Setelah Perang Diponegoro di Jawa berakhir, Belanda kembali aktif melancarkan serangan.
Belanda bahkan berusaha menaklukkan kaum Padri dengan mendatangkan pasukan dari Jawa dan Maluku.
Baca juga: Kerajaan Pagaruyung: Sejarah, Letak, Pendiri, dan Peninggalan
Selama periode gencatan senjata, Tuanku Imam Bonjol mencoba untuk bersatu dengan kaum Adat dalam melawan Belanda.
Langkah tersebut membuahkan hasil, dan pada akhir 1832 kedua kubu melakukan persetujuan di lereng Gunung Tandikat.
Hal itu membuat Sultan Alam Bagagarsyah ditangkap oleh Belanda pada 1833 atas tuduhan pengkhianatan dan dibuang ke Betawi.
Tidakan Belanda terhadap sultan membuat kaum Adat marah dan akhirnya bangkit melawan penjajah.
Perang Padri semula merupakan perang saudara kemudian berubah menjadi perang kolonial karena kaum Adat dan kaum Padri bersatu menghadapi Belanda.
Saat itu, pemimpin umum Perang Padri masih tetap dipegang oleh Tuanku Imam Bonjol.
Sayangnya, berbagai serangan yang dilancarkan penduduk Minangkabau dapat diredam oleh Belanda yang terus mendapatkan dukungan dari Batavia.
Pada 1837, Benteng Bonjol dapat dikuasai dan Tuanku Imam Bonjol akhirnya menyerah.
Pasca pengasingan Tuanku Imam Bonjol, Perang Padri masih sempat dilanjutkan dan dipimpin oleh Tuanku Tambusai.
Akan tetapi, semua perlawanan rakyat Minangkabau berhasil ditumpas oleh Belanda.
Jatuhnya Tuanku Tambusai pada 28 Desember 1838, kemudian menandai akhir Perang Padri yang dimenangkan oleh pihak Belanda.
Referensi: