Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relief Candi Borobudur: Susunan dan Maknanya

Kompas.com - 08/04/2021, 16:18 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Cerita relief

Karmawibhangga

Karmawibhangga terletak pada tingkatan kamadhatu, yang sebagian besar tertutup oleh batu.

Relief-relief ini menggambarkan hukum karma yang tidak terelakkan bagi manusia yang merusak alam.

160 panel yang ada di Karmawibhangga tidak menampilkan cerita yang berkelanjutan.

Namun, masing-masing panel memberikan ilustrasi tentang sebab akibat.

Pada bagian ini tergambar jelas siksaan api neraka dan ratapan manusia yang semasa hidupnya kerap menyakiti binatang.

Sementara orang-orang yang melakukan hal terpuji seperti beramal dan berziarah ke tempat-tempat suci akan mendapatkan ganjaran berupa kenikmatan surga.

Karmawibhangga memberikan gambaran tentang kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.

Saat ini, hanya relief Karmawibhangga pada bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengunjung candi.

Baca juga: Fungsi Candi dalam Agama Hindu

Lalitawistara

Ceritanya dimulai dengan turunnya Buddha dari surga Tushita dan diakhiri dengan khotbah pertamanya di Taman Rusa dekat Benares.

Relief tersebut menunjukkan kelahiran Buddha sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Ratu Maya dari Negeri Kapilavastu.

Cerita ini dimulai dengan 27 panel yang menunjukkan berbagai persiapan, baik di langit dan di bumi, untuk menyambut inkarnasi terakhir Sang Bodhisattva.

Sebelum turun dari surga Tushita, Bodhisattva mempercayakan mahkotanya kepada penggantinya, calon Buddha Maitreya.

Bodhisattva turun ke bumi dalam bentuk gajah putih dengan enam gading.

Ratu Maya memimpikan peristiwa ini, yang diartikan bahwa putranya akan menjadi seorang penguasa atau seorang Buddha.

Ketika Ratu Maya merasa sudah waktunya untuk melahirkan, ia pergi ke taman Lumbini di luar Negeri Kapilavastu.

Ratu Maya berdiri di bawah pohon plaksa, memegang satu cabang dengan tangan kanannya, dan melahirkan seorang putra, Pangeran Siddhartha.

Cerita di panel berlanjut sampai pangeran menjadi Buddha.

Baca juga: Candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Jataka dan Awadana

Jataka adalah cerita tentang Buddha sebelum lahir sebagai Pangeran Siddhartha.

Isinya menceritakan tentang kehidupan Buddha sebelumnya, baik dalam bentuk manusia maupun hewan.

Buddha masa depan mungkin muncul sebagai seorang raja, orang buangan, dewa, ataupun gajah.

Namun, dalam bentuk apa pun, mereka akan menunjukkan beberapa kebajikan yang membedakan Buddha dari makhluk lain.

Sementara Awadana mirip dengan Jataka, tetapi sosok utamanya bukanlah Bodhisattva.

Perbuatan suci dalam Awadana dikaitkan dengan orang-orang legendaris lainnya.

Pada relief Borobudur, Jataka dan Awadana disuguhkan dalam satu deretan yang sama.

20 panel bawah pertama di tingkat 1 di dinding menggambarkan Sudhanakumaravadana, atau perbuatan suci Sudhana.

135 panel atas pertama di tingkat 1 di langkan dikhususkan untuk 34 legenda Jatakamala.

237 panel yang tersisa menggambarkan cerita dari sumber lain, seperti halnya seri dan panel yang lebih rendah di tingkat kedua.

Baca juga: Contoh Bangunan Peninggalan Sejarah di Indonesia

Gandawyuha

Gandavyuha menceritakan tentang pengembaraan tanpa lelah Sudhana untuk mencari Kebijaksanaan Sejati.

Ceritanya tertuang dalam 460 panel yang terdapat pada tingkat 3, 4, dan setengah dari tingkat 2.

Sudhana, putra seorang pedagang yang sangat kaya, muncul di panel ke-16.

15 panel sebelumnya merupakan prolog dari kisah keajaiban selama samadhi Buddha di Taman Jeta di Sravasti.

Selama pencariannya, Sudhana mengunjungi tidak kurang dari 30 guru, tetapi tidak satupun dari mereka yang benar-benar memuaskannya.

Sudhana kemudian diinstruksikan oleh Manjusri untuk bertemu dengan biksu Megasri, di mana ia diberikan pengetahuan pertama.

Saat perjalanannya berlanjut, Sudhana bertemu dengan Supratisthita, tabib Megha (Jiwa Pengetahuan), bankir Muktaka, biksu Saradhvaja, upasika Asa (Jiwa Pencerahan Tertinggi), Bhismottaranirghosa, Brahmana Jayosmayatna, Putri Maitrayani, Bhikkhu Sudarsana, seorang anak laki-laki bernama Indriyesvara, Upasika Prabhuta, Bankir Ratnachuda, Raja Anala, Dewa Siva Mahadeva, Ratu Maya, Bodhisattva Maitreya dan kemudian kembali ke Manjusri.

Setiap pertemuan telah memberikan Sudhana pengetahuan dan kebijaksanaan tertentu.

 

Referensi:

  • Soekmono. (1976). Chandi Borobudur: A Monument of Mankind. Paris: Unesco Press
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com