang dari Tanah Air yang juga menuntut ilmu di sana. Mereka adalah Abdul Rahman al-Batawi, Daud al-Fatani, Abdul Shomad al-Palimbani, dan Abdul Wahab al-Makassari.
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari kembali ke tanah kelahirannya pada 1772. Kedatangannya disambut oleh Sultan Tahmidullah II, yang saat itu memimpin Kesultanan Banjar.
Ia pun ditunjuk oleh Sultan Tahmidullah II menjadi ulama untuk mengembangkan keilmuan dan memajukan agama Islam di Kesultanan Banjar.
Penunjukkan Muhammad Arsyad al-Banjari sebagai tokoh atau ulama di Kesultanan Banjar disambut dengan baik oleh masyarakat. Bahkan, Sultan Tahmidullah II juga menjadi salah satu muridnya.
Sultan Tahmidullah II inilah yang kemudian menekannya untuk mengarang sebuah kitab.
Muhammad Arsyad al-Banjari kemudian mengarang Kitab Sabilal Mubtadin, yang menjadi pedoman pendidikan agama Islam di Kesultanan Banjar dan bahkan menjadi rujukan bagi penuntut ilmu Islam di Asia Tenggara.
Baca juga: Ibnu Rusyd, Cendekiawan Muslim yang Dituduh Sesat
Selama menjadi ulama besar di Kesultanan Banjar, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari berperan merevolusi metode pendidikan Islam.
Ia membuka pusat pendidikan agama Islam atau sebuah pondok pesantren yang diberi nama Dalam Pagar.
Pondok pesantren Dalam Pagar ini kemudian berkembang pesat dan menjadi sebuah perkampungan yang ramai untuk menuntut ilmu agama Islam kala itu.
Banyak ulama-ulama di Banjar pada saat itu merupakan lulusan dari Dalam Pagar pimpinan Muhammad Arsyad al-Banjari.
Selain menjadi ulama dan guru panutan di Kesultanan Banjar dan menulis Kitab Sabilal Mubtadin, ia juga aktif mengarang kitab-kitab lainnya.
Baca juga: Karya dan Pemikiran Ibnu Khaldun
Berikut adalah kitab-kitab karangan dari Muhammad Arsyad al-Banjari.
Setelah mengabdikan diri bagi perkembangan agama Islam dan kemajuan pendidikan di Kesultanan Banjar, Muhammad Arsyad al-Banjari meninggal pada 1812 di usia 102 tahun.
Setelah kematiannya, namanya terus dikenang sebagai ulama besar dari Kalimantan.
Muhammad Arsyad al-Banjari juga dikenang sebagai pedakwah di Indonesia dan bahkan Asia Tenggara.
Referensi: