Daulah Abbasiyah menghadapi invasi dari bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang mampu meluluhlantakkan Kota Baghdad.
Karena munculnya golongan yang berkepentingan dari bagian barat dan timur Baghdad, pemerintah pusat Abbasiyah pun tidak mampu lagi mengakomodasi kepentingan dari berbagai golongan.
Oleh karena itu, muncullah beberapa dinasti kecil yang kemudian melakukan perlawanan terhadap Daulah Abbasiyah. Salah satunya adalah Dinasti Thahiriyah.
Bagaimana sejarah Dinasti Thahiriyah?
Awal mula
Dinasti Thahiriyah didirikan oleh Thahir Al-Husain (150-207 H/820-872 M).
Thahir berasal dari Persia. Ia lahir di Khurasan.
Thahir memerintah pada 205-207 H dengan menjadikan kota Marwa sebagai pusat kegubernuran.
Ia memegang jabatan sebagai panglima tentara pada masa pemerintahan Al-Ma’mun dan dikenal dengan julukan “Jenderal Bermata Satu”.
Meskipun demikian, Thahir adalah seorang yang lihai dalam menggunakan pedang.
Karena kemahirannya itu, ia juga dijuluki oleh Khalifah Al-Ma’mun dengan “Dzu Al-Yaminan” yang berarti bertangan kanan dua.
Lantaran dinilai mampu dalam menjalankan tugasnya, Thahir diberi kesempatan oleh Khalifah Al-Ma’mun untuk memegang jabatan sebagai Gubernur Mesir pada 205 H.
Kemudian, dia kembali dipercaya kuntuk mengendalikan wilayah timur.
Thahir muncul ketika terjadi perselisihan antara kedua putra dari Harun Al-Rasyid dalam pemerintahan Abbasiyah, yaitu Muhammad Al-Amin yang memerintah pada 194-198 H/808-813 M dengan Abdullah Al-Ma’mun yang merupakan pemegang kekuasaan di wilayah Timur Baghdad (Khurasan).
Dalam perselisihan tersebut, Thahir berada di pihak Al-Ma’mun.
Thahir dipercaya memimpin pasukan sebanyak 40.000 orang melawan pasukan Al-Amin di bawah kepemimpinan Ali bin Isa yang diperkuat 50.000 orang.
Meskipun demikian, pasukan yang dipimpin Thahir mampu meraih kemenangan, tepatnya di Al-Ray, kota dekat Teheran.
Thahir juga mengalahkan pasukan yang dikirim Al-Amin di bawah kepemimpinan Al-Rahman Al-Jabal.
Melihat peluang yang ada, Thahir kemudian mengarahkan pasukannya menuju Baghdad dengan bantuan Zubair dan Harsamah.
Dengan begitu, Thahir berhasil menaklukan Baghdad setelah mengepungnya selama dua bulan.
Al-Amin pun terbunuh oleh salah seorang pasukan Thahir.
Atas kemenangannya, Thahir dihadiahi jabatan sebagai gubernur di kawan Timur Baghdad pada 205-207 H/820-822 M.
Pada 207 H, Thahir meninggal dunia secara tiba-tiba disebabkan oleh penyakit demam yang dideritanya. Adapula yang menyebutkan bahwa ia meninggal karena keracunan.
Perkembangan
Setelah Thahir Al-Husain wafat, jabatan gubernur Dinasti Thahiriyah dilimpahkan kepada anaknya, Thalhah bin Thahir, yang memerintah selama enam tahun.
Pada masa pemerintahannya, Thalhal berupaya meningkatkan hubungan kerja sama dengan pemerintah pusat Abbasiyah.
Pada pemerintahan selanjutnya, terdapat beberapa gubernur yang berkuasa di daerah Khurasan selama Dinasti Thahiriyah berkuasa, di antaranya:
Para ahli sejarah menyebutkan bahwa Dinasti Thahiriyah telah memberikan sumbangsih besar untuk memajukan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.
Kemunduran
Pada 213 H, wilayah kekuasan Dinasti Thahiriyah semakin dipersempit oleh Khalifah Abbasiyah.
Semasa Muhammad bin Thahir menjabat sebagai gubernur, kekuasan Dinasti Thahiriyah terus melemah hingga daerah Khurasan diambil alih oleh bani Saffariyah melalui kontak senjata.
Saat keadaan di titik krusialnya, bani Alawiyin beserta para pengikutnya di Tabaristan memanfaatkan kesempatan untuk menyerang.
Akibatnya, pada 259 Hijriyah, Dinasti Thahiriyah berakhir.
Meskipun telah runtuh, Dinasti Thahiriyah tetap dipercaya Dinasti Abbasiyah untuk menjaga wilayah kekuasaan Islam.
Dengan memanfaatkan kekuatan yang ada, mereka mampu mengamankan wilayah hingga ke Turki yang telah menyatakan kesetiaannya pada Khalifah Abbasiyah.
Referensi:
https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/31/230000979/-sejarah-peradaban-islam--dinasti-thahiriyah